Hermansyah sesalkan penggunaan gas air mata dalam Kerusuhan Kanjuruhan..
Sumber :
  • tvonenews

Prihatin Kerusuhan Kanjuruhan, Kiper Timnas Cerita Pengalaman Kena Gas Air Mata

Senin, 3 Oktober 2022 - 08:45 WIB

Jakarta – Penggunaan gas air mata terjadi di Kerusuhan Kanjuruhan. Kiper Timnas era 1980-an, Hermansyah, menceritakan pengalaman perih terkena gas air mata di lapangan.

Kerusuhan Kanjuruhan merisaukan seluruh kalangan masyarakat. Mantan kiper tim nasional (timnas) sepakbola Indonesia pada kurun 1980-1990-an, Hermansyah, tak akan lupa bagaimana penggunaan gas air mata di lapangan sepakbola bisa berakibat fatal.

Jauh sebelum tragedi berdarah Kerusuhan Kanjuruhan meledak, cerita penggunaan gas air mata oleh aparat kepolisian sudah pernah terjadi di lapangan sepakbola Tanah-Air. Insiden pun terjadi di kompetisi divisi tertinggi Liga Indonesia, tepatnya pada penyelenggaraan ketiga pada musim 1996-1997.

 

Semifinal Liga Indonesia 1996-1997

Sabtu, 26 Juli 1997, sore pukul 15:30, juara bertahan Bandung Raya tampil pada laga semifinal. BR bertemu Niac Mitra Surabaya di Stadion Utama Gelora Senayan, Jakarta. Wasit Kim Young-joo asal Korea Selatan memimpin pertandingan.

Bandung Raya bukan penjelmaan Persib dan Niac Mitra Surabaya juga tidak mewakili Persebaya. Namun penonton begitu bergairah hingga suasana memanas di dalam stadion. Tak jelas juga penyebab pasti, tiba-tiba polisi melepaskan tembakan gas air mata ke kerumunan penonton di area gawang.

Kiper Bandung Raya, yang berdiri di gawangnya, terkena dampaknya. Berjarak sekitar 15 meter dari tribun penonton, Hermansyah pun merasa matanya perih, sedikit sesak napas dan panas menjalar di kulitnya lantaran sisa gas air mata mengambang di sekitar areanya.

Seorang polisi mengingatkan Hermansyah untuk tidak menggosok matanya yang perih karena justru akan menambah rasa sakit. Tapi Herman sudah telanjur menyentuh kelopak matanya dan terpaksa menahan pedih hampir sepanjang pertandingan.

“Saya tidak tahan karena perih dan gatal. Sebagai kiper, saya harus selalu waspada terhadap serangan lawan. Karena merasa mata saya perih, saya sentuh. Benar, rasanya malah tambah gatal dan perih,” cerita Hermansyah yang merasa beruntung karena tidak kebobolan oleh gol lawan.

Timnya berhasil maju ke final setelah menang 1-0 atas Mitra Surabaya. Namun Hermansyah masih merasa perih saat tampil di partai puncak sewaktu Bandung Raya bertemu Persebaya. Aji Santoso menjebol gawang Herman dengan eksekusi penalti yang mengawali total empat gol.

Kebobolan tiga kali, Herman dan rekan-rekan akhirnya menyerah 1-3 di final. Bandung Raya melepas gelar juara dan Persebaya meraih trofi pertama di Liga Indonesia.

 

Suporter Juga Harus Belajar

Mengenang pengalamannya dan mengingat kasus Kerusuhan Kanjuruhan, Hermansyah tidak ingin peristiwa buruk menimpa sepakbola Indonesia lagi. Kiper kelahiran 17 Agustus 1963 menyerukan semua insan sepakbola untuk memperbaiki diri.

“Semoga tidak ada lagi kejadian yang membuat aparat melepaskan tembakan gas air mata. FIFA juga melarang penggunaan gas air mata di stadion. Dalam sepakbola, penonton juga harus terimo, menang dan kalah ‘kan soal biasa. Jangan sampai ada yang meninggal dunia secara sia-sia,” ujar Hermansyah.

“Sebagai insan sepakbola, saya sangat prihatin dengan kejadian di Malang. Tolong, seluruh suporter menyadari, permusuhan antartim bukan contoh yang bagus. Bukan hanya Arema, Persebaya, atau Persib, semua suporter seharusnya mendukung timnya dengan sewajarnya saja,” imbuh Herman.

Bukan hanya kelompok suporter, kiper yang mengawal gawang Indonesia pada kualifikasi Piala Dunia 1986 meminta semua pihak untuk memperbaiki diri. Hermansyah berharap, tidak ada lagi kejadian memilukan seperti Kerusuhan Kanjuruhan pada masa depan. (raw)

Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:44
01:05
06:55
07:24
28:50
03:48
Viral