- tvOne - zainal azkhari
Jelang Ramadhan, Tradisi Hantaran Apem Sebelum Puasa Ramadhan di Surabaya Berfilosofi Saling Memaafkan
Surabaya, tvOnenews.com - Sehari jelang Ramadhan, warga Kampung Maspati Surabaya sibuk membuat kue apem. Kue apem tersebut kemudian dibagikan sebagai hantaran sekaligus sedekah sebagai pertanda persiapan menjalankan puasa Ramadhan pada Selasa (21/3).
Hantaran kue apem mengandung filosofi saling memaafkan satu sama lain sebelum menjalankan ibadah puasa yang akan digelar Kamis lusa.
Susi, salah satu warga Kampung Maspati telah bersiap sejak pagi hari menyiapkan adonan tepung ketan beras dan santan serta toping buah nangka untuk membuat kue apem.
“Bagi kami orang Jawa tak bisa dilepaskan dari tradisi leluhur yang mengajarkan agar kita saling memaafkan antar warga,” ujar Susi.
Sementara itu, pengurus wilayah Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) Jawa Timur, Muhammad Fawait atau akrab disebut Gus Fawait mengungkapkan epistemologi apem atau apeman merupakan tradisi masyarakat Jawa dan Madura yang dilakukan setiap satu tahun sekali di bulan Ramadhan.
Namun, tak hanya dilakukan sehari jelang Ramadhan, apeman juga dilakukan di bulan Ruwah dan malam ganjil di bulan Ramadhan seperti malam 21 dan malam 27 Ramadhan.
Apeman, berasal dari Bahasa Arab, afwan yang berarti maaf. Kata afwan selanjutnya bertransformasi menjadi kata apeman sejalan dengan dialek Bahasa Jawa yang kental. Apeman juga diambil dari kata “ampun” yang sepadan dengan maaf.
Kata ampun ini bertransformasi menjadi kata apeman sesuai dengan dialek Jawa yang berkembang di masyarakat Jawa muslim saat itu.
“Budaya saling memaafkan dijadikan hantaran, apem berasal dari kata afwun dalam bahasa Arab yang artinya maaf dan saling memaafkan, tradisi menghantar makanan ini untuk memperbaiki hubungan baik antar tentangga dengan berbagi makan manis,” ujar Gus Fawait.
Secara fisik, apem merupakan salah satu jenis makanan populer di masyarakat Jawa. Produk ini, terbuat dari campuran tepung ketan beras dan santan serta pemanis seperti gula aren.
“Hantaran apem keberadaannya sudah ada sejak lama, awal masuknya Islam di tanah Jawa. Makanan ini seakan menjadi kewajiban untuk dihidangkan di hari penting agama Islam di Jawa Madura dari awal Ramadhan, maleman 21 dan 27 hingga hari Raya Idul Fitri,” tambahnya.
Melestarikan Budaya Apeman
Walaupun hanya berlangsung setahun sekali dan dengan jenis jajanan yang sama, namun suasana harmonis selalu terasa dan mampu menciptakan suasana yang berbeda diantara sesama warga.
“Tradisi apeman merupakan bentuk ucapan maaf terhadap sesama manusia dengan harapan untuk dimudahkan segala urusan oleh Allah SWT.
Tradisi ini tidak terdapat di semua wilayah di Jawa. Mayoritas masyarakat yang melakukan tradisi ini adalah masyarakat yang tinggal di wilayah pedesaan yang bekerja di bidang pertanian (agraris).
Hal inilah yang memberi nilai plus terhadap tradisi yang berlangsung selama bertahun-tahun. Tak perlu meriah, asalkan mampu memberi nilai tambah.
Setelah saling memaafkan kepada sesama, kegiatan slametan (minta keselamatan kepada Allah) juga dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, sehingga terjalin hubungan yang baik antar sesama manusia serta antara manusia dan Allah.
Tujuan dari diadakannya apeman ini yaitu untuk meminta keselamatan kepada Allah dari segala bala, baik yang telah maupun yang akan datang.
Adapun setelah acara apeman selesai, masyarakat dapat kembali malaksanakan kegiatannya masing-masing dengan tetap berharap keridaan dari Allah. (zaz/gol)