- tvOne - sandi irwanto
1 Abad Berdirinya Depo Sidotopo, Komunitas Begandring Soerabaia Menelisik Jejak Depo Terbesar di Asia
Surabaya, tvOnenews.com - Sebagai bentuk kepedulian terhadap pelestarian sejarah di Kota Surabaya, PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daop 8 Surabaya mengajak Perkumpulan Begandring Soerabaia, yang merupakan salah satu komunitas pemerhati sejarah. Komunitas ini juga memfokuskan diri pada sejarah kereta api di Indonesia mengunjungi Depo Sidotopo pada Minggu siang (15/10).
Manajer Humas KAI Daop 8 Surabaya, Luqman Arif, menjelaskan, guna mengedukasi masyarakat terkait bangunan bersejarah dan memberikan penjelasan terkait proses perawatan sarana kereta api yang ada di Depo Lokomotif Sidotopo, KAI Daop 8 Surabaya memberikan kesempatan Perkumpulan Begandring Soerabaia untuk melihat dari dekat bangunan bersejarah Depo Sidotopo dan kondisinya terkini.
“Pengoperasian Depo Sidotopo pada tahun 2023 ini telah memasuki usia yang ke-100 atau 1 abad setelah aktif digunakan sejak tahun 1923. KAI mengajak Komunitas Pecinta Sejarah Kota "Begandring Soerabaia" untuk dapat melihat dari dekat seluk - beluk Depo Sidotopo dan proses perawatan lokomotif,” ungkap Luqman Arif.
“Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan wadah berinteraksi langsung antara masyarakat pecinta sejarah kereta api dan pengelola Depo Sidotopo" ujarnya.
“Semua yang ada di kawasan Depo Sidotopo ini memang masih sangat otentik. Meski ada beberapa renovasi, namun tak merubah bangunan asli sejak dibangun. Saat ini Depo Sidotopo difungsikan sebagai tempat perawatan maupun perbaikan lokomotif, kereta, dan gerbong,” katanya.
“Disamping itu di kawasan ini juga terdapat stasiun, klinik kesehatan milik KAI, dan griya karya yang merupakan tempat beristirahat untuk masinis. Dengan adanya kunjungan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan terkait sejarah berdirinya Depo Sidotopo, serta memperingati 1 abad berdirinya Depo Sidotopo,” imbuh Luqman Arif.
Sejarah Depo KA Sidotopo
Ketua Perkumpulan Begandring Soerabaia Nanang Purwono menyebutkan, terkait sejarah Depo Lokomotif Sidotopo pada masa Hindia Belanda. Sebagai salah salah satu kota pelabuhan dan industri yang besar, tentunya tidak sulit memilih Surabaya sebagai titik nol pembangunan jalur Kereta Api di Jawa Timur.
“Tetapi setelah melihat kesulitan yang dihadapi pada saat pembangunan jalur kereta yang dilakukan perusahaan swasta Nederlandsche Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) antara Semarang – Tanggung – Vorstenlanden (Surakarta & Yogyakarta), tak ada lagi pihak swasta yang tertarik membangun jalur kereta di Hindia-Belanda,” paparnya.
“Maka kemudian diputuskan negara (dalam hal ini Pemerintah Hindia - Belanda) yang akan membangun sendiri jalur kereta dengan membentuk Staatsspoorwegen pada 6 April 1875. Proyek pembangunan dibuat dengan menghubungkan wilayah Surabaya – Pasuruan – Malang,” lanjutnya.
Singkatnya, kata Nanang, jalur ini kemudian dibuka pertama kali tgl 16 Mei 1878, lintas Surabaya – Pasuruan dan selesai dibangun keseluruhan pada tahun 1879 bertepatan dengan dibukanya seksi terakhir antara Lawang – Malang tanggal 20 Juli 1879. Pada masa – masa awal, aktivitas perbengkelan dan depo lokomotif dipusatkan kesemuanya di area stasiun Surabaya Kota atau akrab juga dikenal dengan Stasiun Semut.
“Seiring berjalannya waktu dengan makin meluasnya jaringan rel kereta setelah memasuki dekade 1900 dibarengi jumlah dan ukuran lokomotif yang makin banyak dan besar, yang dimiliki oleh Staatsspoorwegen, maka kebutuhan akan fasilitas sarana berupa depo dibutuhkan lebih besar pula. Untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak itu pun, perusahaan berupaya untuk membuat depo baru yang lebih besar dan modern dibandingkan depo lama yang sudah usang di stasiun Surabaya Kota,” terangnya.
“Selain itum juga untuk mengurangi ketergantungan terhadap bengkel pusat di Madiun yang lokasinya sebenarnya kurang strategis. Tahun 1918, ditentukan bahwa Depo Induk Lokomotif Baru beserta emplasemen besar akan dibangun di Sidotopo, guna menampung kesibukan lalu lintas kereta api selama pengangkutan gula berlangsung,” ujarnya.
Nanang menambahkan, daerah Sidotopo yang kala itu masih berupa sawah, rawa-rawa, dan kampung disulap dalam waktu 3 tahun. Emplasemen barang diselesaikan terlebih lebih dulu tahun 1921 dengan luas lebih dari 80 hektar dan diklaim Staatsspoorwegen sebagai emplasemen terluas dan terbesar yang pernah dimiliki. Bahkan, terbesar se-Asia menurut "Deli Courant" yang terbit pada tanggal 9 Mei 1921. Di koran tersebut juga menerangkan bahwa emplasemen ini mulai dipakai sejak tanggal 30 April yang mempunyai panjang 3 km serta lebar 300 m dan diakhiri bahwa pembangunan Depo Lokomotif masih berlangsung.
“Dalam buku perayaan ulang tahun Staatsspoorwegen ke 50 (Gedenkboek Staatspoor-en Tramwegen) yang ditulis oleh S. A. Reitsma dijelaskan bahwa Depo Lokomotif Sidotopo telah aktif digunakan sejak tahun 1923. J.J.G Oegema dalam bukunya dengan judul “STOOMTRACTIE OP JAVA EN SUMATRA” juga menulis bahwa Depo Sidotopo merupakan Depo Induk yang paling modern saat itu,” tandasnya. (msi/gol)