- Tim tvOne - Didiet Cordiaz
BPOM Intensifkan Penindakan Peredaran Obat Tradisional Berbahan Kimia yang Bahayakan Kesehatan
Semarang, tvOnenews.com - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) bakal mengintensifkan penindakan Obat Tradisional (OT) yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) dari Hulu sampai Hilir.
Penindakan ini dilakukan karena obat tradisional ini diproduksi secara ilegal. Hal ini pun juga membuat kesehatan pengkonsumsi obat berbahan kimia ini terancam.
Plt Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM, Reri Indriani mengatakan, hasil pengawasan dan penindakan BPOM pada 2020-2022 menunjukkan data temuan produk obat tradisional mengandung BKO menduduki peringkat ketiga produk obat tradisional Tidak Memenuhi Syarat (TMS). Trend temuan adalah klaim untuk stamina pria dan pegal linu.
“Rata-rata 3,96% dari sarana produksi yang diperiksa Tidak Memenuhi Ketentuan (TMK) karena memproduksi obat tradisional BKO. Rata-rata 88,7% dari sarana distribusi yang diperiksa BPOM, TMK karena terdapat produk obat tradisional mengandung BKO atau Tanpa Izin Edar (TIE),” ujar Reri Indriani, saat menggelar Forum Grup Diskusi di Kota Semarang, Jumat (4/8/2023).
Dari penindakan, ada 26 sarana distribusi yakni di Sumatera Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang memproduksi obat tradisional mengandung BKO. Hal ini berarti produk obat tradisional mengandung BKO masih beredar meski telah ditindak.
“Operasi penindakan sejumlah 2,5 juta pieces obat tradisional BKO/TIE dengan nilai keekonomian sekitar Rp. 49,5 miliar,” jelasnya.
Tidak hanya di dalam negeri, peredaran obat tradisional mengandung BKO Indonesia juga telah merambah negara lain. Pemerintah Indonesia telah menerima laporan dari otoritas negara Jepang terkait temuan produk asal Indonesia “Jamu Tea Black” mengandung BKO.
“Kejadian ini bermula dari laporan tenaga kesehatan setempat terhadap pasien anak berusia 13 tahun yang mengalami gangguan hormon setelah mengkonsumsi produk tersebut. Hasil pengujian menunjukkan produk tersebut positif mengandung Deksametason,” papar Reni.
Pihaknya mengklaim jika kegiatan produksi dan peredaran obat tradisional mengandung BKO tidak hanya merugikan kesehatan masyarakat tetapi juga menyebabkan iklim usaha yang tidak sehat. Bahkan dapat mencoreng citra produk obat tradisional Indonesia di mata dunia seperti kejadian di Jepang.
“Akar permasalahan obat tradisional mengandung BKO cukup kompleks, yaitu mulai dari mindset pelaku usaha tentang penggunaan BKO pada obat tradisional, pengawasan dan penegakan tindak lanjutnya belum optimal, serta pengetahuan masyarakat masih rendah,” katanya.
Ia mengaku jika oknum pelaku usaha memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat dengan menambahkan BKO ke obat tradisional untuk memperoleh untung sebesar–besarnya.
Hasil penelitian BPOM dan Fakultas Kedokteran UGM pada 2016 memperkirakan beban biaya penyakit gagal ginjal yang diakibatkan oleh konsumsi jamu mengandung BKO adalah Rp. 562 juta hingga Rp200 Miliar rupiah per tahun.
Oleh karena itu pada sisi supply, BPOM melakukan upaya asistensi regulatori proaktif kepada pelaku usaha melalui Bimbingan Teknis, desk Corrective Action Preventive Action (CAPA), pembinaan dan pendampingan, dan sosialisasi peraturan terkait.
Upaya represif berupa penindakan dan penegakan hukum terhadap kejahatan mengandung BKO dan/atau TIE yang diproduksi di sarana ilegal juga sudah dilakukan BPOM bersama dengan Integrated Criminal Justice System (ICJS).
“Pada sisi demand, literasi dan pemahaman masyarakat untuk mengenali dan menjauhkan diri dari penggunaan obat tradisional mengandung BKO harus ditingkatkan,” imbuhnya.
Sebagai upaya mensinergikan penindakan ini, pihaknya berkolaborasi lintas stakeholders dalam rangka pencegahan dan pemberantasan obat tradisional mengandung BKO, BPOM melaksanakan Program Intensitas Pengawasan-Penindakan Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat (Hulu – Hilir) untuk menyelesaikan permasalahan obat tradisional mengandung BKO.
“FGD ini diharapkan dapat mengidentifikasi kendala dan tantangan, serta menyusun strategi komprehensif dan solusi adaptif sesuai tugas dan fungsi seluruh pihak terkait dalam pengawasan dan penindakan obat tradisional mengandung BKO. program intensitas pengawasan dan penindakan dapat berdampak signifikan dan nyata untuk menuntaskan permasalahan obat tradisional mengandung BKO di Indonesia,” imbuhnya.(dcz/buz)