- ANTARA
E-Commerce: Konflik Bisnis Lokal Vs Tik-Tok Shop
Gempuran produk-produk asing yang diperjualbelikan di sebuah media sosial (Medsos) Tik-Tok, saat ini menjadi polemik bagi pelaku bisnis lokal yang kehilangan pembeli karena persaingan. Terdapat beberapa kasus bisnis lokal yang terpaksa gulung tikar karena tidak memperoleh keuntungan, bahkan tidak dapat mengembalikan modalnya.
Dukungan terhadap bisnis lokal atau Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) oleh Pemerintah Indonesia untuk mendukung agar pada UMKM menjual produknya melalui E-Commerce (Shopee, Tokopedia, Blibli dan lain-lain) menjadi sangat penting. Namun yang perlu diperhatikan adalah regulasi untuk melindungi UMKM dalam negeri.
Pasalnya, berapapun jumlah UMKM yang terjun ke E-Commerce apabila tidak dilindungi dan diawasi, maka UMKM dalam negeri juga akan terus merugi dan akhirnya bangkrut, atau sebagai peristilahan 'akan mati sebelum berperang'.
Untuk mengikuti kemajuan era digital tersebut, maka memang diharuskan untuk diatur dan diawasi oleh pemerintah sebagai 'guardians of public welfare'. Kemajuan perekonomian dalam negeri ini harus didukung, maka bentuk dukungan tersebut adalah menjaga kepentingan UMKM dan negara agar dapat membentuk kebijakan yang melindungi eksistensi UMKM dan memajukan start-up dalam negeri.
Pertama-tama, kebijakan regulasi untuk mengatur media sosial yang dijadikan sebagai tempat platform jual-beli, seperti Tik-Tok Shop. Kedua, pemerintah harus menghalau produk impor yang saat ini menjadi momok menakutkan bagi pebisnis lokal, karena pembeli lebih memilih produk yang berkualitas dan murah.
Larangan Medsos Lapak Berjual
Pelarangan medsos yang bukan peruntukannya saat ini harus dilakukan, sebab medsos merupakan media untuk bersosialisasi atau aktivitas sosial lainnya, dan bukan sebagai media untuk memperjualbelikan produk.
Pelarangan ini bukan tanpa sebab, bahwa sudah terjadi adanya keluhan dari pemilik usaha UMKM terhadap kekalahan persaingan produk Indonesia dengan produk asing melalui Tik-Tok Shop.
Polemik ini tentu saja akan berlangsung terus-menerus dan tanpa disadari Indonesia akan mengalami penurunan produk domestik bruto (PDB).
Tik-tok yang awalnya merupakan media sosial justru memperlebar sayapnya dengan membuka juga Tik-Tok Shop yang khusus tempat dijalankannya jual-beli secara online. Kemudahan ini memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat untuk melakukan bersosial di aplikasi tersebut sekaligus dapat membeli kebutuhannya di aplikasi tersebut.
Medsos yang dijadikan lapak jual-beli bagi masyarakat pada dasarnya bukan sebuah masalah, tetapi yang membuatnya menjadi masalah adalah pertama mengenai peruntukannya, kedua produk asing yang dapat dengan mudah masuk ke dalam pasar Indonesia, tanpa bea masuk impor dan tanpa pajak tentu saja. Selain merugikan UMKM juga sekaligus merugikan Indonesia.
Mengingat jangkauan pasar sangat luas, maka rintangan persaingan dengan produk asing yang melawan produk dalam negeri adalah keharusan bagi pemerintah untuk memiliki sikap tegas dan upaya menghindari kerugian lebih besar di kemudian hari.
Regulasi mengenai pelarangan medsos yang dijadikan sebagai platform jual-beli harus diatur dengan ketat, tujuannya agar Tik-Tok menjadi platform yang peruntukannya bukan tempat jual-beli, lain halnya platform khusus untuk penjualan produk apapun seperti Shopee dan sejenisnya, hal ini bermaksud agar media sosial sejenisnya tidak membuka pasar di Indonesia yang tidak masuk ke dalam ketentuan pemerintah, kecuali usaha-usaha yang masuk ke dalam kategori jasa (mobile banking, TV kabel, internet provider).
Solusi yang dapat ditawarkan adalah, pemerintah dalam hal ini kementerian perdagangan untuk membuat regulasi yang menjawab keluhan masyarakat/pemilik usaha UMKM. Yaitu dengan mempertegas fungsi media sosial dan online shop. Kemudian UMKM (offline) yang terdaftar yang belum masuk ke dalam E-Commerce, maka harus dilakukan pembinaan secara continue.
Larangan Produk Impor Dari Platform Medsos
Meskipun dikemudian hari pemerintah melarang medsos yang sekaligus sebagai platform jual-beli, namun terdapat satu kendala lagi, yaitu mengenai produk impor yang semakin hari semakin tinggi masuk ke pasar Indonesia.
Produk impor tentu juga akan mematikan produk dalam negeri. Hal ini beralasan, karena meskipun pemerintah telah melarang dengan sanksi sekalipun dan UMKM telah merambah ke dalam e-commerce, tetapi jika masih banyak produk impor dengan kualitas dan harga yang sangat murah, maka masyarakat tetap akan memilih produk impor yang secara otomatis, UMKM akan mengalami kerugian bahkan bangkrut.
Maka yang dilakukan oleh Pemerintah seharusnya memerintahkan menterinya untuk membatasi produk impor dengan catatan bahwa produk impor tersebut memiliki kesamaan dengan produk dari UMKM saat ini, misalnya produk fashion seperti hijab. Kemudian pemerintah harus memberlakukan bea masuk produk impor dengan harga tinggi dengan catatan tidak melanggar kesepakatan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) atau Perjanjian Umum Tarif dan Perdagangan.
Solusi konkrit kepada Pemerintah adalah dengan menerbitkan peraturan eksekutif, baik dari presiden melalui peraturan pemerintah atau peraturan presiden tentang pembatasan produk impor dan pengenaan bea masuk. Dan peraturan menteri tentang teknis kebijakan pembatasan produk impor dan tarif bea masuk tersebut.
Sehingga pemerintah tidak setengah hati mendukung produk dalam negeri dan pemberdayaan UMKM, bahkan hal ini juga melindungi start-up dalam negeri untuk maju dan bersaing dengan tenang. Di sisi lain juga, masyarakat selaku konsumen harus mendukung dan membeli produk dalam negeri, hal ini akan terjadi sinergitas yang kuat agar UMKM, startup yang menjual produk-produk di Indonesia dapat berkembang dan maju. Mindset masyarakat harus diubah sejak saat ini, promosi tentang kecintaan produk dalam negeri harus dilakukan secara terus-menerus dan berulang-ulang untuk menciptakan masyarakat yang peduli perkembangan produk dalam negeri.
Penulis: Wahyu Hidayat, S.H
Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta
(Artikel ini telah melalui proses editing yang dipandang perlu sesuai kebijakan redaksi tvonenews.com. Namun demikian seluruh isi dan materi artikel opini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.)