Masih Ingat Dejan Gluscevic? Legenda Sepak Bola Liga Indonesia yang Menginspirasi Lahirnya Klan 'Dejan' di Jawa Barat.
Sumber :
  • Facebook Pelita Bandung Raya/Instagram Ligina.klasik

Masih Ingat Dejan Gluscevic? Legenda Sepak Bola Liga Indonesia yang Menginspirasi Lahirnya Klan 'Dejan' di Jawa Barat

Rabu, 12 Juni 2024 - 00:11 WIB

tvOnenews.com - Nama Dejan Gluscevic sempat menjadi primadona di liga Indonesia pada pertengahan dan akhir tahun 1990-an.

Meski tak genap empat musim berkiprah di sepakbola Indonesia, namanya akan selalu dikenang di wilayah Bandung Raya dan sekitarnya.

Dejan Gluscevic pertama kali masuk ke Indonesia lewat tawaran konglomerat yang gila bola, Nirwan Bakrie, untuk memperkuat Pelita Jaya pada musim 1994/1995.

Bersama Pelita Jaya dan tandemnya di lini depan, Kurniawan Dwi Yulianto, Gluscevic berhasil membukukan 21 gol dalam semusim sekaligus mengantarkan klubnya menembus babak 8 Besar.

Namun demikian, aksinya belum membuat Nirwan puas. Musim berikutnya, Nirwan meminjamkan Gluscevic kepada rekan kongsinya, IGK Manila, yang saat itu menjabat chief de mission MBR. 

Di sinilah Gluscevic bertemu tandem sehatinya, Peri Sandria, yang juga pencetak gol terbanyak Ligina I musim 1994/1995 dengan koleksi 34 gol dari 37 laga. Peri jadi pelayan terbaik untuk Gluscevic.

Selain merekrut Gluscevic, selepas mendapat suntikan dana dari Masyarakat Transportasi (Mastrans), MBR langsung membangun The Dream Team dengan menggamit gelandang tangguh berpaspor Kamerun, Olinga Atangana.

Tak hanya itu saja, MBR juga mengumpulkan bintang lokal seperti Nur Alim, Surya Lesmana, hingga Adjat Sudrajat. Mereka semua dilatih oleh sosok penuh wibawa asal Belanda, Henk Wullems.

Tanah Bandung seolah bersahabat dengan Gluscevic, pasalnya pada musim pertamanya bermukim di Kota Kembang, ia membuat MBR digdaya setelah menempati peringkat satu Wilayah Barat Ligina II.

Berbekal 18 kemenangan, tujuh imbang, dan tiga kali kalah dari 28 pertandingan. 

Kehadiran Gluscevic juga memberikan garansi ketajaman dan membuat MBR menyabet predikat sebagai tim paling produktif dengan 57 gol serta hanya kebobolan 17 kali.

Tren positif itu berlanjut ke Babak 12 Besar. Gluscevic beserta kolega melahap seluruh pertandingan dengan kemenangan. 

Produktivitas pun dipertahankan secara konsisten dengan torehan sembilan gol dan cuma kebobolan sekali.

Pada laga semifinal, MBR menaklukan Mitra Surabaya lewat adu penalti dengan skor 4-2 usai main imbang 0-0 selama 120 menit.

Sedangkan di partai puncak, MBR membungkam kekuatan terbesar sepakbola Makassar yakni PSM yang saat itu diperkuat oleh Luciano Leandro, Jacksen F. Tiago, dan Yusuf Ekodono dengan skor 2-0.

Keberhasilan MBR ini memperpanjang sukacita Bandung yang di musim sebelumnya juga menahbiskan diri sebagai kota nomor satu dalam peta sepakbola Indonesia usai Persib menggondol titel juara dengan menaklukkan Petrokimia Putra.

Gelar pencetak gol terbanyak, dengan 30 gol dari 33 penampilan, dan penghargaan pemain asing populer yang diraih Gluscevic juga melengkapi musim manis MBR.

Capaian elok tersebut, plus trigol yang ia bukukan di Piala Winners AFC musim 1997, akhirnya membulatkan tekad Pelita untuk membawa Gluscevic pulang ke Jakarta.

Akan tetapi, Gluscevic seolah tak berjodoh dengan Pelita. Upaya Pelita dan Gluscevic tampil memesona sekaligus merebut gelar juara terhenti di babak 12 besar Ligina III musim 1996/1997.

Tatkala ambisi menjuarai liga bersama Pelita dikuatkan lagi pada Ligina IV musim 1997/1998, kompetisi justru dihentikan akibat krisis moneter yang mendera Indonesia.

Kiprah Gluscevic, Lebih dari 25 Tahun Menjelajah Benua Eropa, Asia, dan Amerika

Gluscevic mengawali karir profesionalnya sebagai pemain pada 1986 bersama klub kampung halamannya, Red Star Belgrade.

Namun, belum sekalipun mengenakan baju Red Star, Gluscevic terus dipinjamkan ke klub lain. Mulai dari FK Zemun, Cukaricki, dan Radnicki Belgrade.

Usai menjalani musim yang hebat bersama Radnicki, Gluscevic dilepas ke klub Yunani, Proodeftiki.

Sayangnya, masalah finansial yang membelit klub tersebut membuat Gluscevic pulang kampung ke Yugoslavia demi memperkuat Proleter Zrenjanin pada musim 1993/1994.

Delapan tahun berkiprah di kawasan Eropa membuat Gluscevic ingin mencari tantangan baru. Seperti yang dipaparkan di bagian awal artikel ini, Indonesia menjadi destinasinya.

Sebagai salah satu pemain asing gelombang pertama yang tampil di Ligina, Gluscevic termasuk figur yang sukses dengan raihan gelar juara bersama klub maupun koleksi titel individu.

Setelah berkarir di Indonesia, perjalanan Gluscevic berlanjut di Singapura. Sebelum akhirnya terbang jauh ke Kanada demi membela panji Montreal Impact dan North York Astros.

Bersama klub yang disebut terakhir ini pula, Gluscevic memutuskan pensiun.

Di Kanada pula Gluscevic melakukan debut kepelatihannya bersama Armour Heights Soccer Club pada 2000/2001.

Pada rentang 2002-2005, ia kembali ke North York Astros yang berlaga di kompetisi Canadian Professional Soccer League (CPSL) sebagai pelatih.

Di sana, ia berhasil menembus partai puncak sebelum akhirnya dikandaskan oleh tim Ottawa Wizards. Selain menjabat pelatih di North York Astros, Gluscevic juga mendapat mandat sebagai pelatih di National Training Centre of Ontario Soccer Association dalam kurun 2001 sampai 2005.

Selepas kiprah manisnya di Kanada sebagai pelatih, Gluscevic pulang ke tanah airnya karena mendapat kuasa untuk melatih tim junior Red Star pada periode 2006 hingga 2010.

Selain itu, pada tahun 2006 dirinya juga sempat mengabdi di FSSCG, federasi sepakbola Serbia-Montenegro (pasca-perpecahan Yugoslavia) guna duduk di jajaran tim pelatih tim nasional Serbia-Montenegro dan timnas U-19 Wanita Serbia-Montenegro.

Kariernya sebagai pelatih panjang, usai petualangan di atas, pada 2010 sampai 2014, Gluscevic dipanggil asosiasi sepakbola Singapura, SAF, untuk melatih timnas U-19 Singapura.

Tak hanya itu saja, Gluscevic sekaligus menjabat sebagai direktur teknik. Dirinya bersama mentornya, Slobodan Pavkovic, adalah sosok yang mengembangkan program Junior Center of Excellence.

Gluscevic sangat berkontribusi terhadap program pembinaan bakat-bakat muda di sana.

Pada sebuah pertandingan di kualifikasi Piala Asia U-19, Singapura berhasil menahan imbang timnas U-19 Indonesia besutan Indra Sjafri di Stadion Nasional Hong Kong.

Laga tersebut cukup memanggil ingatan masyarakat tanah air terhadap sosok Gluscevic yang karismatik semasa berkarier di Indonesia.

Bahkan laga itu cukup mengapungkan isu bahwa ia bakal kembali ke Indonesia sebagai pelatih. Kabar berhembus, Gluscevic diminati oleh salah satu klub nasional hingga timnas U-19. 

Akan tetapi, kabar tersebut hanya isu belaka karena setelah mengakhiri kontrak bersama SAF, ia memutuskan kembali ke Serbia untuk menangani Donji Srem dari tahun 2014 sampai 2016.

Menariknya, ia tak pernah menganggur lama sebagai pelatih. Usai masa kerjanya di Donji Srem kedaluwarsa, Gluscevic menjadi incaran VFF, federasi sepakbola Vanuatu. 

Agaknya keberhasilan mengembangkan bibit-bibit pesepakbola di Singapura terdengar hingga Vanuatu. Ia ditawari melatih timnas Vanuatu U-20 pada 2016-2017. 

Dejan mendapatkan target yang berat untuk memimpin timnya berlaga di kualifikasi Piala Dunia U-20 pada tahun 2016.

Bersama Gluscevic, laju Vanuatu U-20 cukup sukses. Mereka tampil sebagai finalis Piala OFC U-20 2016. Capaian itu mengantar mereka tampil di Piala Dunia U-20 2017.

Sayangnya, Vanuatu U-20 dibuat tak berdaya oleh Venezuela, Meksiko, dan Jerman sehingga finis dengan status juru kunci Grup B pada fase penyisihan.

Begitu kontraknya dengan Vanuatu U-20 berakhir, Gluscevic kembali ke Serbia untuk menjadi asisten pelatih di klub FK Zemun. Sementara kini, ia menjadi salah satu staf kepelatihan di tim senior Red Star Belgrade.

Lahirnya Klan Dejan yang Menjamur di Indonesia, Khususnya Jawa Barat

Dejan Gluscevic mungkin hanya sebentar berkarir di Indonesia, tetapi kegilaannya di lapangan bersama Mastrans Bandung Raya (MBR) pada musim 1995/1996 tetap dikenang oleh para penggemar sepak bola Indonesia. 

Namanya begitu melegenda hingga banyak orang tua memberi nama anak mereka "Dejan," yang lahir antara 1995 hingga 2009. 

Nama Dejan terdengar unik dan khas, menciptakan ikatan emosional yang kuat antara Gluscevic dan masyarakat.

Fenomena ini menciptakan semacam ikatan kekeluargaan di antara para "Dejan kecil". Beberapa orang bahkan menganggap ini sebagai klan tersendiri di Indonesia. 

Gluscevic merasa terhormat bahwa banyak orang tua menamai anak mereka Dejan karena dirinya.

Ia menyatakan bahwa motivasi terbesarnya selama berkarir di Indonesia adalah bermain untuk para penggemar, termasuk "Dejan kecil".

Namun, kesibukan Gluscevic sebagai pesepakbola dan pelatih membuatnya jarang bisa bercengkrama dengan anak-anak bernama Dejan.

Seorang penggemar yang menamai anaknya Dejan pada tahun 1996 mengungkapkan bahwa komunikasi dengan Gluscevic hanya bisa dilakukan lewat media daring.

Ketika Gluscevic mengunjungi Bandung sekitar lima tahun lalu, ia tidak sempat bertemu dengan para Dejan yang telah dewasa dan sibuk dengan kehidupannya.

Gluscevic hanya memenuhi undangan direksi klub Pelita Bandung Raya (PBR) dan menonton pertandingan di Stadion Si Jalak Harupat, Soreang.

Uniknya, meski banyak anak bernama Dejan yang diarahkan ke dunia sepak bola, belum ada yang mengikuti jejak sukses Gluscevic. 

Banyak dari mereka akhirnya memilih jalan hidup di bidang lain seperti bisnis, jurnalistik, atau musik.

Nama adalah doa, dan meski nama Dejan membawa harapan besar, banyak dari mereka yang memilih jalur berbeda.

Gluscevic tetap bangga bisa menginspirasi banyak orang untuk mengingat salah satu predator asing terganas di Liga Indonesia. (udn) 

Baca artikel tvOnenews.com terkini dan lebih lengkap, klik google news.
Ikuti juga sosial media kami;
twitter @tvOnenewsdotcom
facebook Redaksi TvOnenews
 

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:32
01:25
03:14
02:08
02:11
02:30
Viral