Blak-blakan! Psikolog Forensik Ungkap Problem Pemeriksaan Lie Detector pada Tersangka..
Sumber :
  • Kolase tvonenews.com / quora

Blak-blakan! Psikolog Forensik Ungkap Problem Pemeriksaan Lie Detector pada Tersangka, Begini Katanya..

Senin, 12 September 2022 - 18:45 WIB

Jakarta - Semua tersangka telah menjalani pemeriksan uji poligraf bagian dalam penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Adapun Psikolog Forensik ungkap problem pemeriksaan Lie Detector pada tersangka yang dinilai sejumlah pihak tidak efektif dan kredibel, Senin (12/9/2022)

Ketiga (Bharada E, Bripka RR dan Kuat Ma'ruf) tersangka kasus pembunuhan Brigadir J telah menjalani pemeriksaan uji poligraf atau lie detector pada selasa (6/9). Pihak Kepolisian mengatakan bahwa dari hasil uji poligraf, ketiga tersangka dinyatakan jujur.

Blak-blakan! Psikolog Forensik Ungkap Problem Pemeriksaan Lie Detector pada Tersangka, Begini Katanya.. 

Sedangkan untuk hasil dari Lie Detector untuk Putri Candrawathi dan Irjen Ferdy Sambo, Polisi belum mengungkapkan hasil pemeriksaannya.

Bareskrim Polri juga mengatakan bahwa alat poligraf memiliki tingkat akurasi 93 persen, sehingga bisa dijadikan rujukan sebagai alat bukti di Pengadilan dan Pro Justitia.

Tes kebohongan yang diujikan kepada kelima tersangka kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J menuai polemik. Pasalnya, penggunaan lie detector dinilai tidak efektif. Apalagi hasil dari uji kebohongan Ferdy Sambo dan Putri Cendrawati tidak juga diumumkan ke publik. Tentu hal ini banyak menimbulkan pertanyaan terhadap kredibilitas poligraf sebagai alat pendeteksi kebohongan

Sejumlah kalangan menganggap langkah Polri menggunakan Lie Detector dinilai tidak efektif, begitu pun kredibilitas Poligraf sebagai alat pendeteksi kebohongan telah banyak dipertanyakan.

Salah satunya dari Reza Indragiri selaku Psikolog Forensik yang ikut menyoroti keputusan dari Bareskrim Polri menggunakan Lie Detector.

"Lie Detector deteksi kebohongan, Apa itu kebohongan? Kebohongan akan kita ketahui setelah kita lakukan perbandingan antara pernyataan dan kenyataan, jadi mesin itu akan bisa menilai kalau dia tahu kenyataannya seperti apa, " 

"Dari sini saja semestinya jadi problem ini, Siapa gerangan operator lie detector, mana gerangan mesin lie detector yang tahu tentang kenyataan di TKP itu seperti apa, itu tidak ada yang tahu," ucapnya di Kabar Petang tvOne, pada minggu (11/9/2022).

Menurut Psikolog Forensik, mesin itu alih-alih mengukur perbandingan antara pernyataan dan kenyataan, alat ini mengukur perubahan-perubahan fisiologis manusia ketika berhadap dengan pernyataan atau pernyataan tertentu.

ia mencontohkan perubahan fisiologis seperti kucuran keringat, pupil mata yang besar, degup jantung yang semakin kencang, suhu badan yang meninggi.

Namun, Reza Indragiri mempertanyakan, "Nah Persoalannya, siapa yang bisa memastikan, tunjukkan teorinya yang menyimpulkan bahwa perubahan-perubahan fisiologis yang saya kemukakan tadi, mutlak adanya tak terbantahkan merupakan tanda seseorang tengah berbohong, Tidak ada," ujarnya.


Polri klaim akurasi 93 persen dari alat Poligraf

Reza Indragiri pun memberi tanggapan atas pernyataan dan klaim dari Bareskrim Polri tersebut.

"93 persen itu menunjukkan apa sesungguhnya? Validitas dalam dunia penelitian adalah hasil pengukuran sesuai dengan kenyataanya (sesuai dengan kondisi yang sebenarnya).

"Sekali lagi, operatornya kah, lie detectornya, bahkan penyidik sesungguhnya mencari tahu kenyataannya seperti apa, faktanya seperti apa, 

"Tidak mungkin-lah lie detector bisa mengetahui kenyataan, tidak mungkin operator bisa mengetahui faktanya, kan operator tidak ada di lokasi kejadian." ungkanya.

"Jadi ini yang menjadi persoalan, kata kebohongan itu sudah tidak absolut sebatas mengukur respon fisiologis," paparnya.

Lebih lanjut, Reza Indragiri menyatakan bahwa penggunaan uji poligraf atau alat tersebut menggunakan respon dari fisilogis manusia. 

"Respon fisiologis itulah kemudian yang diinterpretasi sebagai penanda kebohongan atau kejujuran, ,"

Lie Detector merupakan seperangkat mesin poligraf berteknologi canggih untuk mengumpulkan analisis respon fisilogis manusia.

Melalui sensor yang bekerja, alat ini digunakan untuk memeriksa apakah seseorang berkata jujur atau bohong dalam memberikan keterangan suatu peristiwa tertentu. 

Diripidum Bareskrim Polri Soal Pemeriksaan Gunakan Lie Detector

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo. (via-viva)

Sebelumnya, Andi pernah mengungkapkan hasil uji poligraf terhadap Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma’ruf dengan hasil “no deception indicated atau keterangan yang disampaikan kepada penyidik jujur. 

Berbeda dengan hasil pemeriksaan uji poligraf Putri Candrawathi dan Susi, penyidik tidak mengungkapkan hingga kini. 

Menurut Andi, semua fakta yang diperoleh dari penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Dittipidum Bareskrim Polri akan diungkapkan di persidangan

“Toh juga semua fakta akan diungkap di pengadilan,” kata Andi yang juga Ketua Tim Penyidik Tim Khusus bentukan Kapolri. 

Andi mengamini apa yang disampaikan oleh Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo terkait standarisasi dan aturan yang melekat dalam pelaksanaan uji poligraf. Ia juga memahami rasa ingin tau publik yang besar terhadap pengungkapan kasus ini. 

“Tidak akan ada kepuasan publik, apalagi analisis liar berkembang terkait pelaksanaan uji poligraph,” terangnya. 

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Dedi Prasetyo sebelumnya menyampaikan, bahwa hasil pemeriksaan menggunakan Lie Detector atau uji poligraf adalah untuk penegakan hukum (pro justicia) yang hanya disampaikan kepada penyidik. 

Menurut jenderal bintang dua itu, ada persyaratan yang sama dengan Ikatan Dokter Forensik Indonesia yang wajib dipatuhi. Poligraf juga memiliki ikatan (perhimpunan) secara universal yang berpusat di Amerika.

Puslabfor memiliki alat Poligraf yang sudah terverifikasi dan tersertifikasi baik itu ISO maupun perhimpunan poligraf di dunia.  
Puslabfor Polri memiliki alat poligraf buatan Amerika tahun 2019 memiliki tingkat akurasi 93 persen dengan syarat akurasi 93 persen maka hasilnya digunakan untuk penegakan hukum. 

“Kalau (hasil ujinya) di bawah 90 persen tidak masuk ke dalam ranah pro justicia,” kata Dedi. 

Dedi juga menyampaikan bahwa, jika hasil poligraf 93 persen masuk ranah pro justicia maka hasil pemeriksaan Uji Poligraf diserahkan ke penyidik. Lalu penyidik yang punya hak untuk mengungkapkan kepada media atau tidak, termasuk penyidik juga bisa menyampaikan-nya di persidangan. 

“Karena poligraf tersebut bisa masuk dalam Pasal 184 KUHAP (tentang alat bukti yang sah menurut sistem peradilan pidana) ya alat bukti, selain petunjuk juga termasuk dalam keterangan ahli,” kata Dedi. (mut/ind)

Jangan Lupa Tonton dan Subscribe tvOneNews

 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:50
03:27
02:06
03:04
03:16
05:48
Viral