- istimewa
Soekarno Dianggap Sebagai Sosok yang Menjengkelkan Bagi Blok Barat, Begini Skenario Amerika Tumbangkan Soekarno Melalui PKI
Ada banyak teori konspirasi yang beredar diseputar peristiwa tersebut, terkait siapa sebetulnya dalang dibalik G30S PKI yang dimotori sekelompok "perwira berpikiran maju" yang tega menghabisi atasannya sendiri di Angkatan Darat.
Salah satu teori yang mengemuka adalah dugaan keterlibatan operasi inteligen Amerika Serikat melalui Central Intelligence Agency atau CIA untuk mendorong kejatuhan Soekarno di Indonesia melalui G30S PKI.
Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno dipandang blok barat terlalu dominan berkiblat pada blok komunis Soviet dan RRC. Karena itu Soekarno dianggap sebagai sosok yang menjengkelkan.
Politik luar negeri Soekarno yang bebas aktif dan dipamerkan pada Konferensi Asia Afrika 1955, hujatan berulangnya terhadap imperialisme Barat, dan kesediaannya merangkul PKI sebagai bagian integral dalam politik Indonesia, ditafsirkan di Washington sebagai bukti kesetiaan Sukarno kepada Moskow dan Beijing.
Foto: Pidato Presiden Soekarno di Majelis Umum PBB, 1960. (Dok. YouTube - Arsip Nasional RI)
Eisenhower dan Dulles bersaudara – Allen sebagai kepala CIA dan John Foster sebagai kepala Departemen Luar Negeri memandang semua pemimpin nasionalis Dunia Ketiga yang ingin tetap netral di tengah-tengah perang dingin sebagai antek-antek komunis.
John Rossa dalam bukunya "Dalih Pembunuhan Massal, Gerakan 30 September dan Kudeta Suharto", diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh Institut Sejarah Sosial Indonesia dan Hasta Mitra, Januari 2008, memaparkan bagaimana Amerika ikut serta "Menata Panggung Bentrokan" antara Angkatan Darat dan PKI melalu peristiwa G30S PKI.
Sesudah PKI memenangi pemilihan umum daerah pada pertengahan 1957, Dulles bersaudara berpikir waktunya telah tiba untuk bergerak melawan Soekarno.
Operasi Intelijen Memecah Belah Indonesia
Sebuah komite ad hoc untuk Indonesia dalam Dewan Keamanan Nasional AS pada September 1957 menyimpulkan bahwa Amerika Serikat harus “memperkuat kebulatan tekad, kemauan dan kepaduan pasukan antikomunisnya di pulau-pulau luar Jawa,” sehingga mereka bisa berperanan sebagai “titik penggalangan kekuatan jika kaum komunis menguasai Jawa.”
"Pada akhir 1957 pemerintah Eisenhower berpendapat bahwa kebangkitan PKI, khususnya di Jawa, berarti telah datang saatnya untuk memecah-belah kepulauan Indonesia menjadi satuan-satuan yang lebih kecil" tulis Rossa.
Atas dasar itu, Amerika kemudian ikut menyokong pemberontakan-pemberontakan militer yang terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia pada kurun waktu 1957-1958, seperti pemberontakan PRRI-Persmesta di Sumatera dan Sulawesi.
"Dukungan material AS menumbuhkan kepercayaan diri pada para pemberontak untuk menolak setiap penyelesaian yang dirundingkan. CIA memberikan uang muka sebesar $50.000 kepada Kolonel Simbolon di Sumatra Utara pada awal Oktober 1957 dan mulai mengirim senjata pada bulan berikut." ungkap Rossa.
Presiden Soekarno sendiri akhirnya menjawab pemberontakan itu dengan kekuatan militer. Di wilayah Sumatera, dengan cepat pemberontakan dapat dipadamkan, namun di wilayah Sulawesi, Soekarno butuh waktu lebih lama.
Dari pangkalan udara Manado Sulawesi Utara, yang dekat dengan pangkalan udara AS di Filipina, CIA melepas satu armada dengan delapan atau sembilan pesawat terbang yang diawaki pilot-pilot berkebangsaan Amerika, Taiwan, dan Filipina.
Armada udara kecil ini sangat merintangi tentara Indonesia dengan pemboman atas kapal-kapal dan pelabuhan-pelabuhan udara di seluruh kawasan Indonesia timur.
"CIA serta-merta menghentikan bantuan udaranya pada akhir Mei 1958 ketika seorang pilot Amerika, Allen Pope, ditembak jatuh dan ditangkap hidup-hidup sesudah melakukan pemboman atas kota Ambon. Serangan membabi buta yang membunuh sekitar tujuh ratus penduduk sipil." ungkap John Rossa.
Angkatan Darat dan Panggung Bentrokan Dengan PKI
Operasi inteligen dengan memecah belah Indonesia untuk menghadang blok komunis Soviet-China belakangan dirasakan tidak efektif, menyusul gagalnya setiap upaya pemberontakan. Amerika, menurut Rossa kemudian mengambil jalan lain, yaitu merangkul Angkatan Darat.
Sebuah dokumen Dewan Keamanan Nasional (NSC), “Laporan Khusus Tentang Indonesia” yang ditulis dalam Januari 1959, melihat Angkatan Darat sebagai perintang utama terhadap kekuatan komunis di Indonesia.
NSC menilai, kekuatan sipil nonkomunis di dalam partai-partai politik dengan dukungan Angkatan Darat bisa berbalik melawan partai komunis di gelanggang politik.
Foto: Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit (Istimewa)
Dokumen NSC itu menganjurkan Presiden Eisenhower agar memperkuat hubungan AS dengan tentara Indonesia agar institusi ini mampu memerangi kaum komunis.
"Untuk memastikan bahwa pimpinan Angkatan Darat mau dan mampu memenuhi peranannya sebagai ujung tombak kekuatan antikomunis, Gedung Putih menyumbang perlengkapan dalam jumlah besar-besaran." tulis Rossa.
Rossa menulis, sejalan dengan kebijakan pembangunan Angkatan Darat sebagai benteng perlawanan terhadap PKI, pemerintah AS memberi pelatihan kepada perwira-perwira Angkatan Darat di Amerika Serikat, memberi sumbangan dan menjual persenjataan, serta memberi bantuan keuangan.
Foto: Pengangkatan Jenazah korban G30S PKI di Lubang Buaya (Dok.Film Pengkhianatan G30S PKI)
Dari 1958 sampai 1965 Amerika Serikat setiap tahun mengeluarkan sekitar $10 juta sampai $20 juta untuk bantuan militer Indonesia.
Program pendidikan perwira Angkatan Darat Indonesia di sekolah-sekolah seperti di Fort Bragg dan Fort Leavenworth merupakan program yang menyeluruh.
Dari 1950 sampai 1965 sekitar 2.800 perwira Angkatan Darat Indonesia dikirim ke Amerika Serikat untuk sekolah – sebagian besar sesudah 1958.
Selain melatih perwira, pemerintah AS juga menggalakkan “civic action" sebagai sarana penangkal pengaruh politik PKI. Pemerintah AS merumuskan civic action sebagai penggunaan militer pada proyek-proyek yang berguna bagi segala tingkatan penduduk setempat dalam bidang-bidang seperti pendidikan, pelatihan, pekerjaan umum, pertanian, transportasi, komunikasi, kesehatan, sanitasi dan lain-lain.
Civic Action memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi dan sosial, yang berguna bagi bertambah baiknya posisi angkatan bersenjata di tengah masyarakat. Inilah sebuah program, yang dalam istilah klise, untuk merebut hati dan pikiran.
Menyiapkan Kudeta Gagal PKI
Meskipun jengkel dengan Soekarno, Amerika tak mau bersikap gegabah untuk menggulingkan Presiden Soekarno. Dalam pertimbangannya, Soekarno adalah sosok yang sangat dicintai rakyat Indonesia.
Diplomat Amerika berpengalaman, Ellsworth Bunker, yang dikirim ke Jakarta pada April 1965 untuk melakukan penilaian menyeluruh terhadap hubungan AS -ttt Indonesia, membenarkan tinjauan tentang Sukarno yang tidak bisa diserang itu.
“Tidak perlu disangsikan kesetiaan rakyat Indonesia kepada Sukarno,” tulisnya dalam laporannya kepada Presiden Johnson.
Foto: Cuplikan Film Pengkhianatan G30S PKI
Agar sebuah kudeta berhasil di Indonesia, ia harus diberi kedok yang sebaliknya, yaitu usaha untuk menyelamatkan Presiden Sukarno. Angkatan Darat harus tampil sebagai penyelamat Sukarno dan bukan sebagai penggali liang kubur baginya.
Duta Besar Amerika di Indonesia, Jones memberikan sudut pandang lain. Jones melemparkan ide terkait percobaan kudeta yang gagal oleh PKI.
"kiranya merupakan perkembangan yang paling efektif untuk memulai pembalikan kecenderungan politik di Indonesia.” kata, Jones, dikutip dari penuturan John Rossa.
Jones tidak sendiri dalam berpikir tentang rencana kudeta yang gagal oleh PKI sebagai dalih yang ideal. Gagasan ini beredar luas di kalangan korps diplomatik di negara-negara yang bersahabat dengan Amerika Serikat.
Edward Peck, wakil Menlu di Kementerian Luar Negeri Inggris, menyarankan “karenanya barangkali banyak yang harus dibicarakan untuk mendorong PKI melakukan kup prematur selagi Sukarno masih hidup.”
Menjawab Peck, Komisaris Tinggi Selandia Baru di London, pada Desember 1964 dengan tegas mengatakan bahwa kup prematur PKI “boleh jadi merupakan cara penyelesaian yang paling berguna bagi Barat asal kup itu gagal.”
Amerika Serikat menciptakan kondisi melalui operasi-operasi rahasia. Sebuah komisi NSC menyetujui proposal pada Maret 1965 untuk aksi-aksi rahasia, misalnya menyokong kelompok-kelompok antikomunis yang ada, operasi-operasi black letter [surat kaleng] dan operasi-operasi media.
Foto: Cuplikan Film Pengkhianatan G30S PKI
Rencananya adalah, menggambarkan PKI sebagai penentang Sukarno dan nasionalisme yang sah yang semakin ambisius dan berbahaya, dan dengan demikian menyatukan semua elemen nonkomunis untuk melawan PKI.
"Pemerintah AS menjadi sangat mengharapkan terjadinya bentrokan antara Angkatan Darat dan PKI pada 1965 karena hubungan AS dengan pemerintah Sukarno dengan cepat memburuk." ungkap John Rossa.
Skenario kudeta yang gagal dipandang sebagai strategi yang paling ideal, namun Pemerintah Amerika Serikat, tentu saja, tidak tahu dengan tepat kapan dan bagaimana bentrokan antara Angkatan Darat dan PKI akan terjadi.
Amerika dalam catatan John Rossa sempat pesimis, upaya mendorong pecahnya bentrokan akan terjadi, namun situasi kemudian berubah dengan cepat, Sjam Kamaruzzaman dan Aidit disebut akhirnya masuk perangkap dan melancarkan operasi militer G30S PKI yang terbukti gagal. (Buz)
Ikuti perkembangan berita lainnya melalui channel YouTube tvOneNews: