Banjir Semakin Parah, Gubernur Kalbar: Paru-Paru Dunia Rusak Akibat Penambang
Senin, 8 November 2021 - 14:26 WIB
Jakarta - Isu deforestasi di Indonesia tengah mengemuka pasca KTT Perubahan Iklim (COP26) dan banyaknya bencana alam di Indonesia. Mengenai hal tersebut, Profesor Edvin Aldrian, pakar iklim dan meteorologi BRIN mengakui memang ada beberapa daerah yang mengalami curah hujan ekstrem. Jika dikaitkan dengan deforestasi, peningkatan curah hujan ini cepat atau lambat tentu akan mengakibatkan bencana ekologis.
"Faktor perubahan iklim berperan (dalam terjadinya bencana), tapi kalau pertanyaan kedua itu (lebih) berperan mana dengan (faktor alih fungsi lahan dan deforestasi), terutama lebih besar faktor yang di darat, perubahan lahan," papar Edvin.
Lebih lanjut ia mengonfirmasi bahwa daya serap lahan di Indonesia trennya semakin menurun. Hal itu ujar Edvin dapat memperburuk bencana.
Gubernur Kalimantan Barat mengamini pernyataan tersebut. Sutarmidji menuding yang jadi biang masalah deforestasi adalah pemberian konsesi hutan tanaman industri (HTI).
"Penyebab hutan-hutan itu habis adalah pemberian konsesi HTI. Itu yang harusnya dicabut semua. Cabut semua, kemudian kita melakukan penghijauan kembali dan serahkan HTI itu kepada masyarakat," tegasnya. (afr)
Tak hanya itu, aktivitas tambang di lahan-lahan yang seharusnya dapat berfungsi sebagai daerah penyerap dan penampung air hujan menyebabkan banjir dimana-mana.
"Kita minta agar wilayah pertambangan rakyat ini diatur. Nggak ada satupun yang diizinkan. Tapi penambang-penambang yang lain yang besar diizinkan. Akhirnya masyarakat tidak punya wilayah pertambangan akhirnya dia nambang dimana-mana," sebut Sutarmidji. (afr)