Marak Urusan Keluarga Tempuh Jalur Hukum, Sosiolog: Adanya Desakralisasi Pada Keluarga

Kamis, 18 November 2021 - 13:01 WIB

Baru-baru ini terjadi video viral keluarga soal hak warisan. Kausar, ibu berusia 71 tahun tak kuasa menahan kesedihan. Di usia senjanya, dia harus menerima kenyataan digugat anak sulungnya terkait rumah tempat tinggal mereka yang merupakan warisan almarhum suami. 
Rumah mewah yang menjadi sengketa ini berlantai 3 dan terletak di Jalan Yos Sudarso, Kampung Blang Kolak II, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Bukan hanya dirinya, namun anak-anaknya yang lain juga digugat si sulung tersebut.
Dii Takengon, Aceh Tengah, seorang aparatur sipil negara (ASN) menggugat ibu kandung dan saudaranya ke Pengadilan Negeri. Salah seorang saudara penggugat membuat video yang viral saat penggugat Asmaul Husna meninjau rumah 3 lantai milik orangtuanya.
Alkautsar, wanita berusia 71 tahun digugat karena harta warisan berupa tanah dan sebuah rumah mewah. Penggugat meminta pihak pengadilan untuk segera melakukan eksekusi terhadap rumah yang ditempati oleh Ibu dan adik-adiknya.Penggugat menganggap rumah tersebut telah diserahkan kepada penggugat oleh almarhum ayahnya.
Sementara itu di Karawang, Jawa Barat, Jaksa menuntut Valencya 1 tahun penjara, lantaran memarahi suaminya yang kerap pulang dalam keadaan mabuk. Pengacara CYC membantah kliennya sering pulang dalam kondisi mabuk dan menelantarkan keluarganya.
Kliennya mengaku kerap dimarahi oleh istrinya, dan dilarang bertemu dengan anaknya. CYC pun melaporkan istrinya itu atas dugaan KDRT psikis terhadapnya. penanganan perkara ini pun berbuntut panjang. Kejaksaan Agung turun tangan dan melakukan eksaminasi khusus terhadap penanganan perkara KDRT tersebut.
Perkara itu kini ditangani oleh Jampidum dan semua jaksa yang menangani kasus ini akan diperiksa oleh Jaksa Agung muda bidang pengawasan.
Fenomena keluarga mempidanakan anggota keluarga lainnya seakan menjadi kenyataan miris yang kerap terjadi di masyarakat Indonesia. 
Menurut Sosiolog Tantan Hermansyah, hal ini merupakan salah satu fenomena kebudayaan pasca modern atau post-moden , dimana masyarakat mengalami proses yang disebut desakralisasi.
Desakralisasi itu sudah merambah bukan hanya pada wilayah yang sifatnya bernegara, tetapi bahkan pada wilayah-wilayah sub-mikro seperti keluarga. Dahulu kita menganggap bahwa keluarga itu kan ikatan-ikatan yang dibangun karena semangat untuk membangun kemuliaan sosial dan kesucian.
“Tapi hari ini kita melihat bahwa ikatan-ikatan yang sebut sebagai ikatan suci itu udah berubah menjadi ikatan-ikatan pragmatis. Selain itu, yang mulai makin mengerikan adalah hubungan-hubungan yang sifatnya nasabiyah antara ayah dan anak, ibu dengan anak, atau mungkin antara anak dengan pun mengalami desakralisasi yang juga luar biasa sehingga hubungannya berubah dari hubungan-hubungan yang sifatnya mulia tadi, penuh pengabdian penuh spiritualitas mungkin menjadi hubungan-hubungan teknis pragmatis. Sehingga kalau ada hal-hal yang diinginkan oleh seseorang kemudian ada melekat pada relasi itu tinggal dikuburkan saja. Orang tua kemudian menjadi tidak dihormati, saudara menjadi tidak perlu dimuliakan,” tutur Tantan.
Hal ini terbentuk juga karena era keterbukaan informasi dimana banyak orang yang ingin mendapatkan puja-puji dengan memiliki sesuatu dan diunggah di media sosial.(awy)
Berita Terkait :
Topik Terkait
Saksikan Juga
01:06
01:36
08:17
05:48
02:30
04:12
Viral