- tvOne - istimewa
Ternyata Penyakit Leptospirosis Tidak Hanya Disebabkan Kencing Tikus, Apa Saja Hewan yang Bisa Menjadi Penyebab Leptospirosis?
Surabaya, tvOnenews.com – Heboh penyakit Leptospirosis kini menghantui masyarakat di Jawa timur, karena penyakit ini telah banyak menjangkit warga. Setidaknya, ada 249 warga yang terkena leptospirosis dan belasan orang dinyatakan meninggal.
Ternyata, penyakit ini tidak hanya disebabkan oleh kencing tikus, namun ada sejumlah kencing hewan yang patut diwaspadai karena juga bisa menyebabkan penyakit leptospirosis, diantaranya adalah anjing, sapi, dan babi.
Bakteri leptospira interrogans dapat bertahan hidup selama beberapa tahun dalam ginjal hewan yang terinfeksi. Leptospirosis bisa menyerang manusia melalui kontak langsung dengan paparan air atau tanah yang telah terkontaminasi oleh air kencing hewan yang terinfeksi. Karena itu, leptospirosis banyak terjadi di daerah yang wilayahnya terdampak banjir.
Meski begitu, tikus masih menjadi pembawa penyakit yang paling mendominasi, karena tikus hidup di tempat kotor dan lebih banyak bermunculan saat banjir. Proses penularan penyakit ini bisa lewat urin tikus berupa bakteri yang masuk melalui kulit yang mengalami luka lecet atau selaput lendir pada saat kontak dengan banjir atau genangan air sungai hingga selokan dan lumpur.
Kendati demikian, masyarakat perlu mewaspadai kemungkinan penyebab leptospirosis dari hewan lain seperti anjing, sapi dan babi. Masyarakat juga dianjurkan untuk selalu menjaga kebersihan hewan peliharaannya.
Kementerian Kesehatan melalui website resminya menyebutkan, leptospirosis dapat menyebabkan gejala tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Gejala Leptospirosis ini ditandai dengan adanya nyeri pada dada serta pembengkakan pada tangan dan kaki.
Orang yang menderita leptospirosis umumnya menunjukkan gejala tingkat rendah sekitar dua pekan sampai sebulan setelah infeksi terjadi. Tanda dan gejala yang muncul umumnya adalah mual, muntah, demam, meriang, nyeri kepala, nyeri perut, nyeri otot, diare, jaundice (kekuningan pada kulit dan sclera mata), konjungtivitis, serta ruam pada kulit.
Jika mendapatkan pengobatan yang adekuat dan penderita memiliki kekebalan tubuh yang baik, penderita leptospirosis umumnya akan pulih dalam waktu sepekan.
Sementara gejala tingkat berat menunjukkan penyakit ginjal akut, ikterus (kuning) karena terganggunya hati, serangan jantung, dan pendarahan di paru, saluran cerna atau di otak yang menyebabkan kematian.
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang terluka atau lapisan mukosa (selaput lendir) mulut, saluran cerna, saluran hidung dan selaput mata. Bakteri leptospira mengikuti aliran darah menuju seluruh tubuh dan menyerang organ-organ penting seperti hati, jantung, ginjal, paru dan otak.
Dalam artikel yang diunggah unairnews, pakar kesehatan masyarakat Notobroto HB, Mirasa YA, dan Rahman FS menulis terkait leptospirosis dan faktor resikonya. Leptospirosis ini merupakan salah satu penyakit yang ditularkan melalui hewan (zoonotik), tersebar luas secara global dan berpotensi wabah. Angka kematian akibat leptospirosis cukup tinggi berkisar 5% sampai 12%.
“Penyakit ini banyak ditemukan baik di daerah tropis maupun subtropis, di dataran tinggi maupun rendah. Disebabkan oleh bakteri leptospira yang berbentuk spiral, penularan penyakit ini dapat secara langsung jika terjadi kontak antara membran mukosa atau kulit yang terbuka dengan sumber infeksi atau melalui media seperti air, tanah, atau makanan yang tercemar bakteri ini. Beberapa hewan yang dapat menularkan penyakit ini di antaranya tikus, ternak, anjing, dan kucing,” ungkapnya.
Angka kesakitan akibat leptospirosis cukup tinggi, diperkirakan 320.000 kasus per tahun. Kebanyakan kasus terjadi di area dengan penduduk yang padat, sering banjir, manajemen limbah yang kurang baik, serta kondisi sanitasi yang buruk.
Di Indonesia, angka kejadian leptospirosis juga cukup tinggi. Beberapa daerah melaporkan adanya kasus leptospirosis yang selalu terjadi setiap tahun dengan angka kejadian yang tinggi seperti DKI Jakarta, Jawa Tengah, maupun Jawa Timur.
Tingginya kasus leptospirosis ini, lanjutnya, dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Kondisi perumahan dan sanitasi tempat kerja merupakan faktor lingkungan yang memengaruhi penularan leptospirosis. Tempat pembuangan sampah yang terbuka, keberadaan tikus, bangunan rumah semipermanen, gedung yang tidak memiliki langit-langit menyebabkan tikus mudah memasuki rumah.
“Keberadaan sampah di sekitar rumah mendukung keberadaan tikus di sekitar rumah. Banjir, genangan air, selokan yang tidak mengalir dengan lancar, sanitasi rumah yang kurang baik, dan tingginya curah hujan berhubungan dengan kejadian penyakit ini,” ujar Notobroto dalam artikelnya tersebut. (msi/gol)