- zainal arifin
Jerit Tangis Tiga Nenek Mencari Keadilan Usai Ditetapkan Sebagai Tersangka Korupsi
Surabaya, tvOnenews.com – Tangis tiga nenek pengurus primer Koperasi UPN Veteran Surabaya mencari keadilan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi (Tipikor). Namun, berkas penetapan tersangka itu belum dilimpahkan ke kejaksaan negeri sehingga belum ada penahanan.
Mereka adalah ibu-ibu berusia lanjut. Yaitu Yuliatin Ali Syamsiah (ketua), Sri Risnojatiningsih (sekretaris) dan Wiwik Indrawati (kasir).
Ketiganya dijerat UU Tipikor pasal 2 dan 3 juncto pasal 55 ayat (1) UU Tipikor 31 tahun 1999. Penetapan status dari saksi menjadi tersangka dilakukan pada 4 Mei 2023.
Merasa dizalimi, para tersangka melalui Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Jawa Timur (Jatim) berjuang menuntut keadilan.
“Saya nggak pernah pakai uang koperasi, saya malah nombok, saya ingin keadilan,” katanya saat press conference bersama MAKI Jatim di Surabaya, Senin (8/1/2023).
Yuliatin mengisahkan, pada 2019 lalu tiba-tiba ia diperiksa pihak aparat penegak hukum tanpa tahu apa salahnya. Waktu itu Yuliatin diduga memakai uang koperasi sejumlah sekitar Rp2,4 miliar berdasarkan hasil Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Ia juga tidak tahu siapa yang melaporkan.
Yuliatin bercerita, ia menjabat sebagai ketua koperasi sejak 21 April 2015. Pada Januari 2016 ia melapor ke rektor tentang kondisi koperasi yang rupanya tidak sehat. Dengan kata lain, saldo koperasi minus.
Laporan itu ia sampaikan dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) istimewa. Disebut istimewa, karena ada kecurigaan transaksi ‘gelap’ pada tahun-tahun sebelumnya yang dibeberkan para rapat tersebut.
Pihak kampus kemudian melakukan audit eksternal pada tahun yang sama (2016). Hasil audit menyatakan koperasi minus Rp28 miliar hingga Rp29 miliar. Namun, hasil audit itu tidak dilaporkan kepada pengurus dalam hal ini ketua, sekretaris dan bendahara sebelumnya yang telah almarhum.
“Saat itu pimpinan hanya diam,” katanya.
Dalam kondisi minus itu, koperasi juga harus membagikan sisa hasil usaha (SHU) kepada anggota. Untuk diketahui, kata Yuli, SHU dibagikan setiap kegiatan rapat anggota tahunan masa tutup buku sejak tahun 2000-2014.
“Nominal (pembagian SHU) bermacam-macam. Ada Rp100 juta tahun berapa itu hingga Rp700 juta pada tahun 2014. Total atau akumulasi keseluruhan SHU Rp5 miliar sampai Rp6 miliar sepanjang tahun 2000-2014,” ucapnya.
“Padahal sejak tahun 2000 kondisi operasi sudah minus, secara logika SHU adalah uang pinjaman bank sebelumnya,” kata Yuli menambahkan.
Untuk mengatasi kondisi koperasi yang terseok-seok, Yuli meminjam ke suaminya sebesar Rp2,4 miliar. Karena pada waktu yang sama, Yuli tidak bisa membayar cicilan bank. Sebab uang yang ia terima dari anggota hanya sebesar Rp600 juta per bulan.
Sedangkan setoran pengembalian pinjaman ke bank sebesar Rp1,5 miliar setiap bulan. Total ada 130 anggota koperasi yang meminjam.
Untuk menghidupkan kembali koperasi, Yuliatin kemudian meminjam uang ke Bank Jatim Syariah Ampel Surabaya sebesar total Rp7,5 miliar secara bertahap mulai Agustus 2015-Januari 2016. Ia lalu mengambil uang sebesar Rp2,4 miliar dari pinjaman itu dan dikirim kepada suaminya untuk mengganti pinjaman yang telah dipakai koperasi.
Dalam kondisi koperasi yang rapuh dan hanya mengandalkan usaha simpan pinjam itu, pihak kampus kemudian tanpa pemberitahuan membuat tim lima yang terdiri dari lima orang. Kepengurusan Yuliatin dan kawan-kawan dinonaktifkan oleh rektor setelah tujuh bulan memimpin koperasi.
Di tengah jalan, tiba-tiba pengurus diperiksa oleh pihak kepolisian terkait dugaan korupsi di Koperasi Primer Koperasi UPN Veteran. Yuliatin mengaku kaget karena merasa tidak memakai uang koperasi untuk kepentingan pribadi.
Pemeriksaan itu terjadi pada 2019 dan tidak berlanjut. Hingga pada tahun 2021, anggota koperasi memutuskan memilih Yuliatin sebagai ketua koperasi dalam acara rapat anggota tahunan.
Ia kemudian kembali menjalankan tugas dan berupaya menuntaskan hutang kepada pihak perbankan.
Terkait pinjaman ke Bank Jatim, Yuli mengatakan pihaknya meminjam uang sejumlah total Rp7,5 miliar telah dipinjamkan lagi kepada anggota. Agunan pinjaman saat itu menggunakan slip gaji. Namun hingga saat ini masih ada kewajiban pembayaran sebesar Rp3,9 miliar.
“Saat ini ada tunggakan (ke Bank Jatim, red) masih sekitar Rp3,9 miliar,” ujarnya.
Yuliatin mengatakan, ada anggota yang memiliki tunggakan terbesar mencapai Rp300 juta sampai Rp600 juta. Sedangkan Yuli rutin membayar tiap bulan rata-rata Rp30 juta per bulan kepada Bank Jatim. Jumlah itu bisa berubah tergantung nominal setoran dari peminjam.
Pada kesempatan pendampingan, Koordinator MAKI Wilayah Jatim Heru Satriyo dengan tegas meminta semua peminjam di koperasi tersebut harus mengembalikan uang pinjaman dan membayar lunas sisal hasil usaha (SHU) yang telah diberikan karena alasan manajemen koperasi saat itu tidak sehat.
“Kami tunggu dua kali 24 jam untuk mengembalikan. Setelah menerima laporan ibu-ibu ini kami juga akan melakukan klarifikasi ke pihak Polrestabes,” kata Heru yang ditunjuk sebagai penasehat hukum.
Ia juga akan mengirim permohonan kepada pihak Kejaksaan Negeri Surabaya terkait status penetapan tersangka dalam kasus tersebut.
Sementara itu, Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Hendro Sukmono saat dikonfirmasi awak media perihal kasus ini belum memberikan tanggapan atas kasus tersebut. (zaz/far)