- tvOne - miftakhul erfan
Monumen Kresek Adalah Bukti Kekejaman PKI Madiun 1948 Pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin
Madiun, Jawa Timur – Hari Kesaktian Pancasila yang jatuh pada tanggal 1 Oktober besok adalah sebuah tonggak sejarah era revolusi nasional Indonesia pada tahun 1965 lalu yang kelam, lantaran diwarnai aksi pemberontakan PKI kepada Pemerintah RI, hingga pembantaian masal warga sipil, tokoh masyarakat hingga para Jendral di tubuh TNI AD.
Sementara itu, di Madiun juga terdapat Monumen Kresek, saksi bisu kekejaman Partai Komunis Indonesia (PKI) pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin pada tahun 1948, yang berada Di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun.
Monumen yang didirikan pada tahun 1987 tersebut terdapat reliev para korban dari tawanan yang berasal dari warga sipil, tokoh masyarakat, polisi dan anggota TNI yang telah dibantai para anggota PKI, pimpinan Muso saat melarikan diri karena terdesak oleh pasukan Siliwangi pada September 1948.
Sejarah Singkat Berdirinya PKI di Madiun
Berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun pada tahun 1948, tak lepas dari peran Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia) sebuah organisasi pergerakan para pemuda dan laskar-laskar pejuang yang dibawah naungan Front Demokrasi Rakyat (FDR) pimpinan Amir Syarifuddin.
Amir Syarifuddin adalah Mantan Perdana Mentri dan Tokoh Politik sayap kiri yang juga pimpinan FDR (Front Demokrasi Rakyat) yang merangkul sejumlah parta sayap kiri, seperti Partai Buruh, PKI, PSI, dan Pesindo.
Sementara menurut pengamat sejarah Madiun yang juga sebagai Ketua Historia van Madioen (HvM) Septian Dwita Kharisma mengatakan, Madiun adalah salah satu dari 3 wilayah yang saat itu tidak dikuasai penjajah Belanda, tertuang dalam perjanjian renville antara pemerintah Indonesia dengan Belanda, yaitu Madiun, Yogjakarta dan Surakarta.
Sehingga, paska Jepang menyatakan mundur dari Indonesia , Madiun adalah salah satu kota di Jawa Timur yang menjadi markas para pejuang dan laskar-laskar rakyat yang berjuang mempertahankan kemerdekaan.
“Di Madiun saat itu ada tokoh sayap kiri yang paling berpengaruh yaitu Kolonel Dahlan, perwira BKR dan juga Kolonel Joko Suyono Mantan Anggota Peta Madiun,” ujar Septian, Jumat (30/9).
Dibawah Pesindo, laskar-laskar rakyat di Madiun dipersenjatai hasil dari rampasan dari penjajah Jepang dan Belanda. Mereka bertugas mencari dukungan untuk kembali menghimpun kekuatan dengan cara merekrut, pemuda, preman, hingga petani.
“Mereka sangat pandai dalam merayu agar mau ikut berjuang melawan penjajah, terlebih sosok Joko Suyono anggota Peta yang juga pernah di kader Muso untuk membangkitkan Komunis di Indonesia saat dirinya masih menjadi aktivis di Surabaya tahun 1935,” lanjut Septian.
Ada lagi tokoh penting dalam Pesindo yaitu Kolonel Sumarsono yang merupakan pengikut Amir Syarifuddin. Dia lari ke Madiun saat kalah dalam pertempuran 10 November 1945 dengan Belanda.
“Dengan kondisi Madiun yang dinamis saat itu, maka Madiun menjadi basis pergerakan revolusioner yang pesat. Banyak tokoh-tokoh laskar, politisi, yang bebas keluar masuk Madiun dengan berbagai misi dan tujuan,” ucap Septian.
Namun, organisasi pergerakan yang paling menonjol di Madiun saat itu adalah Pesindo yang dirawat baik oleh Amir Syarifuddin saat masih menjabat sebagai perdana menteri.
Di Pesindo inilah tulang punggung berdirinya PKI di Madiun. Hingga akhirnya terjadilah perseteruan antara Amir Syarifuddin yang kecewa dengan pemerintah RI dampak dari perundingan renville dan kebijakan Re-Ra yang dinilai sangat merugikan TNI dan Indonesia.
“Saat itu banyak tentara-tentara yang kecewa karena diberhentikan dari TNI dampak kebijakan Re-Ra, sehingga banyak yang bergabung dengan FDR dan PKI untuk memberontak,” imbuhnya.
Situasi tersebut dimanfaatkan oleh Muso yang baru pulang dari Uni Soviet, untuk mengajak Amir Syarifuddin sebagai pendiri FDR untuk melakukan pemberontakan dan membentuk negara baru dengan bergabung pada Uni Soviet.
Pemberontakan pun dimulai dari Madiun yang juga sebagai tonggak pemberontakan di berbagai daerah seperti di Solo dan Yogjakarta. Kenapa dimulai di Madiun, karena banyak laskar yang sudah terlatih dan dipersenjatai di Pesindo.
Hingga akhirnya, banyak pejabat pemerintahan di Jawa Timur yang masih setia kepada pemerintah RI diculik, seperti Gubernur Jawa Timur, RM. Soeryo, di bantai di Ngawi, dan dokter Mawardi juga tewas dibantai.
PKI dan FDR akhirnya berhasil merebut kekuasaan di Madiun dengan membantai para pejabat kabupaten, anggota DPR, Polisi dan Tentara yang tidak mau bergabung.
Mengetahui hal tersebut, Pemerintah RI kemudian mengerahkan pasukan TNI dari divisi Siliwangi yang di pimpin AH. Nasution yang saat itu baru di tarik ke Yogjakarta akibat perjanjian renville.
Madiun pun berhasil dikepung dari berbagai penjuru hingga akhirnya PKI pimpinan Muso dan FDR pimpinan Amir Syarifuddin merasa terpojok dan lari ke arah selatan di Pegunungan Wilis.
Saat merasa terpojok di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun itulah, PKI membantai para tawanan yang dibawa di sebuah rumah penduduk dan kemudian mayatnya di masukkan ke dalam sumur.
Muso akhirnya berhasil ditemukan bersembunyi di kamar mandi milik warga di Desa Semanding, Ponorogo dan di tembak mati, sementara Amir Syarifuddin berhasil ditangkap di Purwodadi, Jawa Tengah dan dieksekusi mati.
Lokasi pembantaian di Kresek tersebut kini dibangun sebuah monumen dengan nama Monumen Kresek. Sebagai pengingat betapa kejamnya PKI membantai orang-orang yang bersebrangan dengan faham Komunis, sehingga peristiwa kelam masa lalu tidak terulang kembali di masa yang akan datang. (men/hen)