- Istimewa/tim tvone
Tudingan Kamaruddin Soal Polisi Punya Rekening Gendut Terbantahkan dengan Kisah Brigjen Yehu
tvOnenews.com - Baru-baru ini, Pengacara Keluarga Birgadir J, Kamaruddin Simanjuntak, menyita perhatian publik hingga menuai komentar netizen di media sosial Instagram.
Pasalnya, beredar potongan video Kamaruddin Simanjuntak yang mengucapkan, bahwa polisi di mana-mana dan rata-rata
"Kalau jujur memang polisi di mana-mana rata-rata melakukan perbuatan itu kok. Maksudnya begini, polisi itu rata-rata mengabdi kepada negara cuma seminggu, tiga (3) minggu mengabdi kepada mafia," kata Kamaruddin Simanjuntak di kanal YouTube Uya Kuya, seperti yang dilansir dari akun media sosial instagram, undercover.id, Senin (26/12/2022).
"Kita jujur aja lah, nggak usah hidup munafik lah ya. Makanya polisi rata-rata itu banyak hartanya, makanya rata-rata hartanya puluhan miliar sampai ratusan miliar hingga terliunan," sambungnya menjelaskan.
Lanjutnya mempertanyakan, "kalau dia tak mengabdi kepada mafia, dari mana uang itu puluhan miliar, ratusan miliar hingga terliuanan," katanya.
Kemudian, dia katakan juga, bahwa saat ini ada daftar polisi yang memiliki rekening gendut. Di mana, ia akui, dirinya pernah menemukan polisi perwira menengah memiliki sawit 500 hektar.
"Uangnya 400 miliar, kerjanya reserse gitu loh, ini kan ajaib gitu loh. Jadi kita tidak bisa hidup munafik, jadi pertanyaannya adalah, mau nggak memperbaiki negara ini?," ujarnya.
Nah, tudingan terhadap polisi tersebut ternyata terbantahkan. Pasalnya, masih ada polisi yang berpangkat tinggi sehari-harinya bekerja naik angkutan umum.
Tangkapan Layar soal Pengacara Keluarga Birgadir J, Kamaruddin Simanjuntak, yang Menyebutkan Polisi Memiliki Rekening Gendut.
Bahkan, ada kisah seorang oknum polisi berpangkat Birgjen yang ditolak kredit rumah ketika ingin membeli rumah dengan cara kredit di salah satu bank.
Polisi itu berpangkat Brigjen itu adalah, Yehu Wangsajaya. Seorang polisi yang dikenal dengan kesederhanaannya.
Bayangkan saja, sosok jenderal bintang satu ini dengan entengnya pulang pergi menuju Mabes Polri, menggunakan angkutan umum.
Bahkan dari pantauan tim tvonenews.com, kediaman beliau terbilang sederhana untuk ukuran perwira tinggi di polisi. Tak hanya itu saja, letaknya pun berada di dalam gang yang idealnya hanya muat seukuran satu mobil saja.
Selain itu, yang lebih ironinya, Komplek Kostrad, Kelurahan Tanah Kusir, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, tempat dia tinggal itu sering dilanda banjir, ketika diguyur hujan deras.
"Ya, kalau hujan deras, sering banjir di sini," ujar Brigjen Yehu Wangsajaya kepada tvonenews.com.
Namun, di balik cerita itu semua, ada hal yang paling menarik. Yakni, kisah ketika Akpol angkatan 1989 itu ingin membeli rumah dan ditolak kredit rumah oleh salah satu bank swasta.
"Kaget saya, waktu saya lulus pendidikan polisi dengan pangkat Ipda, dan dahulu bangga kali saya. Kemudian, ketika saya menikahi istri saya, saya cari rumah bersama istri saya untuk dibeli," cerita Brigjen Yehu Wangsajaya kepad tvonenews.com.
Dia akui, dirinya dan istri cari rumah dengan memasuki komplek perumahan dan bertemua dengan marketingnya.
"Dan, saya senang, karena mau beli rumah, dan saya bilang ke marketingnya, oke saya mau beli, saya mau cicil, lalu marketingnya minta KTP saya," ujarnya.
Foto Brigjen Yehu Wangsajaya
Setelah marketing menerima KTP milik dirinya, kemudian si marketing pun membawa KTPnya ke atasannya. Namun, setelah beberapa menit, KTP miliknya dibalikan kembali.
"Marketing itu minta KTP saya, saya kasih KTP. Lalau ngga lama kemudian dia datang lagi, dan meminta maaf serta menjelaskan bahwasanya dirinya saya tidak bisa beli rumah itu dengen dicicil atau dikredit," katanya sambil tertawa.
Sontak, hal itu pun ia pertanyakan alasannya, mengapa dirinya tidak bisa kredit urmah.
"Terus dia bilang, bapak nggak bisa kredit karena bapak anggota ABRI (Polri). Karena penyebutan waktu itu, Polri itu ABRI. Lalu saya tanya kenapa ABRI? dia bilang nggak boleh pak, tetapi kalau bayar tunai kami terima, gitu katanya," jelasnya sambil tertawa terbahak-bahak mengenang masa dirinya ditolak kredit untuk mebeli rumah.
Jadi, ia akui, pada saat penolakan kredit rumah itu, dirinya merasa menjadi orang kelas dua. Bhakan, dia akui, dirinya mau bertanya kembali alasan mereka menolak kredit rumahnya. Namun, ia katakan, pada saat itu sang istri menariknya untuk mengajak pulang.
"Uda pi, katab istri saya, dan menarik saya untuk pulang. Di situ saya malu sekali, dan merasa jadi warga kelas dua," katanya.
Kemudian dengan adanya kejadian itu, ia akui, dirinya harus lebih mengkaji diri lagi. Tak lain bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup.
"Bahkan, dari kejadian ini kita juga harus nuruni keinginan. Karena kalau saya ingin rumah besar, saya juga harus sadar diri juga dengan gaji atau pendapat saya," ceritanya mengakhiri.
Brigjen Yehu Wangsajaya saat Menaiki Trans Jakarta Menuju Mabes Polri.
- Prestasi Brigjen Yehu Wangsajaya
Brigjen Yehu Wangsajaya juga sangat berprestasi. Sebagai magister di bidang ilmu komputer, ia termasuk sosok yang menggagas ujian SIM berbasis komputer.
Pada tahun 1998-an, Yehu menjabat sebagai seorang Wakasat Lantas Polrestabes Medan.
“Ada anak mahasiswi nangis udah ujian SIM tiga kali nggak lulus-lulus. Saat itu peraturannya kan memang ujian SIM maksimal tiga kali. Begitu saya cek jawabannya dengan sistem komputerisasi, ternyata dia lulus!” katanya.
Di situlah ia menerangkan pentingnya komputerisasi untuk mengurangi human eror. Selain itu Yehu juga pernah diundang ke Korea Selatan lantaran berhasil menciptakan panic button. Sebuah sistem alarm yang bisa membantu masyarakat saat mengalami kejadian tak diinginkan di jalanan.
“Sayang hingga saat ini belum bisa diterapkan, karena kita belum bisa produksi massal,” imbuhnya.
Di internal Polri ia termasuk tim penggagas Aplikasi Riwayat Hidup Personel Polri (RHPP) Mabes Polri yang kemudian dijadikan Satker Info Personel Spers Polri pada tahun 2011.
“Sebelum didigitalisasi itu ada banyak yang dobel-dobel datanya,” ujar Yehu. (amr/aag)