- tim tvOne
Profil Presiden RI Ke-3 BJ Habibie, Sang Bapak Teknologi
Pasca mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998, nasib Indonesia yang porak poranda diarahkan kepada wakil presiden Indonesia saat itu, Bacharuddin Jusuf Habibie. BJ Habibie kemudian dilantik sebagai presiden ketiga Indonesia dan langsung melakukan reformasi politik.
Namun, masanya menjadi presiden tidaklah lama. Desakan untuk melakukan reformasi terhadap hal yang berkaitan dengan Orde Baru memaksakan pemilu yang semulanya akan diadakan pada 2002, menjadi 20 Oktober 1999, atau sekitar 17 bulan setelah BJ Habibie dilantik.
Diakui sebagai salah satu orang Indonesia paling berpengaruh, menarik untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana profil dari BJ Habibie.
Profil Presiden Ke-3 Indonesia, BJ Habibie
BJ Habibie lahir di Pare-pare, Sulawesi Selatan, 25 Juni 1936. Ia merupakan anak keempat dari pasangan Alwi Abdul Jalil Habibie dan RA Tuti Marini Puspowardojo, ayahnya berasal dari etnis Gorontalo, sedangkan ibunya etnis Jawa. Selain itu, ia juga memiliki tujuh saudara kandung.
Marga Habibie ia dapatkan dari ayahnya, Marga tersebut merupakan salah satu marga asli dalam struktur sosial Pohala’a (kerajaan dan kekeluargaan) di Gorontalo. Secara historis, marga ini tercatat berasal dari wilayah Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo.
Masa kecil dan Pendidikan
Masa kecil Habibie dihabiskan di Pare-pare. Sejak anak-anak, Habibie sudah memiliki sifat tegas dan teguh dalam berprinsip.
Ketika Habibie berusia 14 tahun, Habibie harus rela kehilangan ayahnya karena mengalami serangan jantung. Tak lama berselang, Habibie pindah ke Bandung untuk menuntut ilmu di Gouvernments Middlebare School.
Di bangku SMA, prestasi Habibie mulai menonjol, terutama dalam ilmu-ilmu eksakta. Habibie kemudian melanjutkan studinya di Fakultas Teknik Universitas Indonesia Bandung (sekarang Institut Teknologi Bandung) dengan bidang studi teknik mesin pada tahun 1954.
Setelah mendapatkan beasiswa, pada 1955 Habibie melanjutkan studi teknik penerbangan spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di Universitas Teknologi Rhein Westfalen Aachen, Jerman. Ia menerima gelar diploma insinyur pada 1960 dan gelar doktor insinyur pada 1965 dengan predikat summa cum laude.
Habibie menikah pada 12 Mei 1962 dengan Hasri Ainun Besari di Bandung. Keduanya dikaruniai dua orang putra yakni Ilham Akbar dan Thareq Kemal.
Perjalanan Karier BJ Habibie
Usai menyelesaikan studinya, Habibie sempat bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman.
Kejeniusannya membuat Habibie menjadi seseorang yang dihormati di negara tersebut, dia bahkan dijuluki Mr Crack karena kontribusinya yang amat besar bagi teknologi pesawat terbang global.
Selain itu, namanya juga dijadikan sebagai salah satu nama teorema di bidang termodinamika. Teorema Habibie mampu menyelesaikan persoalan yang sebelumnya memicu kecelakaan pada pesawat terbang.
Kembali ke Indonesia
Pada 1973, Habibie kembali ke Indonesia atas permintaan Presiden Soeharto. Ia kemudian menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sejak tahun 1978 sampai Maret 1998. Gebrakan Habibie saat menjabat menjadi Menristek terkenal dengan pengimplementasian “Visi Indonesia”.
Gebrakan-gebrakan Indonesia dalam “Visi Indonesia” bertumpu pada riset dan teknologi, khususnya dalam industri strategis yang dikelola PT IPTN, PT Pindad, dan PT PAL. Target yang diinginkan adalah Indonesia sebagai negara agraris dapat menjadi negara industri dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Menjadi Presiden
Lonjakan terjadi dalam karier Habibie pada tahun 1998, ia resmi diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia, setelah sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden dalam Kabinet Pembangunan VIII dibawah Presiden Soeharto.
Pada saat menjadi presiden, Habibie melakukan reformasi politik. Pada Februari 1999, Habibie mengesahkan Undang-Undang Partai Politik yang mencabut pembatasan jumlah partai politik yang bertarung di politik praktis.
Parpol juga tidak diwajibkan berideologi Pancasila, hal inilah yang membuat partai politik bermunculan dan 48 diantaranya akan bersaing dalam pemilihan legislatif 1999.
Selanjutnya pada Mei 1999, pemerintahan Habibie mengesahkan Undang-Undang Otonomi Daerah yang merupakan langkah pertama dalam desentralisasi pemerintahan Indonesia dan berkemungkinan membuat provinsi-provinsi lebih berperan dalam mengatur daerahnya. Selain itu, pers lebih dibebaskan dalam pemerintahan Habibie.
Kemudian, Pada era Habibie tercipta pemilihan bebas pertama sejak pemilu legislatif 1955. Pemilu ini diawasi lembaga independen Komisi Pemilihan Umum (KPU), bukan komisi pemilihan yang diisi oleh menteri-menteri pemerintah seperti pada masa Orde Baru.
Selain itu, Habibie juga menyerukan referendum untuk menentukan masa depan Timor Timur. Pada 30 Agustus 1999, penduduk Timor Timur memilih untuk merdeka dan menjadi Timor Leste hingga sekarang.
Namun, sayangnya Presiden Habibie hanya menjabat selama 1 tahun 2 bulan karena desakan untuk melakukan reformasi terhadap hal yang berkaitan dengan Orde Baru, Habibie dituntut mundur oleh mahasiswa karena dianggap tidak dapat menjalankan amanah reformasi.
Akhirnya, pada Sidang Istimewa MPR 13 November 1999, pidato pertanggungjawaban Habibie ditolak oleh MPR. Masa kepresidenannya pun berakhir.
Kisah Hidup Inspiratif
Selain terkenal akan kecerdasannya, Habibie juga terkenal akan kisah hidupnya yang inspiratif melalui kisah cintanya dengan Ainun. Kisah hidup mereka pun sempat diabadikan dalam sebuah film “Habibie & Ainun” pada 2012 yang diadaptasi dari buku karya BJ Habibie sendiri.
Film tersebut termasuk salah satu yang tersukses dalam kancah perfilman Indonesia dan mampu membuat masyarakat Indonesia terinspirasi dari kisah hidup Habibie dan Ainun. (mg3/ito)