- tim tvone - happy oktavia
Usung Motif Filosofi Buddha, Batik Banyuwangi Dipesan Banyak Vihara
Banyuwangi, tvOnenews.com – Industri batik di Banyuwangi terus tumbuh dan memiliki beragam jenis dengan segala motifnya. Dengan tetap melestarikan warisan motif khas Banyuwangi, saat ini hampir setiap desa di Banyuwangi terdapat industri batik dengan ide-ide kreatif motif yang beragam.
Salah satunya, batik Kinnara Kinnari. Industri batik yang terletak di Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran ini, mengusung motif filosofi ajaran Buddha. Seperti corak Roda Dhamma, Daun Bodhi, Teratai, dan sebagainya.
Batik Kinnara Kinnari ini diproduksi oleh ibu-ibu Buddhis yang tergabung dalam kelompok Panca Vihara.
“Awalnya kami mendapatkan pelatihan membatik di Vihara tempat kami melakukan pujadharma. Dari sana, kami tercetus ingin membuat usaha batik bersama,” ujar Indah Yuswaningtyas, salah satu penggagasnya, saat dikunjungi Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani di sela kegiatan Bunga Desa (Bupati Ngantor di Desa) di desa tersebut, Selasa (26/6).
Indah menceritakan usaha batik tersebut dimulai sejak tahun 2020 dengan melibatkan banyak perempuan Buddhis dari desa setempat. Kinnara Kinnari diambil dari nama Dewa Dewi Keharmonisan.
“Harapannya ini bisa membawa berkah dan kebaikan bagi semuanya,” ungkapnya.
Sejak berdiri mereka konsisten mengangkat corak-corak Buddhis dalam karyanya. Menurut mereka, ini adalah cara untuk terlibat dalam menghidupkan ajaran Buddha.
Sejak tiga tahun terakhir, kelompok ini telah memproduksi sedikitnya 25 motif yang mengkombinasikan batik tradisional Banyuwangi dengan motif Buddhis. Batik produksi mereka telah merambah ke pasar nasional, melalui penjualan online. Per lembar kain batik dibanderol dengan harga Rp135-150 ribu.
“Jika ditotal sudah ribuan yang terjual. Vihara-vihara dari seluruh Indonesia sudah pernah memesan batik Buddhis kami,” ungkap Indah.
Bupati Ipuk mengapresiasi kelompok perempuan Buddhis tersebut. Menurut Ipuk, selain sebagai dharma mereka, usaha batik Buddhis menjadi instrumen pemberdayaan ekonomi, khususnya bagi kaum perempuan.
“Ini salah satu upaya peningkatan kemandirian ekonomi. Ibu-ibu rumah tangga diberdayakan menjadi perajin batik sehingga memilki penghasilan untuk menambah pendapatan keluarganya,” kata Ipuk.
Dalam kesempatan itu, Ipuk juga menyerahkan surat rekomendasi untuk memfasilitasi pengurusan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) produk batiknya. Hal ini untuk memperoleh perlindungan secara hukum atas karya mereka.
“HKI penting agar produk yang kita buat tidak diakui oleh pihak lain. Dengan HKI, daya saing dan jangkauan pasar juga lebih meningkat,” tutup Ipuk. (hoa/hen)