- edi cahyono
Berwisata di Kampoeng Heritage Kajoetangan Malang, Nikmati Suasana Vintage Tahun 1870an
Malang, tvOnenews.com - Jalan-jalan di Kawasan Wisata Kampoeng Heritage Kajoetangan Malang tentu jadi hal yang menarik. Apalagi, ada rumah tua yang telah dibangun sejak tahun 1870, namun masih berdiri kokoh dan bangunannya 90 persen masih orisinil.
Kampung ini terhitung cukup baru karena diresmikan pada tahun 2018. Kampoeng Heritage Kajoetangan bukan semata-mata sebagai tempat wisata, melainkan memang merupakan pemukiman yang dihuni oleh penduduk atau warga setempat.
Kampung Heritage Kajoetangan merupakan salah satu kampung wisata tematik yang mengusung konsep suasana tempo dulu. Kawasan yang berlokasi di Jalan Arif Rahman Hakim gang II, Kauman, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Jawa Timur ini sudah tercatat dalam sejarah masa klasik hingga modern.
Kampung dengan nuansa vintage ini juga memiliki ciri khas berupa deretan rumah berarsitektur kolonial Belanda dengan aksesoris, perabotan, hingga nuansa kesehariannya yang khas tempo dulu.
Rumah ini didirikan pada tahun 1870. Salah satu ciri khas bangunan pada rumah lama, yakni konstruksi atap yang cukup tinggi. Hal tersebut menjadikan suasana di rumah ini begitu adem karena sifat atap yang tinggi dapat meredam panas.
"Sejak awal didirikan bangunan rumah 1970 tidak mengalami pemugaran atau renovasi, melainkan hanya perawatan dan pemeliharaan semata kecuali pada bagian kamar mandi," kata pemilk rumah 1870, Taufik Priyo Laksono kepada tvOnenews.com (18/5).
Diceritakan Taufik yang merupakan cucu sekaligus pewaris rumah 1870, bangunan ini awalnya dihuni oleh orang asli Belanda yang notabenenya tidak memiliki banyak anak. Jadi rumah ini hanya memiliki satu kamar utama dan satu kamar untuk anak pemilik rumah.
"Rumah dengan model ornamen Batavia atau arsitekstur betawi ini, jumlahnya cukup banyak berkisar hampir ratusan rumah, salah satunya, rumah milik saya," ungkapnya.
Taufik menambahkan, rumah yang dibangun sejak tahun 1870 ini merupakan rumah punden dari keluarga Atmo Prata, yang diwariskan ke keluarga Nur Hadi dan terakhir ke keluarga Nur Wasil.
"Terakhir diwariskan ke bapak saya, Nur Wasil hingga sekarang ini," imbuhnya.
Lanjut kata taufik, rumah tersebut tidak ditempati keluarganya, namun sudah tiga kali dikontrakkan, bahkan rumah dengan luas sekitar 108 meter persegi itu, pernah ditawar orang untuk dibeli dengan harga Rp 600 juta, namun pihak keluarga tidak menjualnya.
"Pernah ada yang menawar rumah ini dengan harga Rp 600 juta namun dari keluarga tidak berkenan rumah ini untuk dijual. Kan lokasi rumah ini strategis, bangunannya masih kokoh dan masih orisinil tidak ada perubahannya, dari keluarga kami melestarikannya," ungkapnya.
Terkait perawatan rumah 1870, kata pria yang lahir di rumah ini dan sekarang berusia 50 tahun, mengatakan, kalau dirinya dapat pesan dari orangtuanya boleh diperbaiki namun tidak merubah bentuk aslinya.
"Bahkan bapak berpesan kalau mengecat tembok di dalam ruang kamar, ruang tamu maupun di teras, harus mengunakan cat warna putih atau kuning tidak boleh warna lainnya," pungkasnya. (eco/far)