- Istimewa/istockphoto.com
Hati-hati Kalau Bersiul, Merayu, Menatap, Kemenag: Karena Bisa Masuk Kategori Kekerasan Seksual
Jakarta - Masyarakat Indonesia harus mengetahui hal ini, harus berhati-hati dalam bertindak, seperti bersiul, merayu, menatap ke lawan jenis. Sebab, perbuatan itu dikatergorikan Kementerian Agama (Kemenag) adalah tindakan kekerasan seksual.
Kategori yang dikeluarkan Kemenag tersebut, baru-baru ini beredar di media sosial hingga viral. Dari informasi yang beredar tersebut, menyatakan Kemenag mengeluarkan kategori baru mengenai kekerasan seksual.
Peraturan itu melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan. Selain itu, kategori kekerasan seksual ini pun mulai diperluas dari verbal hingga virtual.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari media sosial instagram beritasumselterkini menuliskan, bahwa PMA No 73 tahun 2022 ini ditandatangani oleh Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas pada 5 Oktober 2022 dan mulai diundangkan sehari setelahnya.
“Setelah melalui proses diskusi panjang, kita bersyukur PMA tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama akhirnya terbit dan sudah diundangkan per 6 Oktober 2022,” ucap Juru Bicara (Jubir) Kemenag, Anna Hasbie, di Jakarta, Kamis (13/10/2022) lalu, seperti yang dikutip dari pemilik akun instagram beritasumselterkini, Selasa (18/10/2022).
Kemudian dijelaskan, PMA ini mengatur tentang upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di satuan Pendidikan pada Kementerian Agama.
Di mana satuan Pendidikan itu mencakup jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.
Berikutnya, PMA ini terdiri atas tujuh Bab, yakni, ketentuan umum, bentuk kekerasan seksual, pencegahan, penanganan, elaporan, pemantauan, dan evaluasi, sanksi, dan ketentuan penutup. Jadi, totalnya ada 20 pasal.
Sambung Anna menjelaskan, PMA ini mengatur bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.
Selain itu, ada setidaknya 16 klasifikasi bentuk kekerasan seksual, termasuk menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender korban.
“Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada korban juga termasuk bentuk kekerasan seksual,” ungkap Anna.
Sambungnya menegaskan, hal itu juga termasuk menatap korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman. (Aag)