- Antara
KTT G20 Fokus Pemberdayaan Perempuan
Nusa Dua, Bali - Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani menyatakan bahwa pemerintah berupaya untuk menutup kesenjangan gender melalui berbagai kebijakan yang menyasar pada perempuan dan anak perempuan. Salah satunya melalui kredit ultra mikro bagi para pengusaha yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.
Pemerintah memang telah mengetahui benar bahwa di pasar tenaga kerja, pandemi Covid-19 telah menimbulkan dampak yang tidak menguntungkan bagi perempuan.
“Scarring effect akan menjadi hambatan yang signifikan untuk mencapai pertumbuhan yang kuat, berkelanjutan, setara dan inklusif, terutama bagi negara berkembang. Tingginya lapangan kerja informal juga menjadi tantangan terbesar bagi Indonesia,” kata Sri Mulyani pada Ministerial Conference on Women’s Empowerment (MCWE) yang digelar sebagai side event untuk KTT G20 di Bali, kemarin.
Sri Mulyani menjelaskan, menurut data Badan Pusat Statistik, pekerja di sektor informal di Indonesia meningkat dari 55,8 persen pada 2019 menjadi 60,5 persen pada 2020.
“Hal ini menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan mempengaruhi penerimaan pajak Indonesia,” lanjutnya.
Selain itu, pekerja informal umumnya dianggap rentan dalam hal perlindungan sosial.
“Di Indonesia, perempuan lebih banyak diasosiasikan dengan pekerjaan informal. Sebanyak 63,8 persen perempuan Indonesia telah bekerja di sektor informal, dibandingkan dengan 56,6 persen laki-laki di sektor yang sama,” ucap Sri Mulyani.
Tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan juga masih tertinggal dari laki-laki, yaitu 51,9 persen dibandingkan 83,3 persen.
“Jika kita melihat kesenjangan ini, peluang baru akan hilang dan itu akan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan yang lebih baik bagi perempuan,” tutur Menkeu.
Sri Mulyani menambahkan, pandemi Covid-19 juga menimbulkan masalah lain terkait kesenjangan gender, karena pandemi lebih berdampak pada perempuan.
“Selama krisis ekonomi, tenaga kerja perempuan telah terpengaruh secara tidak proporsional, terutama bagi perempuan yang bekerja di sektor informal. Perempuan menghadapi beban tambahan karena harus bekerja di rumah, terutama karena norma gender tradisional dalam mengurus keluarga,” kata Sri.
Presiden National Institute for Women Mexico, Nadine Flora Gasman Zylberman, mengapresiasi upaya Presidensi G20 Indonesia dalam mempromosikan kesetaraan gender dan hak-hak perempuan.
Dalam diskusi tersebut, Nadine mengungkapkan bahwa perempuan Meksiko juga harus lebih sering melakukan pekerjaan perawatan dibandingkan laki-laki, yaitu sekitar 39 jam per minggu, dibandingkan dengan laki-laki sekitar 14 jam per minggu.
“Kita harus menyadari bahwa pekerjaan perawatan memiliki nilai ekonomi untuk dapat memberikan kesetaraan yang lebih besar,” kata Nadine.
Senior Specialist on Gender, Equality, and Non-Discrimination at International Labour Organization (ILO) Joni Simpson mengungkapkan empat pesan kebijakan untuk mengatasi kesenjangan gender, yaitu (1) investasi publik dalam pengasuhan anak universal dan pengasuhan jangka panjang menghasilkan pekerjaan yang layak, mendukung ekonomi , memungkinkan perempuan untuk tetap dalam angkatan kerja, meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan dan transformatif gender; (2) kebijakan cuti perawatan dan layanan perawatan diperlukan; (3) kebijakan yang ramah keluarga dan pengaturan kerja yang fleksibel akan mendukung kebutuhan yang berkembang dari pekerja dengan tanggung jawab keluarga; dan (4) Pekerjaan yang layak dan keterwakilan pekerja perawatan menghasilkan siklus yang baik untuk layanan berkualitas dan menjunjung tinggi hak-hak dasar tenaga kerja bagi penerima manfaat perawatan. (nur/ree)