- Tangkapan Layar X
Catatan PON XXI Aceh-Sumut, Ketika Wasit Eko di KO!
tvOnenews.com - SEBUAH hook kanan, keras mendarat dengan telak di rahang kiri wasit Eko Agus Sugiharto. Bruuuk, sang wasit ambruk dan terkapar di atas lapangan hingga beberapa menit. Setelah mendapat pertolongan dari petugas medis, sang wasit baru bisa bangkit, lalu dilarikan ke rumah sakit.
Adegan itu terjadi bukan dalam film, tapi di ajang PON XXI Aceh-Sumut, 2024. Di masa injury time menit plus 97 dari 13 menit (catatan: Selama ini injury time tidak selama itu), perempat final cabang olahraga sepakbola putra, Aceh Darussalam vs Sulawesi Tengah, Ahad (15/9/24) malam di stadion D. Murthala, Banda Aceh. Pelaku pemukulan adalah Muhammad Rizki, pemain belakang Sulteng.
Adegan pemukulan itu sangat mengerikan. Dan, lebih ngeri lagi, MR, sang algojo, terlihat jelas dalam tayangan TVRI, begitu tenang. Ia seperti orang yang tak berdosa. Wajahnya justru dihiasi oleh senyuman, satu sikap yang betul-betul seperti orang berdarah dingin.
Sebagai wartawan sepakbola senior, 1979-saat ini, belum sekali pun saya menyaksilan hal semacam itu. Adegan se-vulgar dengan pelaku setenang itu, belum pernah saya lihat di mana pun.
Adegan wasit dipukul atau adegan pukul-pukulan, perkelahian, bukan barang baru dalam sepakbola di mana pun. Tetapi, biasanya para pelaku memperlihatkan wajah kekhawatiran dan kegelishanan. Bahkan, tidak jarang mereka mencoba bersembunyi, karena hukuman berat menanti.
Tapi, tidak dengan MR ini. Sungguh perbuatan yang di luar batas kewajaran, disikapi dengan cengengesan.
Adegan mengerikan itu, berulang kali diulang VAR. MR tidak bisa mengelak, dan dia pasti tahu itu. Hanya saja, kok dia bisa setenang itu? Wasit pun tak bisa mengelak dari kesalahan.
Di awali, pemain Aceh no. 7 mencoba melewati dua pemain Aceh, di kotak penalti Sulteng. Ketika ia berada di tengah kedua pemain lawan, tanpa tersentuh pemain Sulteng, pemain Aceh terjatuh. Saya dan para penonton layar lebar di lobby hotel Hermes, yakin itu adalah diving.
Seharusnya wasit memberi hukuman kartu kuning, tapi, meski
Eko yang berdiri tak jauh, tanpa terhalang, justru langsung meniup pluit dan berlari ke titik penalti. Saat ia berlari ke arah titik itulah disambut hook kanan MR yang mendarat telak di rahang kiri sang wasit.
Eko Juga 'Ngawur'
Eko adalah wasit yang memiliki lisensi A Nasional. Wasit asal Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, Sumatera Selatan, sesungguhnya sudah memiliki jam terbang yang banyak.
Tetapi, dalam laga perempat final PON XXI itu, ia berulang kali melakukan kekeliruan. Gerak-geriknya menguntungkan tuan rumah, sangat kentara. Saya tak ragu menyebut wasit Eko, 'ngawur'.
Di era lama, cara-caraa wasit yang memimpin seperti itu, hampir selalu karena ada pesanan (suap). Wasit-wasit model seperti itulah yang secara langsung atau tidak, telah ikut merusak sepakbola kita.
Jadi, ketika Ketum PSSI, Erick Thohir menegaskan harus menindak tegas baik pemukul wasit maupun si wasitnya sendiri, saya setuju.
Tidak hanya itu, Etho, sapaan akrab Erick juga meminta kasus ini diinvestigasi. Artinya, apakah wasit Eko yang sangat kentara berat sebelahnya itu, murni karena kemauan sendiri, atau ada hal-hal lain.
Sementara untuk MR, pelaku pemukulan, dengan alasan apa pun, juga perlu dihukum sangat berat. Semarah apa pun, separah apapun sang wasit dalam memimpin,
pemain sepakbola tidak dibenarkan melakukan tindakan kekerasan terhadap wasit, asisten wasit, dan atau pemain.
Dan, sangat disayangkan pula, tim Sulteng kemudian memilih tidak melanjutkan pertandingan. Akibatnya dinyatakan kalah WO.
Sekali lagi, separah apa pun para pengadil membela tim lawan, meninggalkan lapangan adalah hal yang buruk dan pasti ada ancaman hukuman serius di sana.
Lebih disayangkan, Zulkifli Syukur, pelatih Sulteng yang memiliki jam terbang sangat panjang di Liga Indonesia dan menjadi pemain nasional 2006-2014, justru tak mampu meredam kemarahan. Sebagai mantan pemain Liga dan Timnas, seharusnya dia bisa lebih tenang ketimbang semuanya. Pengalaman yang dimiliki seharusnya menjadi benteng bagi dirinya dan Tim Sulteng.
Zul, harusnya juga bisa memberi keyakinan bahwa bertarung harus hingga peluit panjang. Bahwa wasit melakukan banyak kesalahan, termasuk memberi 2 kartu merah di awal, membiarkan pelanggaran dan sebagainya, dicatat dan dilaporkan ke Dewan Hakim PON.
Wasit, apalagi sudah ada VAR, tidak bisa lagi berbuat semaunya. Dan, hukuman untuk wasit seperti itu, juga sudah menunggu. Bahkan, jika terbukti ada 'pesanan' dari luar, sang wasit bisa dipidana.
Semoga kasus ini bisa dijadikan pelajaran berharga bagi sepakbola Indonesia kedepan...
Menang itu bukan melulu dari hasil pertandingan, tapi bisa juga karena mampu menahan diri dari kecurangan orang....