- IST
Sinyal Krisis Iklim Dari Davos
Oleh: Dr Taufan Hunneman, Dosen Universitas Catur Insan Cendekia Cirebon
Jakarta - Para pemimpin pemerintahan dan bisnis pertengahan Januari lalu, telah berkumpul lagi di Davos (Swiss) dalam Forum Ekonomi Dunia (Wordl Economic Forum atau WEF Davos). Ajang tahunan ini dibayangi perang di Ukraina, krisis iklim, dan perdagangan global yang kacau.
Sekalipun hanya berbentuk pertemuan informal tanpa kesepakatan mengikat, KTT Davos selama beberapa dekade selalu menjadi sorotan media, lembaga-lembaga internasional dan organisasi non-pemerintah. Beberapa menteri dan pimpinan korporasi Indonesia juga hadir, salah satu yang bisa disebut adalah Menteri ESDM Arifin Tasrif, termasuk Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati.
Dalam sebah diskusi di WEF Davos, Arifin Tasrif kembali menegaskan, soal komitmen Pemerintah Indonesia dalam mencapai target membatasi kenaikan suhu global di bawah 2 derajat celcius, sedapat mungkin 1,5 derajat celcius, dibandingkan dengan tingkat sebelum masa industri, sesuai dengan Paris Agreement 2015.
Arifin kemudian menjelaskan, bahwa kemampuan setiap negara berbeda dalam mencapai target yang net zero emission (netralitas karbon), namun ditegaskan Pemerintah Indonesia tetap konsisten dalam ikhtiar.
Fase paling sulit adalah implementasi konkret menuju transisi energi, yaitu memastikan keterjangkauan energi oleh rakyat, aksesibilitas dan dekarbonisasi yang berlangsung dalam waktu yang relatif singkat.
Dalam kondisi demikian, diperlukan komitmen tinggi dan semangat kolaborasi yang kuat, sehingga tidak ada masyarakat yang tertinggal di belakang, terutama yang masih bergantung kepada energi fosil. Bumi di mana kita tinggal telah menyediakan begitu banyak sumber EBT (energi baru dan terbarukan), tanggung jawab kita adalah mengambil manfaat dari sumber daya yang ada untuk kemanfaatan bagi rakyat.