- Facebook Rohani Simanjuntak
Babak Baru Horor & Teror "Kasus Polisi Tembak Polisi"
Beruntung Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit bertindak tepat -- meski terasakan sempat tersendat. Kapolri merespons masyarakat yang menuntut pihak yang berwajib mengusut tuntas horor itu. Yang tidak cukup dengan penanganan juridis formal kelembagaan, sebab muatannya berkaitan erat dengan masalah sosial dan mencedarai budaya bangsa.
Lihat saja, praktis sejak peristiwa itu pelbagai spekulasi merebak di media sosial yang bahkan telah menganggap pendekatan juridis belaka omong kosong.
Simak liputan mendalam seluruh media pers yang menggambarkan adanya jarak menganga antara pernyataan resmi polisi dengan fakta-fakta yang terurai dan telanjang, yang dengan mudah disimpulkan pun oleh orang awam.
Kerja Pers Mengharukan
Kerja pers mengharukan. Sebagian besar media mengambil resiko besar. Walau sempat dihadang oleh Dewan Pers, otoritas tertinggi dunia pers kita. Tetapi mereka melawan. Pada waktunya, memang hanya konstitusi dan kode etik profesi yang wajib dipedomani oleh wartawan kita.
Di tengah perjalanan pihak Dewan Pers pun menyadari kekeliruannya, mengimbau wartawan hanya menyiarkan keterangan resmi polisi. Ini jelas pernyataan dungu petinggi Dewan Pers. Tidak disadari justru itulah pemantik blunder dalam penanganan kasus memalukan bangsa ini. Selain imbauan itu sendiri berpotensi melanggar UU Pers 40/1999 dan berpotensi sebagai kejahatan (pidana) karena termasuk ikut menyembunyikan fakta peristiwa.
Hanya berselang satu hari setelah imbauan Dewan Pers itu, Ketua Dewan Pers Prof. Azyumardi Azra dan Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang segera menyusulkan "joint statement" atau pernyataan bersama, yang berisi pesan sebaliknya. Justru mendorong seluruh wartawan melakukan "investigative reporting" atau liputan investigasi secara mendalam untuk menyingkap peristiwa tewasnya Brigadir Joshua di rumah atasannya.