- IST
Kepemimpinan Berbasis Bhinneka Tunggal Ika
Perhelatan politik lima tahunan sebagai pesta demokrasi sudah menjadi bagian dari kehidupan politik warga negara. Rakyat memanifestasikan kedaulatannya dengan memilih presiden, wakilnya dan juga kepala daerah yang pada tahun 2024 akan menjadi tahun pertama pemilihan umum serentak untuk DPRD-DPR RI, DPD, Kepala daerah maupun Presiden
Perhelatan yang memakan biaya sebesar Rp76,6 Trilyun diharapkan akan menghasilkan para pemimpin yang berkualitas serta mampu memaksimalisasi kinerjanya. Anggaran yang sedemikian besar akan menjadi berguna jika melahirkan pemimpin yang bener-bener mampu menunjukkan kinerja serta mampu mendorong tata kelola pemerintahan yang lebih transparan, akuntabilitas serta memudahkan pelayanan bagi masyarakat. Namun, jika bertolak belakang maka akan menjadi mubasir dengan dana sedemikian besarnya.
Dalam berbagai kesempatan Presiden Joko Widodo juga sering kali mengingatkan mungkin secara lebih eksplisit di tujukan kepada rakyat untuk berhat-hati dalam memilih pemimpin serta secara implisit mengandung pesan moral agar pemimpin yang di pilih peduli rakyat, berbagi serta bekerja untuk rakyat. Pesan ini menjadi sangat wajar di tengah-tengah pemilihan umum yang bisa siapa saja yang terpilih. Namun, di kemudian hari terbukti tidak berbuat apapun untuk kepentingan rakyat.
Agenda ke Depan Menangkan Bhinneka Tunggal Ika
Selain pentingnya pemimpin yang bekerja untuk rakyat sebagai filosofi era Presiden Joko Widodo, kerja, kerja, kerja yang memang terbukti dengan hingga saat ini tercermin dalam tingkat kepuasaan publik diatas 50 persen, juga pentingnya pemimpin yang menyadari sejarah bangsa ini didirikan serta memahami DNA dari negara ini.
Menjadi penting pemimpin yang memenangkan Bhinneka Tunggal ika menjadi relevan. Perbedaan sejatinya bukan isu bangsa ini, seharusnya jika kita lihat peristiwa lahirnya bangsa ini dari perang demi perang di daerah lalu lahirnya organisasi pergerakkan serta momentum sumpah pemuda sebagai satu puncak karya anak bangsa yang menyadari perlawanan kedaerahan akan menjadi lebih kuat jika semua perbedaan itu disatukan dalam satu tekad bersama menangkan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka.
Pemahaman arti perbedaan namun satu jua merupakan dasar pemikiran negara Indonesia yang 27 tahun kemudian menjadi negara yang merdeka dengan dasar yang kuat sebagaimana pengertian negara Indonesia, sebagai negara yang bukan berdasarkan atas golongan, agama namun, didasari oleh Pancasila dengan dasarnya adalah keragaman (perbedaan) dalam masyarakatnya.menjadi penting. Selain bekerja untuk rakyat adalah pemimpin yang memenangkan Bhinneka Tunggal ika sebagai agenda bersama untuk kita menangkan.isu pentingnya kembali menyuarakan Bhinneka Tunggal ika sebagai agenda bersama sebagai respon atas politik yang digunakan menggunakan basis identitas. Karena itu kembali menyuarakan kepemimpinan berbhinneka Tunggal ika harus menjadi variable determinan untuk di perjuangkan dan dimenangkan.
Pemilihan Umum Menyatukan Kita Sebagai Bangsa
Pesta demokrasi demikian seharusnya jika pesta maka di situ rakyat yang menikmatinya dengan hati yang gembira, bebas serta semua penuh keriaan bukan sebaliknya dengan ancaman, isu agama serta yang paling fatal adalah narasi negatif membuat lalu lintas percakapan demikian sensitifnya sehingga dalam kehidupan sosial pun terasa sekali nuansa itu.
Pembiaran situasi ini akan mempengaruhi interaksi publik yang lambat laun akan membahayakan persatuan kita. Fenomena Suriah, Tunisia dan negara di Timur Tengah, semua di mulai dari pembelahan sosial yang terjadi dan dibiarkan terus menerus terjadi. Makna sesungguhnya dalam demokrasi adalah kedaulatan rakyat, biarkan rakyat berpesta menentukan pilihannya an pada hari yang sama rakyat bersatu untuk menentukkan pemimpinnya, seharusnya situasi ideal ini diharapkan ada ketenangan dengan demikian hasil pemilu pun diwarnai dengan sikap bersatu.
Pilihan berbeda namun rekonsiliasi segera terjadi sebab satu kepentingan bersama tercapai untuk kemakmuran bersama , ini yang seharusnya menyadari kita betapa penting menghargai pestanya rakyat bukan menjadikan rakyat semakin takut, gelisah serta terintimidasi dengan isu-isu yang di rekayasa, kesadaran elit politik untuk menciptakan kondisi ini menjadi penting.
Pemilihan dan Perwakilan
Sistem politik kita bersumber pada Pancasila. Karena bersumber pada Pancasila khususnya sila Ke 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksaan dalam permusyawaratan perwakilan. Menarik di sini adalah kalimat perwakilan. Siapa wakil untuk melakukan permusyawaratan? tentu para wakil yang dipilih melalui mekanisme demokrasi sebagaimana diurai di atas dengan pestanya. Rakyat berpesta namun selain rakyat berpesta dengan memilih para wakilnya juga pemimpinanya (presiden) juga perlu dipahami bahwa ada sejarah berdirinya negara ini tidak terlepas dri penyerahan kedaulatan Kerajaan-kerajaan nusantara kepada republik.
Penyerahan kedaulatan kerajaan-kerajaan nusantara ini yang tidak boleh kita lupakan, di mana para raja-raja tidak memilih untuk merdeka juga berhimpun layaknya kerajaan Malaysia atau Brunei Darussalam melainkan menyerahkan kepada Republik Indonesia. Selain pemilihan para wakil maka di perlukan juga keterwakilan para raja-raja nusantara dalam system politik parlemen kita juga wakil-wakil golongan agama yang merupakan juga represntasi sila pertama kita sebagai negara yang mengakui adanya Tuhan dan berpolitik moral sesuai akidah agama (bukan theokrasi juga bukan sekuler).
Pentingnya keterwakilan suara NU , Muhammadiyah , suara Umat Kristen, Katholik, Hindhu , Budha, juga Kong Hu Chu di parlemen kita agar segala musyawarah mendapatkan hasil yang essensial termasuk juga didalamnya ada perwakilan militer yang tidak mempunyai hak politik namun bisa mewakilkan untuk menyuarakan melalui parlemen.
Selain keterpilihan juga diperlukan keterwakilan agar politik di masa depan. Parlemen menjadi sintesa dari proses dialektika politik.dengan adanya keterwakilan maka parlemen kita akan lebih diwarnai lagi dengan wajah berbhinneka Tunggal Ika dan pembelahan sosial dengan sentimen agama, suku dan ras bisa diminimalisir sebab
diharapkan semua problem itu di musyawarahkan dengan basis keragaman tersebut. (ebs)
oleh: Dr. Taufan Hunneman, Sekjen Forum Nasional Bhinneka Tunggal Ika