- Kolase tvOnenews.com
Tanggapan Pengacara Brigadir J Soal Muncul Kembali Kasus Dugaan Pelecehan Rekomendasi Komnas HAM: Ini Nggak Masuk Akal!
Jakarta - Pengungkapan kasus kematian Brigadir J yang telah menetapkan lima orang tersangka dan masih menyisakan motif. Secara mengejutkan menyeruak kembali narasi dugaan pelecehan yang dari rekomendasi Komnas HAM. Adapun tanggapan Pengacara Brigadir J soal muncul kembali kasus dugaan pelecehan rekomendasi Komnas HAM: Ini nggak masuk akal!(5/9/2022)
Komnas HAM telah menyerahkan rekomendasi kasus pembunuhan Brigadir J kepada penyidik Bareskrim Polri, pihak keluarga mempertanyakan salah satu rekomendasi Komnas HAM yang menyatakan dugaan kekerasan seksual jadi latar belakang pembunuhan Brigadir Yoshua.
Tanggapan Pengacara Brigadir J Soal Muncul Kembali Kasus Dugaan Pelecehan Rekomendasi Komnas HAM: Ini Nggak Masuk Akal!
Martin Lukas Simanjuntak selaku Pengacara keluarga Brigadir J hadir sebaagi narasumbur untuk menanggapi beberapa hal menyoal munculnya kembali kasus dugaan pelecehan seksual Brigadir J kepada Putri Candrawathi, yang sebelumnya telah dihentikan proses penyelidikannya oleh Dirtipidum Polri.
Ditanyakan oleh host tvone mengenai apakah ada bukti yang diperlihatkan terkait dugaan kekerasan seksual Brigadir Yoshua kepada istri Ferdy Sambo tersebut.
"Yang ada justru bukti Bu Putri tuh mengatakan Yoshua adalah ajudan yang terbaik, ketika ulang tahun dipuji-puji. ketika di Magelang juga disuruh menyetrika baju anak." ujarnya.
"Saya bingung begini, balik lagi kebelakang. Yoshua itu dituduh melakukan kekerasan seksual dan pengancaman, pada saat itu juru bicaranya adalah yang lulusan Essex University (kuasa hukum PC) hingga gugur karena tidak ada peristiwa pidana dan keluar surat SP3.
Martin mengaku bingung karena sekarang di bangun lagi narasi di pindah locus dan tempus-nya di Magelang dan justru sekarang yang melakukan itu adalah instumen negara melalui Komnas HAM.
Menurut Martin, sebelumnya pada tanggal 3 Agustus Komnas HAM pernah mengatakan hal sebaliknya tentang dugaan pelecehaan itu, "ini masih ada jejak digital ya, "Bapak Ahmad Taufan Damanik mengatakan bahwa tak ada bukti yang menunjukkan kalau Brigadir J melakukan pelecehan seksual." ujarnya
Selanjutnya, hal tak sejalan ditunjukkan Komnas HAM yang mengumumkan pada tanggal 1 september melalui Beka Ulung Apsara yang mengatakan bersama Komnas Perempuan bahwa ada dugaan keras terjadi kekerasan seksual.
Tim Pengacara Brigadir J pu menelusuri apa bukti dan siapa saksi yang menuduh dari kliennya melakukan dugaan pelecehan, karena sejauh ini tidak ada bukti dari Bareskrim Polri. ternyata dari keterangan PC.
"Setelah kita telisik, setelah kita pelajari ternyata dasar mereka mendalilkan atau pun membangunkan isu ini adalah hanya karena berdasarkan keterangan dari satu orang saksi." terang Martin
"Bu Putri dan juga keterangan beberapa orang saksi yang tidak melihat tapi katanya mengetahui dan mengonfirmasi dari tangisan segala macam, Sayangnya mereka ini semua sehari-hari hidupnya dibiayai oleh Bu Putri," sambungnya.
"Bagaimana kita bisa menerima nalar yang sehat ini terhadap orang sudah terbukti merekayasa kasus, berbohong kepada publik di Indonesia, lalu kita secara dipaksa mengikuti atau menuruti dengan percaya terhadap kesaksian para dayang-dayang ibu ini (PC)." ujarnya.
Martin Lukas Simanjuntak menyerukan bahwa semua ini harus dihentikan karena penyataan saksi yang sebelumnya terbukti membantu adanya rekayasa kasus pembunuhan Brigadir J itu tidak bisa dipercayai lagi.
"Ini nggak masuk akal, jadi stop. Jangan karena kita membela gender, jangan karena kita mendalilkan tegakkan UU 39 tahun 99, kita justru tidak empati terhadap korban yang sesungguhnya." ungkapnya.
"Wanita yang sesungguhnya disini terluka hatinya adalah ibu dari korban, Apakah Komnas Perempuan pernah menemui ibu dari korban? bagaimana tangisannya dari hari pertama sampai dengan ekshumasi." pertanyakan kepada Komnas Perempuan.
Penetapan total lima tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J
Diketahui dalam kasus kematian Brigadir J saat ini Polri saat ini sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka. Mereka adalah Bharada Richard Eliezer atau Bharada E, Irjen Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf serta Putri Candrawhati.
Kejadian itu bermula pada Jumat (8/7/2022), saat Bharada E diperintah Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J. Selain memerintah, mantan Kadiv Propam itu diduga juga merekayasa kronologi kasus pembunuhan seolah-olah terjadi baku tembak antara Bharada E dan Brigadir J di rumah dinasnya.
Sementara itu, Bripka RR dan KM yang diduga berperan dan ikut membantu serta menyaksikan penembakan Bharada E terhadap korban juga terseret menjadi tersangka. Mereka dijerat pasal pembunuhan berencana subsider pasal pembunuhan lewat pasal 340 subsider pasal 338 juncto pasal 55 dan pasal 56 tentang pembunuhan berencana.
Tidak hanya itu, sebanyak 97 polisi hingga saat ini telah menjalani pemeriksaan oleh tim inspektorat khusus karena diduga melanggar disiplin dan etika saat menangani perkara ini. Dari jumlah itu, 16 polisi diantara telah menjalani penempatan khusus di Mako Brimob dan Div Propam Polri. (ind)