Ilustrasi Naik Haji.
Sumber :
  • Istimewa

Kemenag Beberkan Alasan soal Biaya Haji RI Naik

Minggu, 22 Januari 2023 - 01:46 WIB

Jakarta, tvOnenews.com - Akhir-akhir ini, biaya penyelenggaraan ibadah haji menyita perhatian publik. Pasalnya, biaya berangkat haji alami kenaikan Kementerian Agama. 

Namun, peliknya perdebatan di tengah masyarakat dijawab oleh Direktur Jenderal Haji dan Umrah Kementerian Agama, Hilman Latief, bahkan menjelaskan alasan kenaikan tersebut.

Hilman Latief menegaskan usulan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 1444 H/2023 sudah menghitung adanya penurunan biaya paket layanan haji yang baru diberlakukan otoritas Arab Saudi.

Hilman tak menampik bahwa Arab Saudi menurunkan paket layanan haji tahun 1444 H/2023 sekitar 30 persen lebih murah dibanding tahun sebelumnya. 

Penurunan paket layanan haji itu mencakup layanan saat puncak ibadah haji, yakni 8-13 Zulhijjah di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna/Masyair). 

Diketahui, Pemerintah Arab Saudi menawarkan empat paket layanan Masyair tahun 1444 H/2023 M bagi warga lokal. Yakni, Mulai SAR 10,596 - SAR 11,841 (sekitar Rp43 juta - Rp48 juta); Mulai SAR 8,092 - SAR 8,458 (sekitar Rp33 juta - Rp34,5 juta); Mulai SAR 13,150 (sekitar Rp53,6 juta).

Kemudian paket keempat mulai SAR 3,984 (sekitar Rp16 juta), namun tidak ada layanan di Mina (hanya akomodasi dan konsumsi di Arafah dan Muzdalifah)


Menurut Hilman, semua layanan di Masyair itu disebut paket layanan haji yang ditangani oleh Syarikah atau perusahaan di Saudi. Tahun lalu, paket layanan haji di Masyair naik siginifikan karena alasan pandemi. 

"Tahun ini alhamdulillah diturunkan. Jadi terkait paket layanan haji di Masyair, hitungan dalam usulan BPIH pemerintah juga turun, kisarannya juga 30 persen dan itu sangat signifikan," kata Hilman di Jakarta, Sabtu, 21 Januari 2023, seperti yang dikutip dari VIVA, Minggu (22/1/2023).

"Tahun lalu paket layanan haji (Masyair) 2022 sebesar SAR 5.656,87. Alhamdulillah tahun ini selain turun, Kemenag berhasil negosiasi hingga menjadi SAR 4.632,87. Turun sekitar SAR 1.024 atau 30 persen," lanjutnya.

Tak hanya itu saja, Hilman memastikan pemerintah sudah melakukan penyesuaian harga dalam usulan BPIH 2023 sesuai yang ditetapkan Saudi. Meski demikian, pihaknya tetap mempertahankan kualitas layanan bagi jemaah di Masyair.

"Kepada perusahaan penyedia layanan, kami tetap meminta komitmen agar dengan harga yang ditetapkan pemerintah Saudi itu, layanan yang diberikan kepada jemaah juga tetap berkualitas," katanya.

Namun demikian, Hilman menerangkan komponen BPIH tidak hanya paket layanan haji. Komponen biaya haji yang diusulkan pemerintah kepada DPR itu juga mencakup layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi selama di Arab Saudi, baik Jeddah, Mekah, maupun Madinah. 

"Di luar Masyair, masa tinggal jemaah sekitar 30 hari, baik di Mekah maupun Madinah. Ini kita siapkan semua layanannya," ungkap Hilman.

Selain itu, penyusunan usulan BPIH juga memperhatikan komponen kurs Dolar (USD) dan kurs Riyal (SAR). Dalam usulan itu, asumsi yang digunakan adalah Rp 15.300 untuk kurs 1 USD, dan Rp4.080 untuk kurs 1 SAR. Pada 2022, kurs SAR yang digunakan adalah Rp3.846. Untuk kurs USD tahun 2022 adalah Rp 14.425.

Hal lain yang menjadi perhatian adalah komponen pesawat. Sebab, ini sangat bergantung pada harga avtur. 

"Usulan pemerintah terkait BPIH 1444 H itu belum final, karena terbuka untuk dibahas bersama dengan Komisi VIII DPR. Semoga kita bisa mendapatkan rumusan yang paling pas terkait biaya haji tahun ini," paparnya

Alasan Biaya Haji Naik?

Adapun alasan biaya haji naik sebagai berikut. Dalam hal ini, Kemenag mengusulkan BPIH tahun ini naik dibanding 2022. Kenaikannya sebesar Rp514.888,02. 


Sebab, rata-rata BPIH yang diusulkan tahun ini adalah Rp98.893.909,11. Sementara rerata BPIH 2022 sebesar Rp98.379.021,09.

Lantas, mengapa Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang dibayar jemaah dalam usulan pemerintah justru naik? 

Dilansir dari VIVA, Hilman menjelaskan bahwa itu terjadi karena perubahan skema prosentase komponen Bipih dan Nilai Manfaat. Pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70% Bipih dan 30% nilai manfaat.

"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis," jelasnya. 

Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan. Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah hanya Rp4,45 juta.

Sementara Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13%, sementara Bipih 87%. 

Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19% (2011 dan 2012), 25% (2013), 32% (2014), 39% (2015), 42% (2016), 44% (2017), 49% (2018 dan 2019). 

Karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jemaah sudah melakukan pelunasan), penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59%. 

"Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak," ungkapnya.

Nilai manfaat, lanjut Hilman, bersumber dari hasil pengelolaan dana haji yang dilakukan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Karenanya, nilai manfaat adalah hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta yang masih menunggu antrean berangkat. 

Mulai sekarang dan seterusnya, nilai manfaat harus digunakan secara berkeadilan guna menjaga keberlanjutan. 

"Tentu kami juga mendorong BPKH untuk terus meningkatkan investasinya baik di dalam maupun luar negeri pasca pandemi Covid-19 ini, sehingga kesediaan nilai manfaat lebih tinggi lagi," lanjutnya.

Jika komposisi Bipih dan Nilai Manfaat masih tidak proporsional, maka nilai manfaat akan cepat tergerus dan tidak sehat untuk pembiaayaan haji jangka panjang.  

"Jika komposisi Bipih (41%) dan NM (59%), dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat cepat habis. Padahal jamaah yang menunggu 5-10 tahun akan datang juga berhak atas nilai manfaat," imbuhnya.

Untuk itulah, kata Hilman, Pemerintah dalam usulan yang disampaikan Menag  saat Raker bersama Komisi VIII DPR, mengubah skema menjadi Bipih (70%) dan NM (30%). 

"Mungkin usulan ini tidak populer, tapi Pak Menteri melakukan ini demi melindungi hak nilai manfaat seluruh jemaah haji sekaligus menjaga keberlanjutannya," tegasnya.

"Ini usulan pemerintah untuk dibahas bersama Komisi VIII DPR. Kita tunggu kesepakatannya, semoga menghasilkan komposisi paling ideal! Amin," pungkasnya. (viva/aag)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:06
03:04
03:16
05:48
13:01
07:14
Viral