- Tim tvOne - Abdul Rohim
Harga Solar Naik dan Sulit Didapat, Nelayan Tradisional di Pati Terpaksa Berhenti Melaut
Pati, Jawa Tengah - Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar dikeluhkan ratusan nelayan tradisional di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Para nelayan menjerit biaya pembelian bahan bakar saat melaut melonjak tak sebanding dengan pendapatan hasil melaut.
Kondisi ini diperparah dengan naiknya harga jaring ikan sebesar 25%, sementara harga ikan dan rajungan turun. Karena merugi, mereka banyak yang berhenti melaut dan memilih menjadi buruh kuli bongkar ikan di pelabuhan Juwana, Pati.
Salah seorang nelayan tradisional asal Desa Bendar, Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Askuna, mengaku sejak harga BBM solar subsidi naik dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800, biaya melaut menjadi membengkak.
“Naiknya harga solar subsidi ini memperparah kehiduapn nelayan tradisional. Yang dulunya sekali berangkat melaut perbekalan paling Rp 40 ribu sampai Rp 45 ribu, sekarang Rp 60 ribu sampai Rp 70 ribu,” ujar Askuna, Selasa (11/10/2022).
Selain mahal, para nelayan tradisional juga mengeluh kesulitan membeli BBM solar bersubsidi di SPBU karena harus membawa surat rekomendasi dari instansi terkait.
“Kalau bisa nelayan kecil dipermudah untuk membeli solar. Nyuwun sewu, nelayan kecil itu beli di SPBU ribet sekali pakai rekomendasi pakai mypertamina,” katanya.
Untuk mendapatkan solar bersubsidi para nelayan tradisional di daerah Juwana terpaksa membeli solar bersubsidi dari SPBN di daerah Dukuhseti yang harganya lebih mahal karena dibebani ongkos biaya angkut solar dari Kecamatan Dukuhseti ke Juwana.
“Dari dinas perikanan memberikan solusi koordinator nelayan kecil untuk membeli solar subsidi di SPBN, kan kena ongkos juga jadi semakin naik harganya. Yang harganya Rp 6.800 jadi Rp 8.000an,” imbuhnya.
Kondisi ini diperparah dengan naiknya harga jaring ikan sebesar 25%, sementara harga ikan dan rajungan turun.
“Hasil melaut saat ini kecil sekali paling dapat sekilo dua kilo rajungan. Harga hasil tangkapan ikan juga murah sekali ini. Rajungan dulu Rp 120 ribu/ kg, sekarang Rp 40 ribu paling maksimal Rp 45 ribu/ kg. Ikan juga murah sekali, ikan belo malah Rp 3 ribu/ kg. Terus dari alat tangkapnya, jaring ikan ikan naik 20%-25%,” keluhnya.
Karena merugi biaya melaut tak sebanding dengan hasil yang didapatkan, para nelayan tradisional banyak yang berhenti melaut dan memilih menjadi buruh kuli bongkar ikan di pelabuhan Juwana.
“Nelayan tradisional saat ini banyak yang menganggur. Ya jadi buruh harian di pelabuhan juwana atau memperbaiki jaring pursein, dapat Rp 100 ribu - Rp 120 ribu,” ungkapnya.
Para nelayan tradisional di Pati berharap pemerintah memperhatikan nasib mereka, dengan memberikan solusi terkait mahalnya harga solar subsidi yang dirasakan sangat mencekik nelayan tradisional. Mereka juga minta pemerintah menstabilkan harga ikan dan rajungan di tingkat nelayan agar para nelayan bisa kembali melaut.
“Ya harapan kami pemerintah peduli bagaimana hasil tangkapan yang ekspor itu seperti udang dan rajungan kalau bisa seperti tahun tahun kemarin, dan BBM ini harus dipermudah,” pungkasnya. (Arm/Buz)