- tim tvOne
Ramadhan: Spirit Toleransi, Solidaritas, dan Perdamaian
Jaminan Allah ini terjadi karena puasa berbeda dengan jenis ibadah lainnya yang terbuka terhadap pamrih lingkungan. Sebaliknya puasa, dengan pengertian tidak sekadar menahan makan, minum dan berhubungan biologis, adalah ibadah yang bersifat personal meskipun dilakukan berjamaah.
Sebagai ibadah personal puasa identik dengan olah kalbu untuk mendekatkan kesadaran diri hanya kepada Sang Khalik. Pada tingkatan ini makna bersabar tidak semata menahan diri dari perbuatan yang dapat membatalkan ibadah puasa seperti bergunjing, berdusta, tetapi berusaha sekuat tenaga untuk tidak melakukan kekerasan terhadap orang lain baik verbal maupun non-verbal. Puasa level ini sangatlah jelas memiliki dimensi sosial yang luas. Inilah puasa kelas istimewa, puasa publik.
Setingkat di atas kelas ini adalah puasa dengan kadar spiritual yang tinggi, semakin personal dan intens. Pada derajat ini seorang hamba benar-benar fokus kepada Allah. Hati, pikiran dan perbuatannya semata tertuju kepada Allah. Manakala ia lalai dari Allah, dia merasa puasanya batal. Inilah puasa kelas sangat istimewa yang hanya mampu dilakukan oleh para kekasih Allah (aulia).
Solidaritas Bangkit Bersama
Puasa mengajarkan empati terhadap perasaan dan pengalaman kurang beruntung orang lain. Tuntunan ini sangatlah jelas dalam puasa Ramadhan. Menahan lapar dan dahaga di siang hari bulan Ramadhan mengandung makna semua Muslim yang tengah berpuasa merasakan lapar dan dahaga yang dirasakan orang lain. Ajaran moral ini tak lain adalah ajaran empati orang berpuasa terhadap sesamanya dari kalangan masyarakat kurang beruntung. Mereka yang dalam kesehariannya bergulat dengan kelaparan, kemiskinan dan kebodohan.
Namun, tidak cukup sebatas berempati terhadap orang lapar dan miskin. Ajaran moral puasa ini semestinya dapat menggerakkan hati kelas menengah ke atas untuk berbagi, baik kekayaan, akses, maupun pengetahuan, dengan kalangan miskin korban pandemi Covid-19.
Menurut catatan Bank Dunia dan Organisasi Buruh Internasional sebanyak 225 juta penduduk dunia kehilangan pekerjaan dan 97 juta angka kemiskinan akibat pandemi Covid-19 yang mulai melanda dunia pada 2020. Saat ini tercatat hanya 15% dari penduduk dunia yang memiliki income lebih dari 30 USD per hari (Wisnoentoro, 2022). Menghadapi realitas ini penduduk dunia harus saling bekerja sama saling membantu melalui berbagai program pemulihan ekonomi dunia. Di dalam negeri pun jumlah orang miskin baru dan pengangguran akibat pandemi Covid-19 sudah menjadi pemandangan sehari-hari.