- Aris Wiyanto
Isu Tarif VoA Naik 3 Kali Lipat, Kanwil Kemenkumham Bali Sebut Hoaks
Denpasar, Bali - Adanya isu kenaikan Visa on Arrival (VoA) sebanyak 300 persen yang meresahkan pelaku pariwisata di Bali ditanggapi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Bali, Jamaruli Manihuruk.
Jamaruli mengatakan isu kenaikan VoA sebanyak tiga kali lipat tersebut adalah hoaks.
"Masih tetap Rp 500 ribu. Itu informasi hoaks buka informasi yang benar. Sampai sekarang, aturan pemerintah masih tetap Rp 500 ribu," kata Jamaruli, saat ditemui di Pelabuhan Serangan, Denpasar Selatan, Bali, Sabtu (16/4/2022) sore.
Aturan soal tarif VoA sendiri sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP), Nomor 28, Tahun 2019 soal jenis tarif VoA.
"Itu, sudah diatur PP 28 Tahun 2019. Dan sampai sekarang itu belum ada perubahan. Jadi, tidak ada kenaikan VoA masih harga lama. Mengubah aturan pemerintah, tidak semudah itu, hanya isu yang diembuskan saya juga tidak tau. Hoaks itu," imbuhnya.
Ia juga mengimbau masyarakat agar jangan menyebarkan informasi yang tidak benar. Karena, saat ini pariwisata di Bali sudah mulai bangkit. Karena, menurutnya bila ada informasi tersebut bisa saja calon wisatawan mancanegara (Wisman) menggagalkan liburan ke Bali.
"Kita baru mulai kunjungan orang asing jangan lagi dirusak dengan hal-hal begitu. Jangan, sampai ada informasi yang menyesatkan masyarakat," ujarnya.
Seperti yang diberitakan, beredar wacana adanya kenaikan kenaikan tarif VoA tiga kali lipat menjadi Rp 1,5 juta. Sementara, kenaikan itu dinilai akan memberatkan wisatawan yang datang ke Bali.
Para pelaku pariwisata Bali yang tergabung dalam Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) juga menolak adanya rencana kenaikan VoA tiga kali lipat itu.
"Saya, baru menerima selembaran saja tapi kalau itu jadi, kita protes. Iya, kita industri menolak karena pariwisata baru menggeliat," kata Ketua GIPI Bali, Ida Bagus Agung Partha Adnyana saat dihubungi, Kamis (14/4) lalu.
Ia menerangkan, bahwa pihaknya belum paham selembaran itu dari mana. Karena, tidak ada kop surat tapi terlihat resmi.
"Belum paham, kita itu dapat selembarannya. Artinya, belum kita pastikan dari mana karena tidak ada kop surat, atau apa. Tapi seperti resmi dan itu membingungkan juga," imbuhnya.
Ia juga mengirimkan isi dari selembaran tersebut dan tertulis, Isi Nota Dinas No. IMI 1-KU.01.03-066, mulai tanggal 16 April 2022. Kenaikan Harga PNBP untuk:
1. Visa Kunjungan sekali perjalanan paling lama 60 hari menjadi Rp 2.000.000
2. Visa Saat Kedatangan menjadi Rp 1.500.000
3. Memperkenalkan jenis visa kunjungan baru atau dan ITAS Non Kerja yang lebih panjang periode staynya.
Kemudian, Contents of Official Note No. IMI 1-KU.01.03-066. Starting April 16, 2022. PNBP Price Increase for
1. Single Entry visit visa for a maximum of 60 days becomes Rp. 2,000,000
2. Visa on Arrival to Rp. 1,500,000
3. Introducing a new type of Visit Visa / and Non-Work ITAS with a longer stay period.
Menurutnya, isi surat di atas itu bila memang benar diberlakukan akan mengganggu persaingan Bali untuk memperoleh calon Wisatawan Mancanegara (Wisman) dengan para pesaing seperti Thailand, Vietnam, Kamboja, dan lainnya.
"Justru, ini sangat menganggu kompetitif kita, dan mengurangi daya saing Bali dan orang jadi mengurungkan (berwisata) ke Bali," jelasnya.
Pihaknya juga dengan tegas akan menolak bila kebijakan tersebut diberlakukan. Karena, menurutnya pariwisata di Bali baru saja menggeliat dan target belum sesuai.
"Target kita 3.000 per hari (wisman) belum tercapai, baru 1.500 itu pun baru beberapa hari, baru seminggu. Dan terlalu prematur untuk hal-hal yang begituan," ujarnya.
"Harapannya, iya agar tidak terjadi. Kita kan sering komunikasi dengan Pemerintah Pusat saya pikir Menteri Pariwisata, BUMN tidak setuju, saya yakin kementerian tidak setuju, cuman iya harus disuarakan oleh industri," ujarnya.
Sementara, dikonfirmasi berbeda Wakil Ketua Bidang Budaya Lingkungan dan Humas Badan Pengurus Daerah PHRI Bali I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya mengatakan, bahwa memang benar ada isu dan wacana seperti itu tapi belum berlaku.
"Belum berlaku sampai saat ini dan belum ada regulasinya. Iya itu baru isu," kata dia.
Ia juga menerangkan, bahwa VoA itu berlaku 30 hari bagi wisman ke Bali dengan membayar Rp 500 ribu per orang. Namun, bila 60 hari biaya bisa mencapai Rp 1 juta.
"Biasanya, rata-rata tamu-tamu itu 30 hari. Paling dia tinggal di sini dia menghabiskan dua dan tiga minggu tinggal di sini," jelasnya.
Menurutnya wajar saja bila pelaku industri di Bali menolak adanya kebijakan tersebut. Karena, saat ini masih memberikan relaksasi untuk wisman yang mulai datang. Selain itu, pertimbangannya harus dibandingkan dengan negara pesaing lainnya seperti Thailand.
"Jadi, wajar mereka menolak kalau mereka (wisman) ke sini sama keluarga empat orang begitu, kan ada tambahan (biaya)," ujarnya.
Namun, menurutnya bila akan memberlakukan kebijakan itu timing tidak tepat karena saat ini Bali sedang meningkatkan animo wisman datang ke Bali.
"Tapi, menurut saya harusnya lihat dulu timing-nya yang tidak pas. Karena, kita sedang meningkat dulu animo wisatawan dunia. Di samping itu, melihat kondisi (ekonomi) global dan itu mengurangi animo calon wisatawan untuk datang ke Bali atau ke Indonesia. Setiap kebijakan itu, sebaiknya kita undang dulu stekholder dapat dukungan apa tidak," ujarnya. (awt/act)