Ilustrasi penghentian proses penyelidikan oleh polisi dalam kasus kekerasan seksual di Luwu Timur, Sulawesi Selatan..
Sumber :
  • Project M/Muhammad Nauval Firdaus - di bawah lisensi Creative Commons BY-NC-ND 2.0

Sempat Alami Serangan Siber, Ini Isi Lengkap Laporan Pemerkosaan Anak di Luwu Timur

Sabtu, 9 Oktober 2021 - 13:56 WIB

Pada hari Jumat, 18 Oktober, polisi mengabarkan hasil visum dari Puskesmas dan menurut seorang penyidik mengklaim “tidak ditemukan apa-apa.” Pada hari yang sama, Lydia diinterogasi oleh penyidik tanpa didampingi penasihat hukum. 

“Saya hanya ditanya masalah sehari-hari. Terus, penyidik bilang nanti dilanjutkan. Dia yang akan isi bagian lainnya karena alasan akan salat Jumat,” katanya.

“Saya disuruh tanda tangan di bagian bawah laporan itu. Saya bilang nanti saya tanda tangan setelah ini dilanjutkan. Tapi, penyidik memaksa saya. Dan saya ikut tanda tangan. Karena sudah siang dan saya mau pulang untuk buat makanan anak-anak.” 

“Nah, saya pikir sekarang, saya jadi bego kenapa saya tanda tangan,” kata Lydia. 

Pekan berikutnya, Polres Luwu Timur mengabarkan perkembangan kasus; bahwa penyelidik telah menginterogasi Lydia, terduga pemerkosa, dan tiga anak korban; telah memeriksa secara medis tiga anak korban beserta hasil visum et repertum; serta rencana selanjutnya ketiga anak itu akan diperiksa secara medis dan psikologis ke Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Sulawesi Selatan di Makassar. 

Kondisi Kesehatan Mental Ibu Korban Dipakai untuk Mendelegitimasi Laporan Pemerkosaan

PADA 28 Oktober, salah seorang anak Lydia mengeluhkan sakit pada bagian dubur. Lydia memotret beberapa luka itu. Dan, lagi-lagi atas inisiatifnya sendiri pada 1 November, Lydia membawa satu celana dalam yang terdapat cairan hijau dan satu celana legging yang terdapat bercak darah ke Polres Luwu Timur. 

Sehari kemudian, penyidik kepolisian menghubunginya jika akan ada pemeriksaan di Biddokkes Polda Sulsel pada 6 November. Saat itu Lydia menerima ancaman dari mantan suaminya, terduga pemerkosa. Ancamannya terduga pelaku akan menghentikan nafkah bulanan kepada ketiga anak mereka jika Lydia meneruskan proses pemeriksaan ke Makassar.

Lydia bersama ketiga anaknya, ditemani salah satu saudaranya, pergi Rumah Sakit Bhayangkara Makassar. Di sini Lydia dan ketiga anaknya dibawa ke ruang tunggu klinik jiwa. Saudaranya yang mengantar ikut diperiksa. 

Di dalam ruangan pemeriksaan ada dua dokter, penyidik, dan seorang staf Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Luwu Timur.

Saat pemeriksaan terhadap ketiga anaknya, Lydia merekam secara sembunyi-sembunyi lewat kamera ponsel. Anak sulungnya terlihat dipangku oleh seorang staf Pusat Pelayanan yang tengah duduk di sebuah sofa. Ada penyidik, seorang perempuan dan dokter di ruangan pemeriksaan itu. Si dokter kemudian meminta Lydia meninggalkan ruangan.

Saat pemeriksaan terhadap Lydia dan saudaranya, mereka ditanya kondisi kesehatan mental keluarga. Saudaranya ditanya soal kondisi psikologis Lydia sejak kecil dan sewaktu menikah, apakah ada anggota keluarga memiliki riwayat gangguan jiwa? Saat giliran Lydia, dua dokter menanyakan apa punya “kelainan” sebelum bercerai dengan mantan suaminya, serta kondisi rumah tangga mereka dulu. Wawancara dengan Lydia hanya berlangsung 15 menit.    

Hasil pemeriksaan psikiatri ini terbit pada 11 November. Lydia disebut memiliki “gejala-gejala waham bersifat sistematis yang mengarah gangguan waham menetap.”     

Pada 15 November, terbit surat visum fisik ketiga anaknya oleh tim Forensik Biddokkes Polda Sulsel, yang menyatakan tidak ditemukan kelainan atau tanda kekerasan fisik terhadap ketiga anak Lydia.

Kepolisian Luwu Timur lalu menerbitkan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan pada 19 Desember. Surat ini mengacu proses penyelidikan serta gelar perkara pada 4 Desember. Surat itu memuat ketetapan kepolisian menghentikan proses penyelidikan tertanggal 10 Desember 2019, tanpa ada detail pertimbangan penghentian. 

“Jadi rentang waktu laporan dan penghentian penyelidikan cuma 63 hari. Ini sangat cepat dan kami anggap tidak masuk akal. Apalagi ini kasus kekerasan seksual yang korbannya adalah anak, kenapa prosesnya terburu-buru?” kata Rezky Pratiwi, Kepala Divisi Perempuan, Anak dan Disabilitas dari Lembaga Bantuan Hukum Makassar.

Pergi ke Kota Makassar demi Mendapatkan Akses Keadilan Lebih Kompeten

Pada akhir Desember 2019, Lydia menyetir mobil sendiri dengan ketiga anaknya dari Luwu Timur ke Kota Makassar. Perjalanan itu ditempuhnya selama 12 jam. Perjalanan panjang dan berangin ini membawa Lydia mengadu ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Makassar, yang ia harapkan bisa mendapatkan keadilan memihak korban.

Berbeda dari penanganan di Luwu Timur, Lydia diberi rujukan agar melaporkan kasusnya ke LBH Makassar. Dari sinilah LBH Makassar, melalui Koalisi Bantuan Hukum Advokasi Kekerasan Seksual terhadap Anak, menjadi penasihat hukumnya ketika kasus sudah dihentikan oleh Kepolisian Luwu Timur.

Pusat Pelayanan Kota Makassar juga memberi pendampingan psikologis kepada ketiga anak Lydia. Dalam laporan psikologisnya, lewat metode observasi dan wawancara, ketiga anak “tidak mengalami trauma tetapi mengalami cemas” serta ketiganya konsisten menceritakan dan saling menguatkan cerita satu sama lain mengalami kekerasan seksual oleh ayah mereka.

Cerita mereka mendapatkan kekerasan seksual, kemungkinan terduga pelakunya lebih dari satu orang, konsisten dengan tuturan salah seorang korban kepada ibunya saat proses penyelidikan ditangani Polres Luwu Timur. Cerita korban diperkuat dalam rekaman foto dan video yang disimpan Lydia, yang menggambarkan bekas-bekas kekerasan fisik ketiga anaknya. 

Polisi di Polres Luwu Timur dan Polda Sulsel mengabaikan cerita dan bukti-bukti tersebut.

“Di Pusat Pelayanan Kota Makassar, psikolog anak yang memeriksa anak-anak meyakini terjadi kekerasan seksual,” ujar Rezky Pratiwi dari LBH Makassar. 

Berita Terkait :
1 2
3
4 5 Selanjutnya
Topik Terkait
Saksikan Juga
02:37
03:27
15:26
14:16
02:25
03:14
Viral