Muhammad Tri Andika, Analis Politik Universitas Bakrie.
Sumber :
  • Istimewa

Jokowi-Surya Paloh di Istana, Apa Maknanya?

Rabu, 19 Juli 2023 - 11:46 WIB

TvOnenews.com- Presiden Jokowi akhirnya bertemu dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh di Istana pada Senin (17/07/2023). Kedatangan politisi gaek ke Istana itu hampir tak terendus pewarta, selain dari konfirmasi tokoh elit Partai NasDem dan pernyataan Surya Paloh sendiri keesokan harinya pada wartawan.

Secara tersirat pertemuan mengindikasikan membaiknya komunikasi politik kedua tokoh yang dikabarkan memanas belakangan ini. Namun, lebih daripada itu, saya melihat bahwa pertemuan keduanya berangkat dari kebutuhan Nasdem untuk mencari alternatif langkah politik kalau-kalau koalisi perubahan, khususnya Nasdem dan Demokrat tidak kunjung menemukan kesepakatan terkait cawapres Anies Baswedan.

Sejak awal, saya melihat tidak kunjung dideklarasikannya AHY sebagai cawapres koalisi perubahan, karena memang AHY bukan sosok cawapres yang ideal bagi Anies Baswedan untuk memenangkan Pilpres. Beda halnya jika koalisi perubahan dan Anies Baswedan tujuannya hanya sekedar bisa maju Pilpres.

Betul bahwa tiket koalisi perubahan tidak akan cukup mencalonkan Anies Baswesan jika Demokrat pamit dari koalisi. Namun, dari sudut pandang Nasdem nampaknya, lebih baik batal maju Pilpres daripada memajukan pasangan yang lemah dengan peluang menang yang sangat tipis.

Pilihan Nasdem untuk terus mendorong Yenny Wahid dan menolak AHY tentu beresiko pada pamitnya Demokrat yang berakibat bubarnya koalisi perubahan.(Foto: Antara)

Dilihat dari beragam hasil survey, untuk bisa bersaing dan menang, Anies Baswedan membutuhkan sosok cawapres yang bisa menutupi kelemahan elektoralnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dan untuk menang di wilayah tersebut, tentu membutuhkan figur yang punya otot politik kultural yang mapan. 

AHY meski didukung oleh SBY yang berasal dari pacitan, bukanlah sosok ideal tersebut. Elektabilitas AHY dan partai Demokrat di Jawa Timur yang masih rendah dibanding partai lainnya, menunjukkan otot politik SBY tidak terlalu mapan di Jawa Timur.

Figur AHY sebagai ketua umum partai, meski dipandang sebagai kelebihan, justru di dalam keluarga besar koalisi perubahan, status ketua umum yang maju sebagai cawapres akan mengganggu keseimbangan koalisi.

Anies Baswedan adalah tokoh non parpol yang tidak mewakili Nasdem dan PKS. Tentu kalau AHY dimajukan sebagai cawapres, partai Demokratlah yang akan mendulang keuntungan lebih besar dibanding Nasdem dan PKS. Sehingga idealnya cawapres yang dimajukan mendampingi Anies Baswedan adalah tokoh dari non-parpol juga. 

Itu sebabnya, belakangan muncul nama Yenny Wahid. putri Almarhum Gusdur, tokoh non-Parpol namun sangat organik di jejaring NU yang memiliki otot politik di Jawa Timur. Yenny juga dikenal sebagai tokoh NU yang relatif lebih diterima di kelompok minoritas.

Bagi PKS yang selama ini terkesan sulit masuk di kelompok NU, akan sangat terbantu jika yang dimajukan adalah sosok Yenny Wahid. Kehadiran Yenny Wahid bersama PKS, akan membuat PKS dapat lebih diterima di segmen pemilih NU khususnya di Jawa Timur.

Itu sebabnya, deklarasi AHY yang tak kunjung jadi sebagai cawapres poros perubahan, bukan soal tentang waktu. Soal sebenernya karena memang masih ada tokoh lain yang lebih ideal untuk melengkapi kelemahan Anies Baswedan. 

Pilihan Nasdem untuk terus mendorong Yenny Wahid dan menolak AHY tentu beresiko pada pamitnya Demokrat yang berakibat bubarnya koalisi perubahan.

Jika itu yang terjadi, maka skenario yang tersisa bagi Nasdem adalah bergabung dengan dua koalisi yang ada: koalisi Prabowo atau koalisi Ganjar. Inilah yang saya lihat sedang diantisipasi Surya Paloh. Dan pertemuan dengan Presiden Jokowi, adalah bagian dari antisipasi tersebut.**

:: Muhammad Tri Andika, Analis Politik Universitas Bakrie

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
03:02
03:01
02:57
02:35
05:18
01:38
Viral