- Kolase tvonenews.com
Pandangan Susno Duadji Soal Lie Detector Buat Tersangka: Sudahlah Pakai Alat Bukti yang Sudah Ditentukan..
Jakarta - Seluruh tersangka dugaan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J telah melakukan tes uji kebohongan menggunakan lie detector. Adapun pandangan Susno Duadji soal Lie Detector buat tersangka: Sudahlah pakai alat bukti yang sudah ditentukan.
Penggunaan Lie Detector atau uji poligraf pada para tersangka menjadi penuh pertanyaan dari publik mengenai seberapa efektif penggunaan alat tersebut dan bisa kah menjadi alat barang bukti mengungkap kasus pembunuhan berencana Brigadir Yoshua.
Pandangan Susno Duadji Soal Lie Detector Buat Tersangka: Sudahlah Pakai Alat Bukti yang Sudah Ditentukan..
Sebagai informasi, ada dua kasus besar pidana penyelidikan menggunakan Lie Detector, diantaranya kasus pembunuhan Angeline Megawe tahun 2015, dimana pelakunya adalah Margriet ibu angkatnya sendiri, karena keterangannya beruba-ubah hingga gunakan Lie Detector untun menambah keyakinan Penyidik untuk menetapkan Margriet Megawe sebagai tersangka.
Selain itu, ada kasus sianida pembunuhan dengan korban Mirna yang dilakukan oleh Jessica Wongso, sempat di tes gunakan Lie Detector, tapi uniknya dirinya lolos tes kebohongan tapi tetap jadi terpidana dan divonis 20 tahun penjara.
Komjen Pol (Purn) Susno Duadji yang telah mengawal kasus Brigadir J sejak pertama kali menyeruak ke publik ini memiliki pandangan soal penggunaan Lie Detector atau Uji Poligraf kepada para tersangka yang dia yakini belum tepat.
"Dari contoh dua tadi, satu mengatakan lolos, satunya mengatakan tidak lolos, kemudian dari segi manfaat itukan di depan sidang tidak ada, belum termasuk alat bukti, tidak termasuk petunjuk. tidak juga termasuk di dalam keterangan ahli, kalau untuk keren-kerenan boleh-lah begitu." ucapnya di Apa Kabar Indoesia Malam, Kamis (8/9/2022).
Susno menyarankan kepada para penyidik Timsus bentukan Kapolri agar lebih mengedepankan gunakan alat bukti yang sudah ada secara hukum.
"Udahlah pakai alat bukti yang sudah ditentukan, alat bukti yang sudah diakui secara hukum, jelas 184 dan saya yakin penyidik sudah punya itu, Makanya dia sudah berani ajukan tahap pertama melimpahkan pada Jaksa Penuntut Umum. " sambungnya.
Lebih lanjut, Eks Kabareskrim meyakini bahwa penyidik tidak akan menggunakan hasil dari Lie Detector demikian sebagai alat bukti, tetapi hanya sebagai pembanding.
"Alat bukti itu dari segi hukum belum masuk, dari segi memberikan keyakinan kepada hakim Wallahu Alam Bish-Shawab, kalau hakim masih senang nujum-nujum ya mungkin nggak dipakai," jelasnya.
Purnawirawan Jenderal Bintang Tiga Polisi ini pun berharap agar penyidik punya integritas tinggi untuk menangani kasus Brigadir J.
Diripidum Bareskrim Polri Soal Pemeriksaan Gunakan Lie Detector
Brigjen Andi Rian Djajdi. (via-antara)
Sebelumnya,Brigjen Andi Rian Djajadi selaku Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) pernah mengungkapkan hasil uji poligraf terhadap Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf dengan hasil “no deception indicated atau keterangan yang disampaikan kepada penyidik jujur.
Berbeda dengan hasil pemeriksaan uji poligraf Putri Candrawathi dan Susi, penyidik tidak mengungkapkan hingga kini.
Menurut Andi, semua fakta yang diperoleh dari penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri akan diungkapkan di persidangan
“Toh juga semua fakta akan diungkap di pengadilan,” kata Andi yang juga Ketua Tim Penyidik Tim Khusus bentukan Kapolri.
Andi mengamini apa yang disampaikan oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo terkait standarisasi dan aturan yang melekat dalam pelaksanaan uji poligraf. Ia juga memahami rasa ingin tau publik yang besar terhadap pengungkapan kasus ini.
“Tidak akan ada kepuasan publik, apalagi analisis liar berkembang terkait pelaksanaan uji poligraph,” terangnya.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo sebelumnya menyampaikan, bahwa hasil pemeriksaan menggunakan Lie Detector atau uji poligraf adalah untuk penegakan hukum (pro justicia) yang hanya disampaikan kepada penyidik.
Menurut jenderal bintang dua itu, ada persyaratan yang sama dengan Ikatan Dokter Forensik Indonesia yang wajib dipatuhi. Poligraf juga memiliki ikatan (perhimpunan) secara universal yang berpusat di Amerika.
Puslabfor memiliki alat Poligraf yang sudah terverifikasi dan tersertifikasi baik itu ISO maupun perhimpunan poligraf di dunia.
Puslabfor Polri memiliki alat poligraf buatan Amerika tahun 2019 memiliki tingkat akurasi 93 persen dengan syarat akurasi 93 persen maka hasilnya digunakan untuk penegakan hukum.
“Kalau (hasil ujinya) di bawah 90 persen tidak masuk ke dalam ranah pro justicia,” kata Dedi.
Dedi juga menyampaikan bahwa, jika hasil poligraf 93 persen masuk ranah pro justicia maka hasil pemeriksaan Uji Poligraf diserahkan ke penyidik. Lalu penyidik yang punya hak untuk mengungkapkan kepada media atau tidak, termasuk penyidik juga bisa menyampaikan-nya di persidangan.
“Karena poligraf tersebut bisa masuk dalam Pasal 184 KUHAP (tentang alat bukti yang sah menurut sistem peradilan pidana) ya alat bukti, selain petunjuk juga termasuk dalam keterangan ahli,” kata Dedi. (mut/ind)