- Tim tvOne - Abdul Rohim
Harga Solar Melonjak, Ratusan Kapal Ikan di Pati Berhenti Melaut
Pati, Jawa Tengah - Ribuan nelayan kapal ikan berbobot diatas 30 Gross Ton di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, tidak bisa melaut lantaran harga BBM jenis solar industri untuk nelayan naik hingga seratus persen.
Akibatnya kenaikan harga solar ini, ratusan kapal ikan jenis Pursein dan jaring tarik berkantong menumpuk di alur Sungai Silugonggo dan dermaga TPI Juwana, Pati, hingga menyebabkan ribuan nelayan menganggur.
Menurut salah seorang pemilik kapal, Hadi Sutrisno, ratusan kapal ikan tersebut sengaja tidak melaut dikarenakan tingginya harga bbm jenis solar saat ini. Kenaikan harga solar industri untuk nelayan yang mencapai 100 persen dirasa sangat memberatkan bagi nelayan. Pasalnya, biaya pembelian solar adalah operasional tertinggi untuk melaut.
“Saat ini ratusan kapal berhenti tidak melaut disebabkan karena bbm solar tinggi, karena solar adalah biaya operasional terbesar untuk membiayai kapal saat melaut. Jadi saat ini pemilik kapal memilih tidak memberangkatkan kapalnya karena biaya operasional membengkak,” ujar Hadi Sutrisno, Jumat (10/6/2022).
“BBM solar ini naiknya seratus persen, kalau dulu Rp 8 ribu per liter sekarang Rp 16 ribu lebih per liter. Dengan asumsi harga Rp 16 ribu, untuk kapal jaring tarik berkantong konsumsi bbm sekali trip melaut membutuhkan Rp,10 ribu sampai Rp.20 ribu liter solar, yang dulunya sekitar 120 jutaan sekarang untuk konsumsi BBM saja menjadi 240 jutaan,” lanjutnya.
Hadi menambahkan, dengan naiknya harga BBM solar ini tidak sebanding dengan hasil tangkapan ikan yang diperoleh.
“Biaya sekali melaut dulu sekitar dua ratusan juta, sekarang membengkak menjadi tiga ratus juta lebih. Dengan asumsi kapal jaring tarik berkantong datang membawa ikan 50 ton dengan harga ikan yang masih sama Rp 6 ribu per kg akan menghasilkan Rp 300 juta, sementara biaya perbekalan Rp 300 juta lebih tentu tidak sebanding atau minus hasilnya,” keluhnya.
Tidak melautnya ratusan kapal ikan ini berdampak terhadap perekonomian ribuan anak buah kapal (ABK) atau nelayan. Salah seorang nelayan, Yusuf, mengaku sudah lebih dari satu bulan menganggur karena kapal ikan yang selama ini menjadi tumpuan hidupnya berhenti melaut.
“Lebih dari satu bulan menganggur karena kapal tidak bisamelaut akibat mahalnya harga solar. Karena keahlian saya melaut ya nganggur saja di rumah saat ini. Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari hari terpaksa menggunakan sisa tabungan atau menjual barang barang yang ada di rumah,” ungkapnya.
Para pemilik kapal ikan dan nelayan berharap pemerintah serius memikirkan nasib para pelaku usaha di sektor perikanan dengan memberikan alokasi khusus BBM bagi nelayan.
Pasalnya, dengan mahalnya harga BBM solar yang menyebabkan kapal-kapal ikan ini berhenti melaut akan berdampak terhadap perekonomian warga yang selama ini bergantung di sektor perikanan, seperti nelayan, penjual ikan, buruh bongkar ikan dipelabuhan, usaha pemindangan ikan dan usaha mikro lainnya. (Arm/Buz)