- tvOne - agus wibowo
Longsor isolasi 106 KK di Desa Kemuning, Perjuangan 10 Siswa SDN 3 Kemuning Menuntut Ilmu Jalan Kaki 3 Kilometer
Pacitan, tvOnenews.com – 106 Kepala Keluarga di Desa Sempu, Kecamatan Tegalombo, Kabupaten Pacitan terisolir. Ini terjadi akibat lereng gunung ijo di desa setempat longsor hingga menghancurkan infrastruktur.
Hal ini menyulitkan bagi sejumlah anak sekolah warga RT 5-9 RW 8 untuk menuju ke sekolah. Mereka adalah Tiara Puji Lestari, Dini Azizah, Ricky Setiawan, Clara Icha Ramadhani, Kendy Febia Valent, Nevida Amela Salsa, Rodhotul Ifanna, Melling, Wartini dan Aisyah Syifa.
Tempat mereka menimba ilmu adalah SDN 3 Kemuning yang berjarak sekitar 2–3 kilometer dari rumah. Namun, bukan urusan mudah bisa sampai di sekolah. Syifa dan teman-temannya itu harus melewati sungai dengan lebar 30 meter yang memisahkan rumah mereka dengan sekolah.
Bersama teman sekolahnya, Syifa berjalan kaki bisa sampai di sekolah dalam waktu 10 menit. Namun kini, dia beserta anak-anak lainnya membutuhkan waktu ekstra untuk ke sekolah. Paling tidak, mereka harus berangkat setengah jam sebelum bel masuk sekolah.
Bukan tanpa alasan, dua jembatan di atas sungai yang biasa mereka lewati ketika sekolah telah putus diterjang aliran banjir dan tanah longsor dari Gunung Ijo pada November 2022. Selain memutuskan akses jembatan, banjir saat itu juga berdampak pada makin lebarnya sungai yang membelah Dusun Sempu.
Melling, Pelajar kelas IV SD yang diantar Sri Winarti, ibunya menyeberangi sungai ini menyebutkan untuk menyeberang, membutuhkan ektra kewaspadaan. Karena diatas lereng gunung itu meski tidak cuaca hujan, bebatuan bisa turun.
"Rasa takut menghantui kami pak, takut ada banjir dan longsor yang tiba-tiba menerjang," sebutnya.
Siswa lain yang harus menerjang bahaya layaknya Melling adalah Amel, teman satu kelasnya. Pelajar berusia 10 tahun itu berharap segera ada jembatan baru.
‘’Sebenarnya bahaya, seperti ini, berangkat sekolah menyeberangi sungai dan material longsor. Kondisi ini sudah kami alami sejak empat bulan lalu,’’ ungkap Amel.
Sri Winarti selaku orang tua sebenarnya resah dengan keseharian anaknya yang menantang bahaya. Kaki bisa cedera terantuk batu jika terpeleset. Tapi, dia tidak bisa berbuat banyak untuk mengantarkan dan menjemput anaknya ke sekolah.
Selain itu kami warga di 5 RT RW 08 terisolir. Memutar arah sangat jauh. Karena harus memutar jalan setapak melalui Pasar Tegalombo yang jarak tempuhnya ke sekolah mencapai 10 kilometer dan tidak bisa dengan kendaraan.
“Soalnya kalau hujan deras, anak-anak tidak masuk sekolah. Karena sudah pasti aliran sungainya deras dan rentan terjadi banjir batu. Warga berharap jembatan baru segera dibangun. Sebab, semangat belajar anak-anak di kampungnya begitu tinggi dan warga untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak sulit,’’ kata perempuan 37 tahun itu.
Didesa tersebut ada 106 kepala keluarga (KK) yang bermukim di RT 5 sampai RT 9 RW 8 Dusun Sempu masih terisolir. Dinas PUPR masih melakukan kajian untuk membangun akses agar setidaknya warga dan anak sekolah bisa lewat dan tidak terisolir. (asw/gol)