- Andri Prasetiyo
Sebanyak 80% Penduduk Indonesia Sudah Terinveksi Covid-19 Varian Delta
Sleman, DIY - Epidemiolog UGM Citra Indriani mengatakan sebanyak 80 persen penduduk Indonesia kemungkinan besar telah terinfeksi virus Corona varian Delta. Hal ini terlihat dari jumlah kasus positif Covid-19 yang turun drastis dalam beberapa waktu terakhir.
Penurunan itu terjadi disebut-sebut karena sudah terbentuknya imunitas kelompok atau herd immunity secara alamiah. Herd immunity tersebut akan membuat tubuh memiliki antibodi yang spesifik untuk strain virus tertentu.
"Infeksi Covid-19 lebih dari 50% adalah asimtomatis, mungkin 80% penduduk kita telah terinfeksi (varian) Delta. Namun kalau sudah terinfeksi sedemikian banyak apakah sudah memiliki imunitas kelompok dan tidak ada ancaman gelombang ketiga? Sebagian besar infeksi natural membentuk antibodi yang spesifik untuk virus atau strain virus yang menginfeksi, tidak untuk strain yang lain. Sehingga imunitas alamiah yang terbentuk saat ini mungkin tidak bisa kita andalkan apabila kita kedatangan strain yang baru," katanya, Sabtu (20/11/2021).
Selain faktor imunitas alamiah pasca terinfeksi sudah terbentuk, lanjut Citra, program vaksinasi juga berperan besar untuk mencegah tingkat keparahan apabila kembali terpapar. Saat ini capaian vaksinasi di Indonesia sudah menyentuh 208 juta, di mana 88 juta diantaranya sudah mendapat dosis vaksin lengkap.
"Saya kira vaksinasi mempunyai peran besar untuk mencegah bentuk parah sakit, karena meskipun sudah divaksin masih punya potensi terinfeksi dan menjadi sakit. Melihat beberapa rekaman data yang terinfeksi di gelombang Januari, juga kemudian kembali terinfeksi Delta di Juni-Juli, dan kasus-kasus meninggal memiliki riwayat belum mendapatkan vaksinasi," bebernya.
Citra menyebut, vaksinasi perlu digencarkan terutama untuk kalangan warga lanjut usia.
"Harapannya tentu pada percepatan vaksinasi dan disisir wilayah untuk vaksinasi terutama lansia bisa berperan untuk mitigasi bentuk parah infeksi Sars-COV 2. Kalaupun gelombang 3 terjadi, sistem kesehatan kita tidak lagi menghadapi kasus-kasu berat yang jumlahnya ribuan setiap harinya," imbuhnya.
Dijelaskan Citra, meskipun saat ini jumlah positif Covid-19 baru setiap harinya kurang dari 400 kasus, tetapi pembatasan mobilitas tetap perlu dilakukan. Citra menilai, langkah pemerintah yang akan memberlakukan PPKM Level 3 saat Natal dan Tahun Baru sudah tepat.
"Kenaikan mobilitas adalah sesuatu hal yang tidak bisa dihindari. Kalau kita lihat dari 1,5 tahun pandemi, gelombang kenaikan selalu diawali dengan peningkatan mobilitas saat Natal-Tahun Baru dan pasca Lebaran," ucapnya.
Pembatasan mobilitas melalui penerapan PPKM Level 3 jelang Nataru menurutnya sebagai bagian dari upaya pengendalian agar tidak terjadi penularan secara massif.
"Meskipun kita batasi, mobilitas tetap terjadi namun tidak semasif apabila tidak dilakukan pembatasan. Pembatasan kerumunan dan mobiltas sudah sesuai dengan pembelajaran sebelumnya bahwa gelombang kita diawali para periode Nataru serta Lebaran, spalgi di negara-negara tetangga saat ini sedang mengalami gelombang Delta varian AY.4.2," papar Citra.
Citra bahkan berpendapat jika pembatasan mobilitas dan penerapan prokes harus terus dilakukan hingga seluruh penduduk dunia betul-betul aman dari paparan Covid-19, serta vaksinasi sudah mencapai target.
"Kita masih akan menghadapi kasus Covid-19 selama angka vaksinasi dunia belum mencapai target. Sehingga yang diperlukan saat ini adalah mengubah mindset dan menerima bahwa kita akan hidup berdampingan dengan pembatasan mobilitas ini, naik level turun level PPKM haris dijalani dan beradaptasi dengan situasi ini karena tidak ada kepastian untuk menjawab sampai kapan," tutupnya. (andri prasetiyo/ade).