- Istimewa/Mentari/nvl
Anggota Komisi IX DPR Sebut Sanksi Pelanggar Pembuatan Obat Sangat Lemah: Tak Ada Efek Jera
Jakarta, tvOnenews.com - Komisi IX DPR RI buka suara terkait dua kasus baru Gangguan Ginjal Akit Progresif Atipikal (GGAPA) yang kembali terjadi di wilayah DKI Jakarta.
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto menilai, selama ini sanksi bagi pelanggar pembuatan obat sangat lemah.
"Inilah yang menjadi biang kasus terulang dan seolah tidak ada efek jera bagi perusahaan," kata Edy, Senin (6/2/2023).
Dia juga meminta Kapolri harus bertindak tegas kepada perusahaan yang terbukti melanggar CPOB agar korban GGAPA tidak bertambah.
"Mengingat Komisi IX DPR RI telah menerima aduan dari para orang tua GGAPA melalui Tim Advokasi Kemanusiaan beberapa waktu lalu,” tuturnya.
Edy juga mengingatkan jika penyelidikan kasus GGAPA beberapa waktu lalu yang melibatkan beberapa industri farmasi juga harus terus diusut. Penegak hukum harus konsisten dan tegas dalam menyelesaikan kasus ini.
“Penyelidikan yang dilakukan sebelumnya harus terbuka dan transparan. Industri farmasi yang terbukti nakal harus dihukum sesuai dengan ketentuan agar jera,” jelasnya.
Untuk itu, menurut dia, penyelidikan secara mendalam perlu dilakukan agar mengetahui penyebabnya. Edy juga menyarankan agar ada keterbukaan kepada publik.
“Saya mendukung upaya Kemenkes melibatkan IDAI, BPOM, ahli epidemiologi, Labkesda DKI, Farmakolog, Puslabfor, dan para pakar untuk mengungkap penyebab pasti,” kata dia.
"Artinya, ketika sudah mengetahui penyebab dan kronologi pasien yang mengalami GGAPA harus disampaikan kepada publik. Untuk antisipasi masyarakat,” imbuhnya.
Lebih jauh, dia pun meminta Kemenkes harus menanggung seluruh biaya perawatan sampai sembuh.
Menurut dia, kasus ini merupakan komitmen Kementerian Kesehatan yang harus dilaksanakan sesuai kesimpulan rapat dengan Komisi IX DPR RI beberapa waktu lalu.
"Untuk obat sirup yang diminum pasien GGAPA yang dilaporkan meninggal sudah diketahui. Yakni obat sirup merk Praxion. Saat ini BPOM sedang melakukan investigasi," terang dia.
“Saya meminta BPOM mencabut ijin perusahaan dan diproses secara hukum bila ada kesalahan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) karena mengandung etilen glikol yang tinggi,” ujarnya.(rpi/muu)