- ANTARA/Shutterstock
Reposisi Domain Siber Dalam Pertahanan Siber TNI
Di tengah ancaman serangan siber yang semakin intensif ini, Tentara Nasional Indonesia (TNI) perlu mendefinisikan ruang siber sebagai domain peperangan baru dalam pertahanan. Tidak hanya sebagai wawasan, tetapi diturunkan dalam kebijakan dan program pengembangan teknologi alutsista, doktrin dan organisasi TNI.
Kesadaran ruang siber sebagai domain peperangan ini telah menjadi perbincangan internasional. Pada 2011, seorang pejabat militer Amerika Serikat, dengan tegas mengatakan, “Jika Anda mematikan jaringan listrik kami, mungkin kami akan meletakkan rudal di salah satu cerobong asap Anda.” Serangan siber terhadap negara Paman Sam itu memang tidak main-main dan semakin brutal dari tahun ke tahun.
Pada 2021 serangan “ransomware” menyerang lebih dari 200 bisnis yang memiliki rantai pasok fasilitas pelayanan publik.
Pada 2011, AS menerbitkan “International Strategy for Cyberspace” yang mencanangkan hak untuk menggunakan kekuatan militer terhadap serangan dunia maya. AS menyatakan bahwa serangan siber adalah tindakan perang. Komite Independen Kementerian Pertahanan AS menyamakan serangan siber sama halnya dengan ancaman serangan nuklir.
Alhasil, program nuklir Iran terhenti gegara malware “Stuxnet”. Meski AS tidak mengkonfirmasi secara langsung, tapi sejumlah media mengungkap ada indikasi keterlibatan AS dalam pengoperasian “Stuxnet.” United State Cyber Command (USCC) telah berhasil menanamkan malware ke dalam sistem jaringan listrik Rusia pada 2019. Meski, pada akhirnya serangan tersebut dapat ditangkal.
Pada 2017, Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah mengkonfirmasi bahwa mereka menetapkan dunia maya sebagai domain militer yang sah, di mana serangan secara online (daring) terhadap negara anggota NATO dapat dianggap sebagai serangan terhadap 29 negara anggota NATO. Domain siber sejajar dengan domain darat, laut dan udara. NATO menyadari bahwa domain siber adalah elemen yang semakin vital dari operasi militer modern.
Dengan demikian, militer negara-negara maju telah secara tegas mendefinisikan domain siber adalah domain peperangan baru. Pada level tertentu militer dapat turun tangan. Tentu keterlibatan militer juga dalam bentuk intervensi di dunia siber dengan cara pencegahan, penyerangan, dan antisipasi.