Samuel Hutabarat ayah dari Brigadir J tak kuasa menahan tangisnya saat hadir pada acara wisuda sang anak di Universitas Terbuka, Kota Tangsel.
Sumber :
  • Rizki Amana

Kenang Sosok Brigadir J, Samuel Hutabarat : Kami Cinta Polri dan Almarhum Dapat Penghargaan dari Kapolri Jenderal Idham Azis

Selasa, 23 Agustus 2022 - 18:41 WIB

Tangerang Selatan, Banten - Samuel Hutabarat tak kuasa menahan deras air matanya saat menghadiri upacara wisuda tingkat Strata I (S1) sang anak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J

Sejumlah kenangan indah dan kasus kematian Brigadir J terbesit olehnya hingga kesedihan tak dapat ditutupinya saat menerima ijazah kelulusan sang anak yang telah tiada.

"Semasa hidupnya di awal tahun kemarin memang dia, bercerita almarhum. Ada bocoran 'Pah, mah, IPK saya agak lumayan, saya mungkin di wisuda di bulan 6'. Rupanya bergeser waktu jadi bulan 8. Masuk abang kami panggil ke rumah, almarhum Yosua si abang, 'Saya Pah harus melanjut S2 di Universitas Terbuka'. Kami mendorong cita-cita almarhum pada saat itu," kenang pria paruh baya itu saat mengingat almarhum sang anak saat ditemui di kawasan, Pondok Cabe, Pamulang, Tangsel, Selasa (23/8/2022).

Tak hanya itu, kenangan lain hingga cita-cita Brigadir J terus teringat oleh Samuel saat menerima Gelar Sarjana Hukum (SH) sang anak. 

Samuel menuturkan, mengabdi pada negara dengan menjadi perwira Polri adalah cita-cita almarhum Brigadir J. Kegigihan dan jerih payah dilakukan Brigadir J semasa hidup demi menggapai cita-cita tersebut. 

Kata Samuel, kegigihan itu pula yang membuat Brigadir J mendapatkan penghargaan dari Kapolri pada 2020 yang kala itu Jenderal (Purn) Idham Azis. 

"Cita-cita masa hidupnya, semasa dia bertugas anak kita almarhum Yosua di tahun 2020 mendapatkan penghargaan dari Bapak Kapolri waktu itu masih Idham Azis, penghargaan Bitemas. Itu jadi peluang dia untuk menjadi  perwira. Jadi bersabar tunggu dapat dulu ijazah saya S1, itu yang diomongin selama hidupnya," ucapnya. 

Kendati sang anak meninggal ditangan eks Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo dan sejumlah ajudannya, Samuel dan keluarga mengaku tak membenci institusi Polri. Sebab, banyak dari sanak keluarga almarhum Brigadir J yang turut serta menjadi anggota polisi. 

"Saya sangat cinta kepada Polri, saking cintanya kepada Polri anak saya almarhum itu lulus murni, tanpa uang. Yang di bawahnya adiknya perempuan, Tuhan mengizinkan masuk Polwan tahun 2016. Paling bungsu sudah dinas di Polda Jambi, itu saking cintanya kami kepada Polisi. Semua berkat dari Tuhan bukan karena kekuatan kami," ungkapnya. 

Diketahui, Bigadir J telah terdaftar menjadi Wisudawan Universitas Terbuka pada Periode II yang digelar 23 Agustus 2022.

Brigadir J merupakan mahasiswa Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FHISIP) UPBJJ-UT Jambi yang terdaftar sejak tahun 2015. 

Adapun Brigadir J dinyatakan lulus dari masa pendidikan Strata I dengan capaian IPK 3,28.

Hasil Autopsi Ulang Brigadir J

Hasil autopsi ulang jenazah Nofryansah Yosua Hutabarat atau Brigadir J akhirnya menjawab keresahan publik soal dipindahkannya otak korban dari kepala ke perut.

Hasil autopsi ulang jasad Brigadir J tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Ade Firmansyah.

Pada hasil autopsi ulang jenazah Brigadir J ini Ade memastikan tidak adanya luka penyiksaan di tubuh korban.

“Kami bisa pastikan dengan keilmuan forensik yang sebaik-baiknya, bahwa tidak ada tindakan kekerasan selain kekerasan senjata api pada tubuh korban,” ujar Ade di Mabes Polri, Senin (22/8/2022).

Lantas apakah ada perbedaan hasil autopsi pertama dan kedua, Ade menjawab bahwa perbandingan hasil autopsi dapat disaksikan di persidangan.

Pihaknya memastikan hasil ekshumasi ini telah disampaikan kepada penyidik Bareskrim Polri.

Selanjutnya Ade menyebut tim dokter menemukan dua luka fatal di kepala dan dada korban pembunuhan berencana Ferdy Sambo ini.

Kedua luka tersebut berasal dari tembakan senjata api. “Ada dua luka yang fatal tentunya, di daerah dada dan kepala,” ucapnya.

Saat ditanya jarak tembak pada luka fatal tersebut, Ade mengaku tidak bisa memberikan penjelasan lebih lanjut lantaran ciri-ciri luka pada tubuh korban sudah mengalami perubahan.

“Bentuknya sudah tidak sesuai lagi dengan yang aslinya sehingga jarak tembak jauh atau dekat tidak bisa dilihat,” katanya.

Penjelasan Dokter Forensik soal Otak Dipindah ke Perut

Berikutnya terkait dengan organ tubuh otak yang sebelumnya disebutkan berpindah ke perut, Ade menyebut bahwa itu merupakan bagian dari tindakan autopsi untuk mengamankan organ tubuh korban.

“Semua organ pada setiap tindakan autopsi pasti harus dikembalikan ke tubuhnya. Dengan pertimbangan karena jenazah akan ditransportasikan dan adanya bagian-bagian tubuh yang terbuka sehingga harus dilakukan beberapa tindakan di tempat-tempat (Red: dipindahkan) agar tidak mengalami kececeran dan sebagainya,” ujar Ade.

Soal ukuran luka tembak yang sebelumnya juga disebutkan berbeda, Ketua PDFI ini kembali menjelaskan bahwa dirinya tidak mengidentifikasi terkait ukuran kaliber. 

“Kaliber dan ukuran peluru kami tida bisa tentukan, diautopsi kedua ini bentuk lukanya sudah tidak asli lagi. Adanya pembusukan atau pemberian formalin pada jenazah tentunya bentuk luka akan mengalami perubahan,” katanya.

Detik-detik Kematian Brigadir J

Sementara berdasarkan kronologi yang diketahui mantan kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara, Bharada E sempat menceritakan saat itu mereka sedang berada di rumah Dinas Jalan Saguling, Duren Tiga Barat, Pancoran, Jakarta Selatan.

Mulanya, Brigadir J diminta untuk naik ke lantai atas, namun Joshua menolak.

Tapi karena perintah itu datang dari Irjen Ferdy Sambo, akhirnya Brigadir J menurut.

Kala itu, Bharada E juga naik ke lantai atas, dia menyaksikan Brigadir J yang sudah berlutut di depan Ferdy Sambo yang sedang memegang pistol sambil memakai sarung tangan.

“Di atas itu sudah ada kejadian, si Yoshua berlutut di depan Sambo. Kalau menurut keterangan Richard, kan Richard pegang pistol. Sambo juga pegang pistol. Tapi Sambo pakai sarung tangan. Biasa kan, namanya mafia kan, suka pakai sarung tangan,” kata Deolipa.

Situasi menjadi panas ketika Irjen Ferdy Sambo memberikan perintah kepada Bharada E untuk menembak rekannya.

Perintah itu tak dapat ditolak oleh Bharada E, maka terjadilah penembakan terhadap Brigadir J.

“Dalam posisi itu, ada perintah dari Sambo untuk si Richard, ‘woy sekarang woy.. tembak, tembak woy… ya namanya perintah kan Richard ketakutan. Karena kalau Richard nggak nembak, mungkin dia ditembak. Karena sama-sama pegang pistol kan. Akhirnya atas perintah, Richard langsung tembaklah, ‘dor.. dor.. dor..’,” kata Deolipa, menirukan ucapan yang disampaikan Bharada E.

Sebelumnya, Polri telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam kasus penembakan Brigadir J, yakni Irjen Pol. Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka Ricky Rizal, dan satu tersangka sipil bernama Kuat Maruf atau KM. (raa/ree)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:54
03:55
05:35
03:29
06:33
02:13
Viral