- tim tvonenews
Terima Kasih Shin Tae-yong (Berharap Bukan Awal Musim Gugur Sepak Bola Indonesia)
Namun, STY tetap tak bisa menelan bulat bulat teori sepak bola dari negeri manapun, karena yang menjalankan semuanya di lapangan hijau tetap pemain. Ia tetaplah seorang sutradara yang tak ikut bermain di antara sebelas pemain di lapangan hijau.
Barangkali karena itu ia di Indonesia belajar lebih “manusiawi” dalam melatih daripada ketika menangani Timnas Korea Selatan. Ia kini bisa santai tertawa tawa dengan pemain yang mulai berani menggodanya. Ia mengejar Marselino Ferdinan yang teriak “bulgogi-bulgogi” ketika tengah merayakan kemenangan.
- PSSI
Dalam video yang lain ia menjewer pemainnya yang langsung meninggalkan ruang jumpa pers tanpa memberi hormat pawa pewarta. Ia juga nampak memijat kaki Pratama Arhan yang tertawa tawa menggoda sang pelatih. “Ya..ya..ya,” hanya itu yang diucapkan oleh STY setiap digoda oleh pemain pemain mudanya.
Padahal, ia semula terlihat depresi dengan tradisi yang harus ia hadapi di negeri barunya: suasana santai, bermain main selalu. Sesama pemain selalu bercanda sejak di dalam bus hingga ruang ganti pemain. Ritual memakai jersey hingga sepatu yang harus memerlukan waktu lebih lama, sehingga selalu ada pemain yang terlambat masuk ke arena pertandingan.
Apalagi sebagai pelatih tiba tiba ia mengurus hampir seluruh detil pembangunan skuad. Ia misalnya tak hanya berurusan dengan strategi menghadapi lawan dalam waktu 2x45 menit saja, tetapi juga sibuk membengun fondasi kekuatan fisik, asupan gizi, mentalitas, hingga hubungan personal.
Saya ingat keluhan STY soal kesukaan pemain Indonesia yang harus segera dikurangi: makan gorengan. Bayangkan, seorang pelatih Timnas bahkan harus intervensi pada hal elementer semacam melarang makan gorengan menunjukan betapa yang harus ia lakukan adalah sejenis revolusi mental, perubahan mendasar dari dalam yang dilakukan secara cepat dan terstruktur.