- IST
Kepemimpinan Berbasis Bhinneka Tunggal Ika
Pemilihan Umum Menyatukan Kita Sebagai Bangsa
Pesta demokrasi demikian seharusnya jika pesta maka di situ rakyat yang menikmatinya dengan hati yang gembira, bebas serta semua penuh keriaan bukan sebaliknya dengan ancaman, isu agama serta yang paling fatal adalah narasi negatif membuat lalu lintas percakapan demikian sensitifnya sehingga dalam kehidupan sosial pun terasa sekali nuansa itu.
Pembiaran situasi ini akan mempengaruhi interaksi publik yang lambat laun akan membahayakan persatuan kita. Fenomena Suriah, Tunisia dan negara di Timur Tengah, semua di mulai dari pembelahan sosial yang terjadi dan dibiarkan terus menerus terjadi. Makna sesungguhnya dalam demokrasi adalah kedaulatan rakyat, biarkan rakyat berpesta menentukan pilihannya an pada hari yang sama rakyat bersatu untuk menentukkan pemimpinnya, seharusnya situasi ideal ini diharapkan ada ketenangan dengan demikian hasil pemilu pun diwarnai dengan sikap bersatu.
Pilihan berbeda namun rekonsiliasi segera terjadi sebab satu kepentingan bersama tercapai untuk kemakmuran bersama , ini yang seharusnya menyadari kita betapa penting menghargai pestanya rakyat bukan menjadikan rakyat semakin takut, gelisah serta terintimidasi dengan isu-isu yang di rekayasa, kesadaran elit politik untuk menciptakan kondisi ini menjadi penting.
Pemilihan dan Perwakilan
Sistem politik kita bersumber pada Pancasila. Karena bersumber pada Pancasila khususnya sila Ke 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan. Menarik di sini adalah kalimat perwakilan. Siapa wakil untuk melakukan permusyawaratan? tentu para wakil yang dipilih melalui mekanisme demokrasi sebagaimana diurai di atas dengan pestanya. Rakyat berpesta namun selain rakyat berpesta dengan memilih para wakilnya juga pemimpinanya (presiden) juga perlu dipahami bahwa ada sejarah berdirinya negara ini tidak terlepas dri penyerahan kedaulatan Kerajaan-kerajaan nusantara kepada republik.
Penyerahan kedaulatan kerajaan-kerajaan nusantara ini yang tidak boleh kita lupakan, di mana para raja-raja tidak memilih untuk merdeka juga berhimpun layaknya kerajaan Malaysia atau Brunei Darussalam melainkan menyerahkan kepada Republik Indonesia. Selain pemilihan para wakil maka di perlukan juga keterwakilan para raja-raja nusantara dalam system politik parlemen kita juga wakil-wakil golongan agama yang merupakan juga represntasi sila pertama kita sebagai negara yang mengakui adanya Tuhan dan berpolitik moral sesuai akidah agama (bukan theokrasi juga bukan sekuler).