Perubahan UU Pilkada "Potong" Putusan MK?
Jakarta, tvOnenews.com - Perubahan ambang batas suara maupun batas usia untuk maju Pilkada yang telah ditetapkan Mahkamah Konstitusi mendapatkan respon dari DPR.
Ambang batas 6,5 hingga 10% hanya berlaku kepada partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD atau non parlemen.
Sementara itu untuk urusan usia calon gubernur dan wakil gubernur badan legislatif justru menerapkan putusan Mahkamah Agung, bukannya putusan terbaru dari Mahkamah Konstitusi.
Mengapa DPR RI tidak mengikuti keputusan terbaru yang telah ditetapkan oleh MK?
Sebelumnya, Badan Legislasi DPR RI menolak Putusan Mahkamah Konstitusi atau MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat usia calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon di Pilkada.
Awalnya, rapat Baleg DPR RI memperdebatkan dua putusan, yakni yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
MA mengatur syarat usia calon kepala daerah ditentukan pada saat pelantikan calon terpilih.
Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 pada 4 Juni kemarin memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk mengubah Peraturan KPU.
Dalam putusan itu, MA menyebutkan batas usia 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati atau wali kota diubah menjadi berlaku saat pelantikan kepala daerah terpilih.
Putusan ini pun menuai polemik karena dianggap menjadi karpet merah untuk Kaesang maju di Pilkada.
Saat ini usia Kaesang 29 tahun. Ia akan genap berusia 30 tahun pada Desember 2024 atau empat bulan setelah masa pendaftaran calon kepala daerah dan wakil kepala daerah dibuka. Namun, Putusan MA ditolak oleh Mahkamah Konstitusi.
Lewat Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menegaskan bahwa secara historis, sistematis, praktik selama ini, dan perbandingan dengan pemilihan lain, syarat usia pencalonan kepala daerah dihitung dari titik sejak penetapan pasangan calon oleh KPU, bukan saat pelantikan pasangan calon terpilih, sebagaimana anomali yang ditetapkan dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024. (awy)