- ANTARA/HO-BNPT
Peneliti sebut Polemik Perppu Cipta Kerja Ditunggangi Kelompok Radikal
Jakarta, tvOnenews.com - Setelah diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, oleh Presiden Jokowi. Hal itu sangat menuai reaksi publik dari beberapa kalangan.
Baik dari kalangan tokoh politik hingga kaum buruh serta akademisi dan para peniliti. Bahkan, reaksi itu tak hanya sekadar aksi demo saja, melainkan menuai kritikan pedas dan ada juga yang mendukung penerbitan Perppu Cipta Kerja itu.
Bahkan, ada juga yang menilai polemik penerbitan Perppu Cipta Kerja itu ditunggangi sekelompok radikal. Seperti apa yang disebutkan Peneliti sekaligus kader intelektual Muhammadiyah, Muhammad Abdullah Darraz.
Dilansir dari Antara, Peneliti sekaligus kader intelektual Muhammadiyah Muhammad Abdullah Darraz itu menilai terdapat kampanye khilafah terselubung kelompok radikal dalam isu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja untuk membangun public distrust terhadap negara.
“Kampanye khilafah terselubung kelompok radikal dalam isu ini (Perppu Cipta Kerja), dengan cara membangun public distrust dan narasi kebencian terhadap negara menjadi persoalan berbeda,” kata Darraz yang dimuat oleh Antara, pada Minggu (15/1/2023).
Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja memang menjadi kontroversi sebagian kalangan yang harus disikapi secara kritis dan argumentatif.
Darraz menilai, bahwasanya kritik haruslah disampaikan dengan santun, objektif, elegan, dan tidak ada tujuan terselubung lainnya melainkan untuk kebaikan umat, rakyat, dan pemerintah itu sendiri.
“Dan kritik juga tidak boleh disampaikan di depan umum, apalagi sampai menjatuhkan wibawanya,” ujar lulusan Pondok Pesantren Darul Arqam Garut ini.
Oleh karena itu, dengan etika kritik yang santun dan bijak, maka tujuan kritik itu sendiri akan tercapai dan mampu menghasilkan alternatif solusi bagi persoalan rakyat.
“Tidak hanya dari rakyat ke pemimpin, namun cendekiawan juga mengatakan bahwa pemimpin harus ‘memasang telinga ke bumi’, harus terbuka atas saran, kritik, mau mendengarkan aspirasi serta mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat luas,” ujarnya pula.
Selain itu, Darraz berpendapat, guna menutup ruang gerak kelompok radikal yang kerap menunggangi isu politik dengan narasi promosi ideologinya, pemerintah dan masyarakat perlu bekerja sama untuk sama-sama terbuka dan memahami proses hukum yang berlaku.
“Saran saya memang sebaiknya pemerintah betul-betul sejak awal melibatkan masyarakat, transparan. Apa yang menjadi aspirasi masyarakat bisa tersampaikan sejak awal dan masyarakat memahami proses yang berlangsung. Sehingga itu tidak menciptakan celah bagi kelompok-kelompok pembangkang itu memanfaatkan situasi chaos,” katanya. (ant/aag)