- sandi irwanto
Pakar Hukum Tata Negara: Putusan MKMK Bisa Saja Berhentikan Ketua MK karena Dinilai Melanggar Kode Etik
Tetapi, lanjut Hufron, pertimbangan dan amar putusan terhadap pengaduan yang kemudian diputus oleh Hakim Kehormatan dapat dijadikan novelty atau alasan baru melakukan yudisial review ulang terhadap pasal 169 huruf Q Undang-undang Pemilu, sebagaimana dalam putusan review 90 tahun 2023.
“Kemungkinan untuk yang kedua adalah pelapor terbukti, bahwa ketua MK atau hakim MK melanggar kode etik perilaku hakim, termasuk pelanggaran berat. Kemudian diberi sanksi untuk diberhentikan dengan tidak hormat. Dan untuk kasus hakim yang lain bisa sanksi peringatan tertulis, karena dia telah memberikan komentar di ruang terbuka terhadap perkara yang sedang ditangani,” jelasnya.
Dengan pendekatan yang progresif, bisa saja kemudian mengaitkan dengan putusan perkara nomor 90 yaitu, meminta majelis kehormatan untuk diperiksa ulang sebagaimana dimaksud pasal 17 ayat 7 undang-undang kekuasaan kehakiman nomor 48 tahun 2009.
“Terakhir, keputusan yang mungkin itu tidak disambut baik oleh para aktivis demokrasi dan aktivitas hukum, masyarakat umum adalah putusan bahwa pengaduan pelapor tidak terbukti, setelah dilakukan pemeriksaan saksi, bukti dan ahli atas pelanggaran kode etik di hadapan majelis kehormatan. yang di mana bahwa tidak terbukti pengaduan itu, di mana Ketua MK itu tidak ada conflict of interest gitu karena dipandang bahwa pemohon review perkara 90 itu adalah bukan langsung Gibran Rakabumi Raka. Oleh karena itu dipandang bahwa ini tidak memilik conflict interest karena pengacu bukan pemohon langsung dalam perkara ini,” tuturnya.
Hufron menilai, kemungkinan hal ini juga kecil tetapi itu adalah kemungkinan yang tidak diharapkan oleh masyarakat. Ke depan penting untuk dipahami bahwa apapun keputusan yang dikeluarkan oleh majelis kehormatan, putusan yang harus dihormati. Putusan Mahkamah Konstitusi nanti adalah putusan yang bisa mendorong masyarakat masih percaya kepada mahkamah konstitusi, atau masih percaya kepada majelis kehormatan.
“Ini karena mahkamah konstitusi memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa Pilpres dan Pileg di tahun 2024 sehingga putusan MK harus putusan yang kemudian mendorong kepercayaan publik, keluhuran, kehormatan dan mendorong proses demokrasi yang lebih beradab dan bermartabat,” tandasnya. (msi/far)