- tim tvone - yusuf
Demo Tolak Penambangan Sirtu, Dipanggil Polisi
Kediri, Jawa Timur - Aksi unjuk rasa menolak penambangan pasir dan batu (sirtu) di aliran Sungai Konto, Kecamatan Badas, Kabupaten Kediri, berbuntut panjang. Sejumlah petani dipanggil polisi karena dianggap telah menghalang-halangi aktivitas pertambangan. Dari tujuh orang petani di Desa Blaru, Kecamatan Badas, sudah ada tiga orang petani memenuhi panggilan Satreskrim Polres Kediri. Mereka menjalani pemeriksaan atas laporan dari sebuah perusahaan pertambangan PT GBS. Peristiwa bermula saat para petani menggelar aksi unjuk rasa menolak beroperasinya kembali tambang sirtu, pada awal September lalu. Selain merasa telah menggarap lahan secara turun temurun, mereka berpedoman pada sebuah surat penghentian sementara pertambangan dari DPMPTSP Provinsi Jawa Timur, pada tahun 2018. Tetapi aksi penolakan yang dilakukan oleh petani ini berujung pada laporan pihak perusahaan ke Polres Kediri. Mereka dianggap telah menghalang-halangi kegiatan tambang yang sudah memiliki izin. Imam Moklas, selaku penasihat hukum petani membantah kliennya telah menghalang-halangi atau merintangi kegiatan pertambangan. Sebab, aksi unjuk rasa petani, pada 5 September 2021 tersebut dilakukan di luar wilayah izin usaha pertambangan PT GBS.
“Kami percaya penanganan perkara ini berjalan dengan professional. Namun dari klien kami merasa tidak pernah menghalang-halangi atau merintangi kegiatan pertambangan. Dari klien kami semua ini menolak pertambangan karena ada surat penghentian sementara dari DPMPTSP Jawa Timur,” jelas Imam Muklas.
Masih kata Imam Muklas, sejauh ini sudah ada tujuh orang petani yang mendapat surat pemanggilan dari Polres Kediri. Tetapi, baru tiga orang yang telah memenuhi undangan untuk klarifikasi. Mereka adalah petani yang sudah turun temurun menggarap lahan di aliran Sungai Konto tersebut. Untuk diketahui, tanah di sepanjang aliran Sungai Konto memang terkenal subur, karena berasal dari material bekas letusan Gunung Kelud. Tanah milik DAS Brantas tersebut selama ini dimanfaatkan oleh warga untuk bercocok tanam. Sedikitnya ada 600 Kepala Keluarga (KK) dari tiga desa yang menggarap lahan itu. Dikonfirmasi melalui telepon genggamnya, Kasat Reskrim Polres Kediri AKP Rizkika membenarkan pemanggilan terhadap sejumlah warga di Desa Blaru. Para petani diklarifikasi atas laporan dari pihak perusahaan tambang.
“Masih bersifat klarifikasi, mengenai jumlahnya bisa berkembang,” kata Kasat Reskrim Polres Kediri, AKP Rizkika.
Dalam surat pemanggilan tersebut, para petani diduga melakukan perbuatan pidana merintangi atau menganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB sebagaimana diatur pada pasal 162 Undang-undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020. Ancaman pasal tersebut berupa pidana kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak Rp 100 juta. (Yusuf Saputro/hen)