- Sumber:Bobo
Mengenal Mendur Bersaudara, Fotografer yang Mengabadikan Momen Proklamasi 17 Agustus 1945
Ketertarikan Alex dalam mengenal ilmu bumi inilah yang kelak membawanya hijrah ke Jawa pada tahun 1922 untuk melancong sekaligus bekerja sebagai wartawan dengan mengandalkan ijazah lulusan Sekolah Rakjat kelas V.
Nasib baik berpihak pada Alex, dia kemudian dipertemukan dengan saudara sekaligus mentornya Anton Nayoan yang fasih berbahasa Belanda, Inggris, dan Melayu dan mengenalkannya fotografi.
Karier Alex sebagai wartawan foto dimulai pada tahun 1925 saat dia bekerja di harian Java Bode. Alex menjadi satu-satunya fotografer berkebangsaan Indonesia di media berbahasa Belanda di Jakarta tersebut.
Setelah 11 tahun bekerja sebagai wartawan, Alex kemudian bekerja di Koninklijke Paketvaart Maatschappij atau Perusahaan Pelayaran Kerajaan. Ia ditempatkan di bagian publikasi dan reklame pada tahun 1936.
Saat Jepang menginvasi Indonesia tahun 1942, Alex kemudian masuk dalam barisan propaganda dan pelopor. Di sana ia ditunjuk pemerintah Jepang untuk bekerja sebagai kepala bagian fotografi kantor berita Domei.
Pekerjaannya sebagai wartawan foto inilah yang kemudian memberi kesempatan bagi Alex untuk melakukan berbagai dokumentasi dari setiap peristiwa di Indonesia masa itu.
Sesudah itu, apa yang dipelajari oleh Alex inilah yang akhirnya ditularkan pada sang adik, Frans Sumarto Mendur yang setelah usia remaja pada umur 14 tahun menyusul kakaknya untuk ikut merantau ke Jawa.
Frans yang tiba di Jawa juga diangkat anak oleh seorang bernama Suma saat di Jawa Timur pada tahun 1927. Kelak nama inilah yang kemudian dia sematkan sebagai nama tengahnya dan menjadi bagian dari keluarga Jawa dengan tambahan Sumarto.
Setelah 9 tahun digembleng oleh sang kakak untuk belajar fotografi, Frans lalu terjun sebagai jurnalis foto pada tahun 1935 saat ia berusia 22 tahun, dan mengirim beberapa karyanya ke sejumlah media seperti ke Java Bode dan Wereld Nieuws en Sport in Beeld, sebuah surat kabar mingguan berbahasa Belanda.
Selain itu Frans juga mengirimkan karya-karyanya pada Harian Nasional dan Harian Pemandangan yang kala itu merupakan salah satu surat kabar besar di Hindia Belanda.