- fifa
Catatan Piala Dunia: "Maroko, Now Or Never"
Entah disadari, bagi kita, Piala Dunia Qatar agak berbeda dengan sebelumnya. Pesta sepak bola kali ini membuat emosi kita merasuk sampai relung hati. Seakan-akan tim nasional Indonesia ikut di dalamnya.
Itu gegara Maroko, negara berpenduduk muslim di Afrika Utara, mengukir prestasi, lolos ke babak empat besar. Maroko pun menoreh sejarah, negara Afrika pertama di semifinal, sepanjang 92 tahun Piala Dunia.
Maroko sudah tampil di lima laga, tanpa kalah. Main imbang 0-0 dengan Kroasia. Menang atas Belgia 2-0, Kanada 2-1, Spanyol 3-0 (adu penalti), dan Portugal 1-0. Semua sensasi, maklum Maroko awalnya dipandang sebelah mata.
Maroko kini menatap dua laga sisa. Menghadapi Prancis di semifinal. Lalu bertemu Argentina atau Kroasia. Bisa di final 1-2 atau final 3-4. Para marokoisme ingin Singa Atlas sampai atas, merebut mahkota juara. Hukumnya, no or never.
Talenta dan Kerja Keras
Jujur tak ada sangka, Maroko bakal liar, apalagi bisa menang dari Belgia, Spanyol dan Portugal. Tiga negara yang punya sederet pemain bintang kelas satu, andalan klub ternama, di berbagai kompetisi Eropa.
Sementara Maroko, menurut data, mayoritas pemainnya kelas dua, bermain di klub papan tengah di Eropa. Tim Singa Atlas tadinya cuma cameo, tim pelengkap agar Piala Dunia lebih berwarna. Maroko pun menerima stigma itu.
Saat Maroko memulangkan Spanyol dan Portugal, saya - mungkin juga Anda - membatin: "Sepak bola itu kejam, dan tidak adil. Mengapa Spanyol dan Portugal kalah, padahal mendominasi, dan punya banyak peluang gol?"
Kemudian saya baru paham, setelah menyimak petuah Ronaldo: "Talent without working hard is nothing - talenta tanpa kerja keras tak ada gunanya." Itu qoutes Ronaldo ketika ditanya, apa kunci suksesnya.
Secara teknik bersepak bola, Maroko memang masih di bawah Spanyol dan Portugal. Itu terlihat secara kasat mata. Maroko acap ketekan, ketimbang meneror lawan. Maroko lebih sering mengejar bola, dibanding mengolah bola.
Tapi Singa Atlas bukan badut. Mereka legiun asing, punya talenta, terbiasa kerja keras menghadapi ancaman. Perlawanan heroik Maroko justru manjur, lawan jadi frustrasi dan kendur, lalu mereka pun mencuri gol kemenangan.
Pendapat kawan saya lebih dalam lagi. "Itu berkah dari surah Al-Fatihah, yang dikirim oleh Umi (ibu) pemain," katanya. "Itu juga berkah doa orang-orang shalih di Maroko," kata kawan lainnya.
Prancis Korban Berikut?
Senjata Maroko, main total seperti tak ada lagi hari esok, bisakah berlanjut? Khawatir mereka terkena sindrom seperti Arab Saudi - terbius kemenangan - sudah seperti juara padahal baru mengalahkan Argentina.
Kalau Maroko konsisten, apalagi semangat juang pemain semakin berlipat, dan semua bugar, termasuk si tembok Cina, kapten tim, Romain Saiss, maka Ayam Jantan Prancis, bila tidak hati-hati, bisa jadi korban berikutnya.
Tapi ada yang mengganjal. Mungkinkah back kanan Maroko, Achraf Hakimi, bermain lepas, lugas dan keras seperti biasanya? Sebab dia akan mengawal bintang andalan Prancis, Kylian Mbappe, sohib akrabnya di klub Paris Saint-Germain.
Maukah Azzedine Ounahi, yang disebut gelandang tingkat dewa oleh pelatih Spanyo,l Luis Enrique, tampil trengginas dan habis-habisan? Sementara dia sehari-hari cari makan di klub Angers, Liga 1 Prancis.
Onde... mande, awak pun jadi tak sabar menunggu partai Maroko versus Prancis. Persisnya, Kamis 15 Desember, pukul 02.00 dini hari WIB, di Stadion Al Baiyt. Hahahaha…
* Reva Deddy Utama: Wartawan, Pemerhati Sepak Bola