- IG @vz_pierre
Cerita Cinta Kapten Pierre Tendean yang Terungkap Dalam Surat Pada Kakaknya Mitzi, Tapi PKI Menggagalkan Semuanya
Kepada Mitzi kakaknya, Kapten Pierre Tendean mengirim sepucuk surat. Pierre menceritakan tentang cintanya kepada kekasihnya Rukmini atau yang akrab disapa Mimin. Dalam surat itu Ia mengatakan telah menemukan jodohnya.
"Mitz, aku wis ketemu jodoku. Wis yo Mitz, dongak ake wae, mugo-mugo kelakon.(Mitz, aku sudah ketemu jodohku. sudah ya Mitz, doakan saja mudah-mudahan tercapai.)" tulis Pierre Tendean, dikutip dari penuturan Masykuri dalam bukunya "Pierre Tendean" terbitan 1983/1984.
Membalas surat adiknya yang menyatakan bahwa ia telah mempunyai tambatan hati itu, Mitzi Farre menulis,
"Pierre, kalau orang mau berumah tangga yang penting adalah restu dari orang tua". kata Mitzi
Foto: Kakak Pierre Tendean, Mitzi dan Bonnie putranya disamping makam Piere. (Masykuri, "Pierre Tendean" - 1983/1984)
Hal yang dibayangkan Mitzi, adalah untuk kedua kalinya terdapat perbedaan antara Pierre dengan orang tuanya, terutama dengan ibunya. Dahulu tentang pilihannya untuk memasuki Akademi Militer, sekarang tentang pilihannya untuk mendapatkan jodoh.
Ini terjadi karena besarnya rasa kasih sayang orang tuanya terhadap Pierre. Orang tuanya khawatir kalau-kalau dengan pilihannya itu, kelak Pierre tidak akan memperoleh kebahagiaan.
Demikian cintanya Pierre terhadap kekasihnya Rukmini, sehingga setiap ada waktu senggang dalam tugasnya selalu dipergunakan untuk menemui kekasihnya itu.
Foto: Kapten Pierre Tendean dan Keluarga (IG @vz_pierre)
Pierre yang memiliki kepercayaan besar terhadap dirinya itu telah mempertimbangkan pilihannya dengan masak-masak.
Pierre berusaha keras untuk meyakinkan orang tuanya bahwa Mimin memang cocok baginya dan diantara dirinya dengan Mimin telah ada ikatan perjanjian.
Akhimya setelah mengenal lebih banyak tentang Mimin yang telah menjadi pilihan anaknya itu, seluruh keluarga Dr. Tendean dapat menyetujuinya.
Rencana Menikah dan Firasat Ibu Nasution
Dalam penuturan Masykuri, rencana berumah tangga membuat Pierre mulai memikirkan keadaan ekonominya secara sungguh-sungguh. Ia menyadari bahwa sebagai Letnan Satu, gajinya tidak seberapa.
"Karena itu dicarinya jalan untuk menambah penghasilan, yaitu ikut mengemudikan traktor dalam pembuatan jalan di Silang Monas, pada waktu malam hari, ketika sedang tidak bertugas." tulis Masykuri dalam bukunya.
Pada tanggal 31 Juli 1965, sebagai ajudan, Pierre mengikuti perjalanan tugas Jenderal Nasution ke Medan, yang juga diikuti ibu Nasution. Kesempatan ini dipergunakannya untuk menemui Mimin dan orang tuanya.
Foto: Jenderal Nasution dan keluarga (Wikipedia)
Dalam pertemuan tersebut, diputuskan bahwa pernikahan antara Lettu Tendean dengan Mimin direncanakan berlangsung pada bulan November 1965.
Sekembalinya dari Medan, Lettu Pierre membicarakan rencana pernikahannya dengan Ibu Nasution. Dengan rasa keibuan, Ibu Nasution menasehatinya:
"Jangan terlalu memuja acalon istrimu. Jangan sekali-kali mempunyai anggapan bahwa cintamu terhadap calon istrimu tak dapat dipisahkan oleh siapapun.
Aku telah cukup melihat peristiwa-peristiwa sedih mengenai hal itu, sebagaimana halnya dengan istri Kolonel Suryo Sumarno yang pernah kuceritakan padamu itu.
Foto: Pemakaman Pahlawan Revolusi, korban G30S PKI (Dok.Film Pengkhianatan G30S PKI).
Kedua suami istri ini sangat berbahagia, karena merupakan pasangan yang sangat cocok sekali. Mereka merasa tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya, dan keduanya selalu mengagung-agungkan cinta mereka.
Akan tetapi apa yang terjadi kemudian? Overste Suryo Sumarno telah dibunuh PKI dengan kejam pada waktu bergerilya di Merbabu - Merapi Kompleks, ketika clash ke II, tahun 1949.
"Kuharap hal ini tidak akan terjadi padamu Pierre. Oleh karena itu wajarlah saja dalam bercinta. Jangan terlalu mengagung-agungkan kekasihmu, Mimin." nasehat Ibu Johanna Sunarti Nasution.
Nasehat Johanna Nasution pada Lettu Pierre Tendean itu seolah menjadi firasat tentang akhir perjalana sang Ajudan. Nasehat lbu Nasution kepada Lettu Pierre Tendean itu diucapkan dua hari sebelum Pierre direnggut nyawanya oleh G30S PKI.
Gugurnya Sang Ajudan, Terkubur Bersama Cintanya
Pada pagi hari, 4 Oktober 1965, usai daerah Lubang Buaya direbut oleh pasukan RPKAD pimpinan Sarwo Edhie Wibowo, dilakukan proses pengangkatan jenazah yang ditemukan terkubur dalam sebuah sumur tua.
Sumur tua itu dalamnya 12 meter dan garis tengahnya hanya lebih kurang 0,75 meter, ditimbuj dengan sampah-sampah kering, batang-batang pohon pisang, daun singkong dan tanah secara belselang-seling.
Pelaksanaan teknis penggalian dilakukan oleh anggota-anggota Kesatuan Intai Para Amphibi (KJPAM) dari KKO Angkatan Laut dengan memakai alat-alat seperti tabung zat-zat asam dan lain sebagainya.
Foto: Cuplikan Film Pengkhianatan G30S PKI, suasana di Lubang Buaya.
Pada pukul 12.00, pertama kali berhasil dinaikkan jenazah Lettu. Pierre Tendean, Ajudan Jenderal Nasution. Pada jam 13.40 menyusul jenazah Mayor Jenderal Suprapto dan Mayor Jenderal S. Parman.
Pada jam 13 .50, jenazah Letjen. A. Yani yang diikat menjadi satu dengan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo, serta jenazah Mayor Jenderal Haryono MT. Dan akhirnya, pada jam 14.10 berhasil diangkat jenazah Brigadir Jenderal DJ. Panjaitan.
Dari urut-urutan pengangkatan jenazah itu tampaklah bahwa Lettu. Pierre Tendean merupakan perwira yang paling akhir dilemparkan ke dalam sumur maut itu oleh pelaku G30 S PKI.
Pada hari Angkatan Bersenjata, tanggal 5 Oktober 1 965, rakyat Jakarta, tanpa anjuran atau seruan apa pun, sejak pagi telah berjejer-jejer sepanjang jalan, sejak dari sudut timur laut Medan Merdeka sampai ke Kalibata, untuk memberikan penghormatan terakhir kepada tujuh Pahlawan Revolusi itu. (Buz)
Ikuti perkembangan berita terbaru lainnya melalui channel YouTube tvOneNews: