- Wawan Kurniawan
Jelang Hari Jadi ke-393, Pusaka Kabupaten Kebumen Peninggalan Mataram Islam Dijamas
Kebumen, Jawa Tengah - Jelang peringatan Hari Jadi Kabupaten Kebumen ke-393, benda pusaka milik Kabupaten yang merupakan peninggalan di era Mataram Islam yakni dua payung, satu Keris Nogo Siluman, Tombak Kiai Puser Bumi, dan Tombak Kiai Biring dijamas atau disucikan, Jumat (19/8/2022) sore.
Penjamasan tahun ini sedikit berbeda, selain pusaka milik kabupaten, pusaka milik Masjid Agung Kebumen juga ikut dibersihkan. Sebelum penjamasan terhadap dua benda pusaka berusia ratusan tahun tersebut, terlebih dahulu dilakukan penyerahan pusaka dari Bupati kepada Paguyuban Abdi Dalam Surakarta atau Pakasa.
Prosesi jamasan dipimpin oleh sesepuh Pakasa Tumenggung Arif Riyantoro Rekso Budoyo serta Tumenggung Hargo Yohanes Budoyo Dipuro.
"Pembersihan benda pusaka tidak hanya dilakukan satu tahun sekali. Namun juga kerap dilakukan perawatan. Hanya saja yang dilakukan secara seremonial selalu satu tahu sekali, menjelang hari jadi Kebumen," ujar dua sesepuh Pakasa Arif dan Hargo.
Kegiatan jamasan benda pusaka kabupaten dilakukan Bupati Kebumen Arif Sugiyanto, para alim ulama, dan juga budayawan. Benda pusaka yang dijamas selain milik kabupaten, ada juga benda pusaka dari Masjid Agung Kauman.
Pusaka Masjid Agung Kebumen ada 13 tombak. Merupakan peninggalan Mbah Imanadi tahun 1830 M, seorang ulama yang mendirikan Masjid Agung Kauman. Mbah Imanadi adalah putra asli Kebumen yang hidup pada masa Hamengkubuwono ke-III.
Pusaka-pusaka ini dimandikan dengan air kembang setaman yang sumber airnya diambil dari tujuh mata air, yakni Wongso Kerti, Bodronolo, Bumidirjo, Kertinegara, Purbo Negoro, Kolopaking, dan Kebejen.
"Tahun ini sedikit berbeda, karena yang dijamas bukan hanya dari benda pusaka kabupaten tapi juga pusaka yang ada di Masjid Agung Kauman kita gabung untuk dilakukan pembersihan," ucap Bupati Kebumen Arif Sugiyanto kepada wartawan usai prosesi jamasan, di Pendopo Kabumian, Jumat sore.
Menurut Arif Sugiyanto kegiatan jamasan pusaka ini bukan sesuatu hal yang berbau syirik dan menyalahi aturan agama. Ini wujud generasi penerus melestarikan budaya dan menghormati apa yang menjadi warisan para leluhur.
"Jadi ini bukan syirik, ini budaya. Syirik itu kalau kita sembah-sembah, kita nggak menggangungkan pusaka. Ini kan nguri-nguri budaya, mengingatkan kita kepada para nenek moyang kita, dengan keris dan tombak mereka berjuang melawan penjajah," tandas Arif.
Jamasan berarti memandikan, mensucikan, membersihkan, merawat dan memelihara. Sebagai wujud rasa terimakasih dan menghargai peninggalan atas karya seni budaya nan adiluhung para generasi pendahulunya kepada generasi berikutnya. (wkn/act)