- Antara
Mahkamah Tinggi Malaysia Bebaskan Majikan Pekerja Migran Adeline Lisao, Garda BMI : Jelas Ini Melecehkan Bangsa Indonesia
Jakarta - Perjalanan kasus Adelina Lisao, seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang dibunuh majikan seorang warganegara Malaysia mengalami titik nadir. Mahkamah peradilan negeri Jiran tersebut membebaskan majikan PMI asal Nusa Tenggara Timur itu tanpa syarat.
Ketua Garda BMI, Imam Subali menyayangkan putusan tersebut. Ia meminta kepada kepada pihak Kemlu untuk segera memanggil Dubes Malaysia dan mengutuk tindakan putusan peradilan kepada kasus pekerja migran tersebut.
"Mengutuk Pelaku kejahatan kemanusiaan yang sangat biadab (majikan) terhadap kasus pekerja migran ini," ujar Imam kepada tvonenews, Selasa (28/06) malam.
Imam mengatakan ada sikap arogansi pemerintah Malaysia yang tekah membebaskan pelaku kejahatan kemanusiaan. Dirinya melihat indikasi adanya bentuk pelecehan terhadap suatu bangsa.
"Ini sudah menginjak harkat dan martabat bangsa Indonesia, melecehkan pemerintah Indonesia," tegasnya.
Dirinya meminta kepada pemerintah Indonesia untuk berani bersikap tegas kepada Malaysia yang telah bersikap tidak adil terhadap WNI."Jelas ini melecehkan pemerintah Indonesia," tegasnya.
Imam selanjutnya meminta juga kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) RI untuk segera memutuskan kerjasama penempatan PMI ke Malaysia.
"Kami juga meminta kepada Kemnaker untuk melakukan stop penempatan PMI ke Malaysia sebelum permasalahan ini selesai, karena tidak aman dari perilaku majikan yang tidak manusiawi," terangnya.
Seperti diketahui, Mahkamah Persekutuan Malaysia mengesahkan pembebasan majikan Adelina Lisao (21) seorang asisten rumah tangga (ART) asal NTT yang meninggal dunia akibat penganiaayan ditubuhnya sekitar medio februari 2018.
Majelis hakim yang beranggotakan Vernon Ong Lam Kiat, Harmindar Singh Dhaliwal, dan Rhodzariah Bujang menolak permohonan jaksa penuntut umum untuk menggugurkan putusan Mahkamah Tinggi.
Ketua majelis hakim, Vernon mengatakan Pengadilan Tinggi telah mengeluarkan putusan dengan benar dalam tindakan membebaskan majikannya bernama Ambika MA Shan.
Hakim mengatakan jaksa penuntut umum wajib memberikan alasan mengapa mengajukan permohonan Discharge Not Amounting To Acquittal (DNAA). Menurutnya, DNAA hanya boleh diberikan jika ada alasan valid yang diberikan pihak jaksa.
“Malah berdasarkan catatan banding, tiada alasan diberikan pihak pendakwaan (di Pengadilan Tinggi),” kata Hakim Vernon sebagaimana dilaporkan kantor berita Bernama.
DNAA berarti terdakwa dibebaskan dari dakwaan, namun dapat dituntut lagi di kemudian hari.(PPK)