- istimewa
Prihatin Kerusuhan Kanjuruhan, Para Legenda Juara SEA Games 1987 Saran Kompetisi Terus Berjalan Tanpa Suporter
Jakarta – Kerusuhan Kanjuruhan memprihatinkan seluruh rakyat Indonesia. Sejumlah mantan pemain Timnas saat juara SEA Games 1987 berharap kompetisi dapat terus bergulir.
Sepakbola Indonesia sedang berharap bangkit. Memasuki pertengahan 2022, tim nasional senior dan kelompok usia di bawah 20 tahun berhasil mencapai putaran final Piala Asia 2023. Oktober 2022, tim U-17 pun memasuki kualifikasi Piala Asia 2023 saat Kerusuhan Kanjuruhan meledak di Malang.
Ratusan nyawa melayang akibat kerusuhan di dalam Stadion Kanjuruhan sesudah Arema dan Persebaya bertanding dalam lanjutan Liga 1. Petaka terjadi justru seusai Timnas senior menjalani pertandingan persahabatan resmi di bawah kalender FIFA atau FIFA matchday.
Kini kekhawatiran melanda Indonesia. Akankah FIFA dan AFC menjatuhkan sanksi lagi kepada PSSI lantaran gagal mencegah kerusuhan sepakbola terjadi di dalam stadion? Jika melihat banyak kasus kematian suporter secara massif, wajah bila kecemasan berkembang di kalangan insan sepakbola.
“Saya sangat prihatin dengan kejadian di Kanjuruan. Semoga nggak ada imbasnya ke kompetisi dalam negeri, ke Liga 1, 2, Liga 3, sampai ke putaran Liga berikutnya,” ujar Tias Tono Taufik, mantan anggota Timnas senior kala juara SEA Games 1987 yang kini menangani Persipasi di Liga 3 Jawa Barat.
Liga Tanpa Penonton
Sejalan dengan Tias Tono, Rully Nere pun berharap, Kerusuhan Kanjuruhan tidak merembet ke sanksi nasional oleh AFC dan FIFA. Rully lebih setuju bila kompetisi terus berjalan di semua level, terutama di tingkat pembinaan usia muda yang masih bersih dari fanatisme kedaerahan yang sempit.
“Untuk kompetisi level senior, setelah penundaan selama sepekan, mungkin perlu perubahan aturan Iagi. Paling bagus bila PT Liga Indonesia Baru sebagai operator kompetisi untuk menjalankan kembali Liga 1, 2 dan 3 tanpa penonton agar terhindar dari kejadian-kejadian buruk,” kata Rully Nere.
“Kita perlu lebih dulu memberi edukasi kepada suporter, seluruh pihak harus mendewasakan suporter sampai nanti semua mengerti untuk menjadi penonton yang baik,” lanjut mantan pelatih tim nasional sepakbola wanita Indonesia.
Edukasi Kelompok Suporter
“Situasi sekarang berbeda dengan masa lalu. Dulu kebanyakan penonton yang hadir di stadion memang penggemar sepakbola. Sekarang tidak semua merupakan fans sejati sepakbola, sebagian hanya ikut-ikutan, cuma kumpul-kumpul dalam kelompok, tanpa mengerti sepakbola,” urai Rully.
“Suporter yang sebenarnya pasti mengerti bahwa kalah-menang merupakan hal wajar dalam sepakbola. Kalau kita tidak mau terima kekalahan tim kita, barangkali seharusnya kita sudah jadi juara dunia dari dulu, bukan cuma juara SEA Games,” sindir keras mantan gelandang Timnas asal Persipura.
Rully Nere berharap, tragedi Kerusuhan Kanjuruhan menyadarkan seluruh pihak untuk berbenah dengan sungguh-sungguh. “Semua salah. Tapi kita harus cari hikmahnya. Mari kita bertekad untuk bersama-sama memperbaiki sepakbola Indonesia supaya membanggakan kita semua,” tutup Rully Nere. (raw)