Kapten Pierre Andrias Tendean.
Sumber :
  • Wikpedia - IG @pierresangpatriot

Perempuan Itu Meratap Pilu di Atas Peti Jenazah Kapten Pierre Tendean yang Dibunuh PKI, Ini Hal Menyedihkan yang Ia Sesali

Jumat, 9 September 2022 - 06:10 WIB

Maria Elizabeth Cornet, perempuan berdarah Perancis itu sedang merayakan ulang tahunnya pada 30 September 1965. Di momen bahagia itu, biasanya putra satu-satunya Pierre Andrias Tendean selalu hadir menemaninya.

Setiap tanggal tersebut, jika ada kesempatan, Pierre Tendean selalu pulang ke Semarang, untuk turut merayakan hari ulang tahun ibunya. Bila ada sesuatu hal yang membuatnya tidak dapat pulang, biasanya mengirim surat atau telepon lebih dahulu. 

Tapi dihari itu, Maria sama sekali tak mendapatkan kabar dari putra kesayangannya itu. Mitzi, kakak perempuan Pierre, kemudian berusaha menelpon ke Jakarta via Bandung, tetapi tidak berhasil.

Foto: Kapten Pierre Tendean dan Keluarga (Sumber: @vz_pierre)

Mitzi langsung ke rumah adiknya, Rooswidiati. Disanai ia mendapat penjelasan bahwa pada tanggal 1 Oktober Yusuf Rosak telah menjemput Pierre di rumah Pak Nasution, tetapi dikatakan oleh penjaga bahwa Pierre sedang tugas dengan Pak Nasution. 

Sebelumnya, Pierre memang sudah berjanji kepada Yusuf Rosak yang kebetulan ada tugas di Jakarta, bahwa pada tanggal 1 Oktober, keduanya akan pulang bersama-sama ke Semarang. 

Pada waktu berusaha menjemput itu, Yusuf memang melihat beberapa panser di sekitar rumah Jenderal AH Nasution yang disangkanya hanya latihan, ia tidak tahu kejadian yang sebenanya. 

Mendengar keterangan Yusuf Rosak itu, lbu Pierre menjadi lega dan mengatakan kepada Mitzi,

"Nah, itu dia, kau masih berpikir yang bukan-bukan, Pierre kan sedang bertugas dengan Pak Nas, kenapa kau bertanya kepada Panglima segala?" tulis Masykuri dalam bukunya "Pierre Tendean" terbitan 1983/1984, mengutip kata-kata Maria Elizabeth.

Foto: Kapten Anumerta Piere Tendean bersama dengan kedua kakak perempuannya Mitzi Farre (duduk) dan Rooswidiati (Masykuri, "Pierre Tendean" - 1983/1984)

Dulu, saat Pierre Tendean masih ditempatkan pada medan berbahaya, menyusup ke dalam wilayah Malaysia dalam Operasi Dwikora di Kalimantan, Maria Elizabeth meminta putranya ditarik pulang dari garis depan. Ia ingin putra satu-satunya itu ditempatkan dalam zona aman dari perang.

Pierre Tendean, kemudian akhirnya ditarik pulang berkat permintaan ibunya itu dan ditempatkan dalam tugas baru, sebagai Ajudan Menhan Pangab, Jenderal Nasution.

Tapi ajal manusia siapa yang dapat menebak? sang Ajudan ganteng yang penuh talenta itu, akhirnya gugur, justru disaat ia berada di tempat yang dekat dengan ibunya.

Hari itu, Maria Elizabet Cornet menangis pilu sambil memeluk peti jenazah berbalut bendera merah putih. Dengan terisak-isak, Ia hanya bisa berkata.

"Pierre, wat is er met jou gebeurd? (Pierre, apa yang terjadi denganmu?)" isak Maria Elizabeth, dikutip dari penuturan Masykuri.

Maria Elizabeth Cornet, perempuan berdarah Prancis tersebut seolah meratapi takdir putra satu-satunya itu, Pierre Andrias Tendean, yang gugur justru disaat Maria tengah merayakan ulang tahunnya pada 30 September 1965.

Foto: Kapten Pierre Tendean (Wikpedia - IG @pierresangpatriot)

 

Gugurnya Sang Ajudan

Seperti yang dituturkan Masykuri dalam bukunya, pada tanggal 4 Oktober, keluarga Pierre di Semarang mendengar berita tentang gugumya Lettu Pierre Tendean dari Siaran warta berita RRI Jakarta jam 19.00. 

Mereka ragu-ragu terhadap berita itu karena dalam siaran itu disebutkan bahwa yang telah gugur, pertama Letnan Jenderal Ahmad Yani, kedua Mayor Jenderal Suprapto, dan seterusnya, sampai yang ketujuh disebutkan Pengawal Menko Hankam, Lettu. CPM Pierre Tendean. Mereka berpikir bahwa Pierre bukan dari CPM melainkan dari Corp Zeni. 

Dalam keadaan ragu-ragu itu datang telepon dari Pangdam Diponegoro, bahwa Lettu Pierre Tendean telah gugur dan akan dimakamkan besok tanggal 5 Oktober. Untuk keluarga Pierre disediakan pesawat khusus guna menghadiri pemakamannya di Jakarta.

Foto: Kakak Pierre Tendean, Mitzi dan Bonnie putranya disamping makam Piere.(Masykuri, "Pierre Tendean" - 1983/1984)

Sebelumnya, pada pagi hari, 4 Oktober 1965, usai daerah Lubang Buaya direbut oleh pasukan RPKAD pimpinan Sarwo Edhie Wibowo, dilakukan proses pengangkatan jenazah yang ditemukan terkubur dalam sebuah sumur tua.

Sumur tua itu dalamnya 12 meter dan garis tengahnya hanya lebih kurang 0,75 meter, ditimbun dengan sampah-sampah kering, batang-batang pohon pisang, daun singkong dan tanah secara belselang-seling. 

Pelaksanaan teknis penggalian dilakukan oleh anggota-anggota Kesatuan Intai Para Amphibi (KJPAM) dari KKO Angkatan Laut dengan memakai alat-alat seperti tabung zat-zat asam dan lain sebagainya.

Pada pukul 12.00, pertama kali berhasil dinaikkan jenazah Lettu. Pierre Tendean, Ajudan Jenderal Nasution. Pada jam 13.40 menyusul jenazah Mayor Jenderal Suprapto dan Mayor Jenderal S. Parman. 

Pada jam 13 .50, jenazah Letjen. A. Yani yang diikat rrienjadi satu dengan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, serta jenazah Mayor Jenderal Haryono MT. Dan akhirnya, pada jam 14.10 berhasil diangkat jenazah Brigadir Jenderal DJ. Panjaitan. 

Dari urut-urutan pengangkatan jenazah itu tampaklah bahwa Lettu Pierre Tendean merupakan perwira yang paling akhir dilemparkan ke dalam sumur maut itu oleh pelaku G30 S PKI.

Foto: Cuplikan Film Pengkhianatan G30S PKI, suasana di Lubang Buaya.

Pada hari Angkatan Bersenjata, tanggal 5 Oktober 1 965, rakyat Jakarta, tanpa anjuran atau seruan apa pun, sejak pagi telah berjejer-jejer sepanjang jalan, sejak dari sudut timur laut Medan Merdeka sampai ke Kalibata, untuk memberikan penghormatan terakhir kepada tujuh Pahlawan Revolusi itu.

Pidato mengharukan dari Jenderal Nasution, melepas pemberangkatan jenazah para pahlawan revolusi tersebut:

" Rekan-rekan, adik-adik saya sekalian, saya sekarang sebagai yang tertua dalam TNI yang tinggal bersama lainnya akan meneruskan perjuangan kamu, membela kehormatan kamu. 

Menghadaplah sebagai pahlawan, pahlawan dalam hati kami seluruh TNI. Sebagai pahlawan, menghadaplah kepada asal mula kita yang menciptakan kita, Allah Subhanahu wataala, 

Karena akhirnya Dia-lah Panglima kita yang paling tertinggi. Dia-lah yang menentukan segala sesuatu, juga atas diri kita semua." kata Nasution. (Buz)

Ikuti perkembangan berita terbaru lainnya melalui channel YouTube tvOneNews:

 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
08:03
03:18
03:23
04:46
05:39
03:03
Viral